PEMBELAAN TERHADAP AL-IMAM AL-MUHADDITS
AL-ALBANY DARI KEDUSTAAN HASAN ALI AS-SAQQOF DAN PENDUKUNGNYA
Silsilah Bantahan Ilmiah Pertama Terhadap Tuduhan Dusta
Muhammad Lazuardi al-Jawi dan Rekan-Rekannya Dari Hizbut Tahrir
Oleh : Abu Salma al-Atsary at-Tirnaatiy
Tulisan
merupakan bantahan terhadap syubuhat yang dilontarkan oleh fanatikus Hizbut
Tahrir yang menyerang ahlus sunnah dan salafiyin yang disebarkan oleh Muhammad
Lazuardi al-Jawi dan al-Mujaddid (baca : al-Mudzabdzab) yang memuntahkan
muntahan busuk di dalam forum http://www.gemapembebasan.or.id
(baca : gemapembid’ahan). Saya menyadari bahwa di tengah kesibukan TA/Skripsi
saya sekarang ini, ketergesa-gesaan saya dan minimnya waktu untuk muthola’ah
dan muroja’ah, memungkinkan risalah ini memiliki beberapa kesalahan
yang tak disengaja maupun kekurangan-kekurangan lainnya. Besar sekali harapan
saya jika ada ikhwah sekalian yang membetulkan dan memberi masukan terhadap
bantahan ini sehingga dapat lebih menyempurnakan jihad rudud ini
terhadap ahlul bid’ah dan pendukungnya. Semoga risalah ini dapat bermanfaat.
Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji hanya milik Allah yang kita menyanjung-Nya, memohon
pertolongan-Nya, memohon pengampunan-Nya dan kita memohon perlindungan kepada
Allah dari kejelekan jiwa-jiwa kami dan keburukan amal-amal kami. Barang siapa
yang diberi petunjuk oleh Allah maka tak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya
dan barang siapa yang dileluasakan kesesatan kepadanya, maka tak ada seorangpun
yang mampu menunjukinya. Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang Haq untuk
diibadahi kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan saya juga
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah limpahkanlah
Salam dan Barokah kepada beliau, kepada keluarga beliau dan para sahabat
beliau, dan kepada siapa saja yang meniti jalannya dan berpetunjuk dengan
petunjuknya hingga hari kiamat.
Amma Ba’du :
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala meninggikan kedudukan ulama
pengemban wahyu dengan menghormati, memuliakan dan menempatkan mereka pada
kedudukan yang tinggi sebagaimana Allah Ta'ala telah memuliakan mereka. Mereka
adalah para pembawa agama dan pelindungnya, pelita dalam kegelapan, pembeda
antara kebenaran dan kebatilan, pewaris para nabi dan yang meniti jalan mereka.
Jadi bagaimana mungkin mereka tidak mendapatkan kedudukan, kecintaan serta
penghormatan di dalam hati?!!
Imam Abu Utsman Ismail ash-Shabuni berkata tatkala menceritakan ciri-ciri
Ahlul Bid’ah, ”Tanda-tanda bid’ah pada pengikutnya itu sangat jelas sekali.
Tanda mereka yang paling jelas adalah kerasnya permusuhan mereka terhadap para
pembawa hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, menghina dan
meremehkan mereka, serta menyebut mereka hanya sebagai pelengkap tak berguna,
tekstual dan mujassim (penyerupa Allah dengan makhluk-Nya), lantaran
mereka meyakini bahwa hadits-hadits Rasulullah itu jauh dari ilmu, dan
bahwasanya ilmu itu yang disampaikan oleh syaithan kepada mereka dari hasil
pemikiran akal mereka yang rusak, bisikan-bisikan hati mereka yang gelap serta
bersitan-bersitan hati mereka yang hampa dari kebaikan, alasan dan hujjah
mereka yang tidak relevan lagi sia-sia, bahkan syubhat yang ada pada mereka
licik lagi bathil.
”Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan telinga
mereka dan dibutakan pengelihatan mereka.”
”Dan barang siapa yang dihinakan Allah maka tidak ada seorangpun yang
memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Ia kehendaki.”
Abu Hatim ar-Razi berkata : ”Salah satu ciri Ahlul Bid’ah adalah adanya
cercaan mereka terhadap Ahlul Atsar.”
Ibnul Qaththan berkata : ”Tidak ada seorang mubtadi’ pun di dunia ini
melainkan ia sangat membenci Ahlul Hadits.”
Saya katakan : Tidak ragu lagi, bahwa al-Firqotun Najiyah (Golongan
yang selamat) adalah Ahlul Atsar atau Ahlul Hadits.
Sebelum masuk ke pembahasan, ada baiknya kita telaah terlebih dahulu,
siapakah yang dimaksud dengan ulama?!!
Imam Bukhari rahimahullahu berkata : ”Barangsiapa yang dikehendaki Allah
kebaikan maka Ia memahamkannya tentang agamanya.” kemudian beliau berkata,
”Said bin Ufair menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami
dari Yunus dari Ibnu Syihab, dia berkata : Humaid bin Abdurrahman berkata, aku
mendengar Mu’awiyah sedang berkhutbah, dia berkata : Aku mendengar Nabi
Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Barangsiapa yang dikehendaki Allah
kebaikan baginya maka Ia memahamkannya tentang agamanya. Aku bersumpah demi
Allah yang Maha Memberi, ummat ini senantiasa melaksanakan perintah Allah dan
tidaklah membahayakan orang-orang yang menentangnya hingga datangnya hari
kiamat.”
Ibnu Hajar rahimahullahu berkata, ”Al-Bukhari menegaskan bahwa yang
dimaksud adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang atsar-atsar
(Ahlul Hadits)”. Ahmad bin Hanbal berkata : ”Jika mereka bukan Ahlul Hadits,
lantas aku tidak tahu siapa mereka”. Al-Qadhi Iyadh berkata : ”Yang dimaksud
oleh Imam Ahmad adalah Ahlus Sunnah yang meyakini madzhab Ahlul Hadits.”
Saya berkata : Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa yang dimaksud dengan
ulama adalah para Ahlul Hadits yang beraqidah Ahlus Sunnah.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : ”Sesungguhnya diantara
tanda-tanda hari kiamat adalah dituntutnya ilmu dari Ashaghir.”
Beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam juga bersabda : ”Sesungguhnya manusia
senantiasa dalam kebaikan selama mereka menuntut ilmu dari sahabat Rasulullah
dan dari para ulama mereka. Jika mereka menuntut ilmu dari para Ashaghir
maka di saat itulah mereka binasa.”
Ibnul Mubarak berkata : ”Ashaghir adalah Ahlul Bid’ah”.
Saya berkata : Diantara ciri Ahlul Bid’ah adalah kedengkian dan celaan
mereka terhadap Ahlul Hadits.
Tidak ragu lagi, bahwa Samahatul Imam al-Muhaddits Muhammad Nashirudin
al-Albani rahimahullahu adalah Imamnya Muhadditsin yang terkemuka saat ini yang
keilmuannya tentang ilmu hadits bagaikan samudera tak bertepi, dan kami
tidaklah mensucikan seorangpun di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Cukuplah
pernyataan ulama-ulama selain beliau yang menunjukkan kedudukan dan posisi
beliau.
Al-Allamah al-Imam Abdul Aziz bin Abdillah bin Bazz rahimahullahu, Mantan
Mufti Umum Kerajaan Arab Saudi berkata : ”Aku tidak mengetahui seorang ’alim di
bawah kolong langit ini pada abad ini yang dalam ilmu hadits melebihi
al-Allamah al-Albany.”
Al-Allamah Muhammad Hamid al-Faqi rahimahullahu, mantan pimpinan Jama’ah
Anshorus Sunnah al-Muhammadiyah sekaligus Muhaddits Mesir berkata : ”asy-Syaikh
Nashirudin adalah saudara kami yang bermanhaj salaf, seorang pembahas dan
peneliti (hadits) yang cermat.”
Faqiihuz Zamaan al-Allamah Muhammad bin Sholih al-’Utsaimin rahimahullahu,
ulama kibar Kerajaan Arab Saudi berkata : ”Ia (Albani) adalah orang yang banyak
ilmunya dalam hadits baik riwayah maupun dirayah...”
Dan masih beribu-ribu lagi untaian pujian berderai bagi samahatul imam dari
para ulama dan penuntut ilmu senior di seluruh penjuru dunia, seperti Syaikh
Abdush Shomad Syarafuddin, Syaikh Ubaidillah ar-Rehmani, Syaikh Muhammad
Mustofa al-A’zhami yang mereka semua adalah muhaddits India, Syaikh Muhammad
bin Ali Adam muhaddits dari Ethiopia, Syaikh Muhammad Shufut Nuruddin Muhaddits
dari Mesir, dan masih banyak lagi lainnya yang jika sekiranya dihimpun dan
dituliskan semuanya, maka akan menjadi sebuah buku yang sangat tebal.
Namun, diantara sunnatullah dalam kehidupan ini adalah adanya ujian bagi
orang-orang yang berpegang teguh dengan as-Sunnah dan atsar salaf di sepanjang
masa, yang datang dan berasal dari manusia-manusia yang benci dan dengki serta
iri hati. Mereka senantiasa berusaha menjatuhkan martabat ulama hadits dan
menjelek-jelekkan mereka. Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala tetap menjaga
dan memelihara mereka –para ulama hadits-, dan Dia pasti akan memenangkan
kebenaran dan menetapkan akhir yang baik bagi orang-orang yang bertakwa.
Diantara para pendengki dan pendusta dari kalangan Ashaghir yang
menampakkan permusuhan dan kebenciannya terhadap sunnah dan ahlinya adalah
Hasan Ali as-Saqqof,
seorang pengangguran dari Yordania yang didaulat oleh fanatikusnya terutama
Hizbut Tahrir sebagai ulama hadits Yordania. Pembaca budiman akan saya
tunjukkan beberapa karakteristik keserupaan as-Saqqof ini dengan pola pikir
Hizbut Tahrir yang setali tiga uang atau seperti dua sisi mata uang yang tak
dapat dipisahkan. As-Saqqof ini menulis sebuah buku gelap yang dianggap fenomenal
oleh fanatikus butanya yang berjudul : Tanaqudlaat Albany al-Waadlihah fiima
waqo’a fi tashhihi al-Ahaadiits wa tadl’iifiha min akhtho’ wa gholath
(Kontradikitif Albani yang nyata terhadap penshahihan hadits-hadits dan
pendhaifannya yang salah dan keliru) yang jika ditelaah di dalamnya dipenuhi
dengan tadlis, kedustaan, pengkhianatan ilmiah dan kebodohan penulisnya
terhadap ilmu hadits. Akan datang penjelasan hal ini –insya Allah- dan para
pembaca sekalian akan mengetahui kebobrokan dan kejahatan as-Saqqof ini di
dalam bukunya tersebut.
Di dalam risalah ini, saya juga akan berusaha membongkar kejahilan dan
makar Muhammad Lazuardi al-Jawi, simpatisan Hizbut Tahrir yang menukil,
menterjemah dan menyebarkan tulisan gelap as-Saqqof ini yang dicomotnya dari situs
bid’iyah terkenal http://www.masud.co.uk yang dimotori oleh seorang tokoh jahmi tulen dan pembela bid’ah, Hamim Nuh
Keller al-Jahmi ash-Shufi. Kita tidak perlu heran, karena Keller ini memiliki
aqidah yang sama dengan as-Saqqof yaitu sama-sama jahmi, dan hal inilah yang
sepertinya merupakan simpul benang merah yang dapat ditarik dengan Hizbut
Tahrir yang aqidahnya juga tidak jauh dengan jahmiyah. Tulisan ini juga sebagai
bantahan terhadap tulisan ngelantur yang berjumlah hampir 100 halaman dari
seorang yang berkedok dengan al-Mujaddid (baca : al-Mudzabdzab) yang membantah
salafiyin di forum http://www.gemapembebasan.or.id (baca : gemapembid’ahan) yang isinya kebanyakan menukil tulisan Muhammad
Lazuardi al-Jawi. Insya Allah akan datang penjelasan dan bantahan-bantahan
terhadap tulisan ngelanturnya di bantahan kedua.
Saya katakan : al-Bid’ah millah waahidah (Kebid’ahan itu adalah
agama yang satu), maka tidak heran jika para pendukung bid’ah dapat bersatu
padu di dalam memerangi ahlus sunnah, sebagaimana bersatunya Hizbut Tahrir
dengan para pembela sufi, jahmi, asy’ari, maturidi, mu’tazili, fanatikus
madzhabi dan selainnya. Akan datang juga penjelasan hal ini –insya Allah-.
Saya katakan : Hizbut Tahrir bersepakat dengan as-Saqqof dalam banyak
perkara. Diantaranya adalah :
1. As-Saqqof melecehkan sahabat nabi yang mulia, terutama terhadap Mu’awiyah
radhiallahu 'anhu dan ulama Ahlus Sunnah lainnya, yang tidak jauh berbeda
dengan Hizbut Tahrir. Akan datang penjelasannya.
2. As-Saqqof dan Hizbut Tahrir bersepakat di dalam aqidah Asy’ariyah,
Maturidiyah dan Jahmiyah, serta memerangi aqidah salafiyah. Akan datang
penjelasannya.
3. As-Saqqof dan Hizbut Tahrir sama-sama bodoh di dalam ilmu hadits dan
pirantinya. Para pembaca budiman akan mengetahuinya sebentar lagi.
4. As-Saqqof dan Hizbut Tahrir sama-sama suka berkhianat ilmiah, berdusta dan
melakukan talbis (mencampuradukkan antara haq dan bathil) serta
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, sebagaimana akan datang
penjelasannya.
5. As-Saqqof dan Hizbut Tahrir sama-sama fanatik dan ta'ashub terhadap
fikrah atau pemikiran pendahulunya.
6. Yang lebih penting dari kesemua di atas adalah, as-Saqqof dan Hizbut Tahrir
sama-sama bersepakat di dalam memerangi dakwah salafiyah dan ahlinya.
Di dalam risalah ini, ana merujuk pada beberapa kitab dan artikel, sebagai
amanat ilmiah ana sebutkan diantaranya :
1. Al-Anwaarul
Kaasyifah li tanaaqudlaat al-Khossaaf az-Zaa`iqoh wa Kasyfu maa fiiha minaz
Zaighi wat Tahriifi wal Mujaazafah yang ditulis oleh
Syaikhuna al-Fadhil Ali Hasan al-Halabi al-Atsari, Darul Ashoolah. Kitab ini
dihadiahkan oleh Syaikh Ali Hasan al-Halabi hafizhahullahu 3 tahun lalu kepada
guru saya, al-Ustadz al-Fadhil Abdurrahman bin Abdil Karim at-Tamimi hafizhahullahu
dan ana fotokopi dari beliau. Alhamdulillah kitab ini banyak memberikan faidah
dan menunjukkan hakikat kejahatan as-Saqqof terhadap Imam Albany dan
penelantaran ilmu hadits.
2. At-Tanbiihatul
Maliihah yang ditulis oleh Syaikh Abdul Basith bin
Yusuf al-Gharib, yang telah diterjemahkan oleh Pustaka Azzam dengan judul
”Koreksi Ulang Syaikh Albany”.
3. Al-Qoulus
Sadiid fii Raddi ’ala man ankara Taqsiimit Tauhiid yang
ditulis oleh Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr, yang telah
diterjemahkan oleh Najla Press dengan judul ”Bantahan Pengingkaran Tauhid”.
4. Dari
beberapa website seperti : http://www.salafipublications.com, http://www.allaahuakbar.net dan selainnya.
Sebenarnya, ada beberapa kitab yang ditulis oleh para ulama yang juga
membantah tanaqudlaat tulisan as-Saqqof ini, diantaranya bantahan yang
ditulis oleh asy-Syaikh al-Fadhil DR. Khalid al-Anbari hafizahullahu yang
berjudul Tanaaqudlaat al-Albany al-Waadlihaat Talbisaat wa-ftiro`aat,
juga yang ditulis oleh Syaikh ’Amru Abdul Mun’im Salim al-Mishri, dan ada lagi
beberapa ulama dan thullabul ilmi yang turut menulis bantahan terhadap
as-Saqqof ini. Namun yang sampai di tangan ana hanyalah al-Anwaarul
Kaasyifah, namun hanya dengan kitab ini, kebobrokan dan kedustaan as-Saqqof
insya Allah dapat terbongkar.
Syaikh Ali Hasan al-Halabi mengatakan, bahwa orang yang mengetahui buku Tanaqudlaat
Albany ini, tidak lepas dari 4 jenis orang :
1. Orang
bodoh yang dengki, yang hanya melihat judul bukunya saja namun tidak mengetahui
realita isinya, hanya karena selaras dengan kedengkian dan hawa nafsunya,
mereka menggunakan buku ini untuk membantah tanpa diiringi dengan kefahaman dan
pengetahuan.
2. Orang-orang
hasad yang licik, yang mereka mengetahui isi buku ini namun mereka jahil terhadap
hakikatnya dikarenakan hasad mereka telah mendarah daging dan menyatu dengan
desahan nafas mereka.
3. Pelajar
yang bingung yang tidak mengetahui al-Haq
4. Pelajar
yang adil yang mengetahui kebodohan as-Saqqof dan menyingkap hakikat dirinya.
Dari keempat macam orang ini, mubtadi’ dan pembelanya, serta Hizbut Tahrir
tidak lepas dari 3 macam orang yang disebutkan di awal.
Mari kita kupas kebobrokan as-Saqqof dan bukunya at-Tanaqudlaat ini,
dan kebodohan para pendukungnya terutama dari Hizbut Tahrir.
AS-SAQQOF MENCELA SAHABAT TERUTAMA MU’AWIYAH DAN MENGKAFIRKAN IMAMNYA UMMAT
SYAIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH
Ketahuilah wahai orang yang berakal, bahwa orang yang engkau
dengang-dengungkan sebagai muhaddits ini adalah tidak lebih dari para pencela
sahabat dan melemparkan tuduhan kafir terhadap ulama ummat ini.
Syaikh Ali Hasan al-Halabi berkata di dalam al-Anwaarul Kaasyifah
(hal. 9) : ”Takfir (pengkafiran) dari orang zhalim ini terhadap imamnya
dunia (yaitu Syaikhul Islam) tidaklah datang begitu saja, namun takfir ini
datang sebagai pembelaan terhadap pemuka-pemuka ahlul bid’ah yang jahil dan
terhadap muqollid (pembebek) yang beku akalnya dari kalangan asy’ariyah
dan jahmiyah, yang mana syaikhul Islam bersumpah atas dirinya untuk mengkritik
mereka dan membantah penyimpangan-penyimpangan mereka, dan beliau menegakkan
perang terhadap mereka sepanjang hidupnya baik dengan tangan, hati maupun
lisannya. Beliau menyingkap kebatilan mereka di hadapan manusia dan menerangkan
talbis dan tadlis mereka, beliau hadapi mereka dengan akal yang sharih
dan nukilan (dalil) yang shahih...”
Syaikh Ali melanjutkan (hal 11-12) : ”Dan takfir ini pada realitanya
merupakan senjata andalannya (as-Saqqof), telah menceritakan kepadaku seorang
yang bersumpah dengan jujur –insya Allah- bahwa al-Khossaf (sebutan terhadap
as-Saqqof) ini berkata kepadanya dan ia mendengar dengan telinganya (bahwa
as-Saqqof berkata) : ”Aku tidak mengkafirkan Ibnu Taimiyah kecuali aku
menjelaskan kesalahan murid-muridnya! Sesungguhnya dirinya tidaklah ma’shum”.
Demikianlah perkataannya, sebagai pengejawantahan kaidah yang tidaklah beriman
kepada Allah dan tidak pula hari akhir, yaitu : Tujuan menghalalkan segala
cara!! Cela mana lagi yang lebih besar dari kehinaan ini?!! Sungguh indah apa
yang diucapkan oleh al-Allamah Badruddin al-’Aini (wafat tahun 841 H.), seorang
pensyarah Shahihul Bukhari di dalam taqrizh beliau terhadap ar-Raddul
Waafir (hal. 264) yang menjelaskan hukum bagi orang yang mengkafirkan Imam
dunia ini : ’... Jika demikian keadaannya, maka wajib atas ulil amri
untuk menghukum orang bodoh lagi perusak yang berkata tentang hak Ibnu Taimiyah
sebagai kafir! Dengan bentuk hukuman dengan pukulan yang keras dan penjara
terali yang berlapis. Barang siapa berkata kepada muslim, wahai kafir maka akan
kembali ucapannya kepada dirinya, apalagi jika lancang melemparkan najis
seperti ini dan berkata dengannya terhadap hak si ’alim ini (Ibnu Taimiyah),
terlebih lagi jika ia sudah meninggal, dan telah datang larangan dari syariat
dari membicarakan hak kaum muslimin yang telah meninggal, dan Allahlah yang
maha mengambil al-Haq dan menampakkannya.’
Dan berkata al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu di dalam taqrizh
beliau juga terhadap kitab yang sama (hal. 263), dan as-Sakhowi juga turut
mengisyaratkan pula hal ini di dalam adl-Dlou’ul Laami’ (VIII/104) :
’Tidaklah seseorang yang berkata bahwa Ibnu Taimiyah itu kafir melainkan hanya
dua orang, entah dia orang yang hakikatnya kafir ataukah ia orang yang bodoh
tentang keadaannya...’”
As-Saqqof juga menuduh Sahabat yang mulia, Mu’awiyah bin Abi Sufyan dengan
nifaaq dan menganggapnya murtad. Sebagaimana diutarakan oleh Syaikh Ali Hasan
al-Halabi (hal. 11), ”Dan termasuk kesempurnaan kesesatan orang yang zhalim lagi
lalai ini adalah sebagaimana yang dikabarkan oleh dua orang yang mendengarkan
ucapannya, bahwa dia menuduh di beberapa majlisnya, bahwa sahabat yang mulia
Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu 'anhu dengan nifaq, dan mengisyaratkan
bahwa Mu’awiyah telah murtad dan termasuk penghuni neraka...!!! Semoga Allah
merahmati Imam Abu Zur’ah ar-Razi yang berkata : ’jika engkau melihat ada orang
yang mencela sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam maka ketahuilah
bahwa dia adalah zindiq!!!..”
Saya berkata : Beberapa pendukung as-Saqqof ini menuduh Syaikh Ali Hasan
telah berdusta, namun kebenaran adalah bersama ahlul haq, buku as-Saqqof yang
berjudul Daf’u Syubahit Tasbiih menjadi saksi atas kelancangannya dan
keberaniannya menuduh sahabat Mu’awiyah radhiallahu 'anhu. Ia berkata di
catatan kaki Daf’us Syubah (hal. 237), ”Aku (as-Saqqof) berkata :
Mu’awiyah membunuh sekelompok kaum yang shalih dari kalangan sahabat dan
selainnya hanya untuk mencapai kekayaan duniawi. Dan diantara mereka adalah
Abdurrahman bin Khalid bin Walid. Ibnu Jarir menukilnya di dalam Tarikh-nya
(III/202) dan Ibnul Atsir di dalam al-Kamil (III/453) dan lafazh ini
darinya. Alasan kematiannya adalah pasalnya ia menjadi orang yang
mulia/terkemuka di mata penduduk Syam, mereka lebih condong kepada beliau
karena ia memiliki karakteristik yang mirip ayahnya (Khalid bin Walid), dan
karena kemanfaatan pada dirinya bagi kaum muslimin di tanah Romawi dan juga
karena keberaniannya. Jadi, Mu’awiyah menjadi takut dan khawatir terhadapnya,
lantas ia memerintahkan Ibnu ’Uthaal seorang nashrani untuk merencanakan
pembunuhannya. Mu’awiyah memberikan jaminan padanya pembebasan pajak selama
umur hidupnya... jadi ketika Abdurrahman kembali dari Romawi, Ibnu Uthaal
memasukkan racun ke dalam minumannya melalui pelayannya. Lantas beliapun
meninggal di Hums (sebuah tempat di pusat Siria), dan Mu’awiyah memenuhi
janji yang dia berikan kepada Ibnu ’Uthaal. Aku (as-Saqqof) berkata : Apakah
diperbolehkan membunuh seorang muslim? Sedangkan Allah berfirman : ”Barangsiapa
yang membunuh seorang muslim dengan sengaja, maka tempatnya adalah neraka dan
ia kekal di dalamnya selama-lamanya. Murka Allah dan laknat-Nya atasnya, dan
adzab yang pedih dipersiapkan baginya.” (QS 4 : 93)?!... Ada empat
karakteristik Mu’awiyah, dan setiap karakteristiknya akan diadzab di kubur,
gegabah menghunus pedangnya secara zhalim kepada ummat ini sampai ia berhasil
meraih kekhilafahan tanpa musyawarah, baik terhadap sahabat yang masih hidup
saat itu dan orang-orang shalih lainnya. Ia mewariskan kekuasannya kepada
puteranya yang seorang pemabuk,
pemakai pakaian sutera dan pemain alat musik... ia membunuh Hujr dan
sahabat-sahabat Hujr, maka celakalah dirinya dan apa yang ia lakukan kepada
Hujr...”
Tanggapan : Lihatlah, bagaimana as-Saqqof menukil riwayat
ini dari al-Kamil padahal kisah tersebut tidak memiliki isnad. Kisah ini
memang memiliki isnad di dalam Tarikh ath-Thabari namun sanadnya palsu
menurut kaidah ilmu hadits. Syaikh Nashir al-’Ulwan membahas kedustaan riwayat
ini di dalam Ittihaaf Ahlil Fadhl juz I dan lihat pula pembahasan
sistematik tentang studi kritis terhadap Tarikh ath-Thabari yang ditulis oleh
DR. Muhammad Amhazun dalam disertasinya yang berjudul Tahqiq Mauqif
ash-Shohabah fil Fitnah min Riwayaati al-Imaam ath-Thobari wal Muhadditsin yang
telah diterjemahkan dengan judul ”Fitnah Kubra”. Hal ini menunjukkan bagaimana
as-Saqqof menukil secara serampangan tanpa meneliti sanad berita yang
seharusnya tidak dilakukan oleh seorang muhaddits atau peneliti hadits, bahkan
ia menukil berita yang tidak memiliki sanad!!
Apakah yang mendorong dirinya melakukan demikian?? Wallahu a’lam bish Showab.
Padahal Nabi yang mulia 'alaihi Sholaatu wa Salaam memilih Mu’awiyah
sebagai penulis wahyu Allah, dan beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam
mendo’akan Mua’wiyah : ”Ya Allah, ajarkan Mu’awiyah al-Kitab dan selamatkan
dirinya dari siksa api neraka.” (HR. Ahmad (IV/127) dan Ibnu Hibban (566)).
Juga sabdanya 'alaihi Sholaatu wa Salaam : ”Ya Allah, jadikanlah dirinya orang
yang mendapat petunjuk lagi menunjuki”. Nabi
Shallallahu 'alaihi wa Sallam memperingatkan umatnya dari mencerca sahabat
dalam sabdanya : ”Janganlah kalian sekali-kali mencerca sahabatku, jika
seandainya ada diantara kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, tidak
akan mampu mencapai satu mud yang mereka infakkan, bahkan tidak pula
setengahnya.” (HR. Muslim). Terlebih lagi, bukankah Mu’awiyah itu pamannya kaum
muslimin?? Mengapa dirimu begitu lancang mencela dan mencercanya dengan membawa
berita tak bersanad dan dengan sanad palsu??
Imam Al-Lalika`i meriwayatkan di dalam as-Sunnah (no. 2359) bahwa
Imam Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad al-Hanbal berkata : ”Jika kau melihat
seorang berbicara buruk tentang sahabat, maka ragukanlah keislamannya.”
Beliau juga berkata di dalam as-Sunnah (hal. 78) : ”Barangsiapa yang
mencela para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam atau salah seorang dari
mereka, ataupun meremehkan mereka, mencela dan membuka aib-aib mereka ataupun
menjelekkan salah seorang dari mereka, maka ia adalah seorang Mubtadi’,
Rofidli, Khabits (busuk), Mukhalif (orang yang menyempal), ...”
Imam Abu Zur’ah ar-Razi berkata : ”Jika engkau melihat ada seseorang yang
merendahkan salah seorang dari sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam, maka ketahuilah sesungguhnya ia adalah Zindiq! Karena Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam adalah haq di sisi kami, dan al-Qur’an itu haq,
dan yang menyampaikan al-Qur’an dan as-Sunnah ini adalah para sahabat
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Sesungguhnya mereka menghendaki
mencela persaksian kita dengan tujuan membatalkan al-Kitab dan as-Sunah.
Mencela mereka lebih utama karena mereka adalah Zindiq...!!!” (Dikeluarkan oleh
al-Khathib di dalam al-Kifaayah fi ’ilmir Riwaayah hal. 67)
Imam Barbahari berkata di dalam Syarhus Sunnah : ”Jika kau melihat
ada seseorang mengkritik sahabat nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam maka
ketahuilah bahwa dia adalah orang yang jahat ucapannya dan pengikut hawa nafsu,
karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Jika kau mendengar
sahabat-sahabatku disebut maka tahanlah lisanmu.” (Diriwayatkan oleh Thabrani
dari Ibnu Mas’ud dan haditsnya shahih.).
Haihata haihata...!!! Wahai as-Saqqof, Apakah dirimu begitu
membenci Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang menasehatkan untuk menjaga lisan
dari memperbincangkan keburukan sahabat sehingga tidak kau indahkan nasehatnya
wahai as-Saqqof???.
Beliau rahimahullahu berkata di dalam Minhajus Sunnah (V/146) :
”Oleh karena itu dilarang (memperbincangkan) perselisihan yang terjadi diantara
mereka, baik para sahabat maupun generasi setelahnya. Jika dua golongan kaum
muslimin berselisih tentang suatu perkara dan telah berlalu, maka janganlah
menyebarkannya kepada manusia, karena mereka tidak mengetahui realita
sebenarnya, dan perkataan mereka tentangnya adalah perkataan yang tanpa ilmu
dan keadilan. Sekiranya pun mereka mengetahui bahwa kedua golongan tersebut
berdosa atau bersalah, kendati demikian menyebutkannya tidaklah mendatangkan
maslahat yang rajih dan bahkan termasuk ghibah yang tercela. Para sahabat
Ridlawanullahu ’alaihim ’ajmain adalah orang yang paling agung kehormatannya,
paling mulia kedudukannya dan paling suci jiwanya. Telah tetap keutamaan mereka
baik secara khusus maupun umum yang tidak dimiliki oleh selain mereka. Oleh
karena itu, memperbincangkan perselisihan mereka dengan celaan adalah termasuk
dosa yang paling besar daripada memperbincangkan selain mereka.”
Ingatlah pula ucapan al-Hafizh Ibnu Katsiir berikut ini, beliau
rahimahullahu berkata di dalam al-Ba’its al-Hatsits (hal. 182) : ”Adapun
perselisihan mereka pasca wafatnya Nabi ’alaihi Salam, yang diantara
perselisihan tersebut ada yang terjadi tanpa didasari oleh kesengajaan seperti
peristiwa Jamal, ada diantaranya yang terjadi karena faktor ijtihad seperti
peristiwa Shiffin. Ijtihad itu bisa salah dan bisa benar. Namun, pelakunya
dimaafkan jika ia salah, bahkan ia diganjar satu pahala. Adapun ijtihad yang
benar maka ia mendapat dua pahala.”
Wahai as-Saqqof dan siapa saja dari pembebeknya… wahai Lazuari al-jawi,
wahai Syabab Hizbut Tahrir yang mendaulat as-Saqqof sebagai muhaddits...!!!
Apakah anda telah membaca kitab-kitab karya ulama hadits berikut ini :
1. Abu
Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari al-Ju’fi (w. 256) di dalam Shahih-nya,
kitab Fadlail Ashhabin Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, Bab : Qowlun
Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Law Kuntu Muttakhidzan Khaliilan (Sabda
Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam seandainya aku menjadikan kekasih).
2. Abul
Husain Muslim bin Hajjaj al-Quysairi an-Naisaburi (w. 261) di dalam Shahih-nya,
kitab Fadlailus Shahabah, Bab : Tahriimu Sabbis Sahabah Radhiallahu
'anhum (Haramnya mencela sahabat radhiallahu 'anhum)
3. Abu
Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats as-Sijistani (w. 275) di dalam Sunan-nya,
kitab as-Sunnah, Bab : an-Nahyu ‘an Sabbi Ashhabin Nabi
Shallallahu 'alaihi wa Sallam (Larangan mencela sahabat Nabi)
4. Abu Isa
Muhammad bin Isa at-Turmudzi (w. 259) di dalam Sunan-nya, dalam bab-bab al-Manaqib
’an Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, Bab : Fiiman Sabba Ashhaba
an-Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam (Bagi siapa yang mencela para sahabat)
5. Abu
Abdurrahman Ahmad bin Syuaib an-Nasa`i (w. 303) di dalam kitabnya Fadlailus
Shahabah, Bab : Manaqib Ashhabin Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam wan
Nahyu ’an Sabbihim rahimahumullahu ajma’in wa radhiallahu 'anhum
(Manakib Para Sahabat Nabi dan Larangan Mencela Mereka).
6. Abu
Abdillah Yazid bin Abdillah al-Qirwani (w. 273) di dalam muqoddimah Sunan-nya,
Bab : Fadlail Ashhabi Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa Sallam.
7. Abu
Hatim Muhammad bin Hibban al-Busti (w. 354) di dalam Manaqib ash-Shahabah,
Rijaaluha wa Nisaa’uha bidzikri asmaa’ihim radhiallahu 'anhum ajma’in
(Manakib Sahabat, kaum lelaki dan wanitanya dengan menyebut nama-namanya),
dalam bab : Fadlail ash-Shahabah wat Tabi’in yang menyebutkan : al-Khabar
as-Daalu ’ala anna Ashhaba Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa Sallam
Kulluhum Tsiqaat wa ’uduul (Berita yang menunjukkan bahwa Sahabat
Rasulullah seluruhnya kredibel dan terpercaya) dan az-Zajru ’an Sabbi Ashhabi
Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa Sallam alladzi Amarallahu bil Istighfar Lahum
(Ancaman terhadap mencela sahabat Rasulullah yang Allah memerintahkan untuk
memohon ampun bagi mereka). Demikan pula dalam kitabnya al-Majruuhin minal
Muhadditsin tentang haramnya mencela sahabat.
Dan masih beribu-ribu lagi penjelasan para ulama ahlus sunnah baik salaf
maupun kholaf yang menjelaskan tentang haramnya mencela sahabat... Lantas,
bagaimana kita menempatkan as-Saqqof ini dan para pembebeknya terhadap hak para
sahabat nabi yang mulia??? Yang mana para Imam Ahlus Sunnah bersepakat bahwa
pencerca Sahabat Nabi dikatakan sebagai Zindiq, Mubtadi’ atau Rofidloh!!! Maka
bertaubatlah wahai pencerca...!!! Ibrahim bin Maisarah berkata : ”Aku tidak
pernah melihat Umar bin Abdul Aziz memukul seseorang pun kecuali orang yang
mencerca Mu’awiyah. Beliau memukulnya dengan beberapa kali cambukan.”
Aduhai, sekiranya Umar bin Abdul Aziz hidup saat ini untuk mencambuki
kelancangan as-Saqqof ini...
AQIDAH AS-SAQQOF ADALAH
JAHMIYAH TULEN
Hasan Ali as-Saqqof tidak hanya berhenti menunjukkan kekejamannya terhadap
para sahabat dan ulama ummat ini. Namun dia juga menabuh genderang perang
terhadap ahlus sunnah dengan menuduh ahlus sunnah berkeyakinan tatslits (trinitas)
di dalam buku suramnya yang berjudul at-Tandid biman ’adadit-Tauhid wa
Ibthalu Muhawalatut-Tatslits fit Tauhid wal ’Aqidah Islamiyyah dikarenakan
Ahlus Sunnah membagi Tauhid menjadi tiga macam, yaitu Tauhid Rububiyah,
Uluhiyah dan Asma’ wa Sifat. Menurutnya pembagian Tauhid menjadi tiga adalah
hal bid’ah yang dimunculkan pada abad ke-8, dan ia mengisyaratkannya kepada
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagai pencetus istilah bid’ah ini (lihat
kitabnya hal. 10) dan ia menuduh Ibnu Abil ’Izz al-Hanafy sebagai pelopor
madzhab bathil pengikut golongan bid’ah (hal. 6) dan mengisyaratkan bahwa
Syaikhul Islam dan muridnya, Imam Ibnul Qoyyim adalah penganut faham mujassamah
(mengatakan Allah mempunyai badan). Bahkan ia membela Sayyid Quthb dan
Asy’ariyah dengan menyatakan bahwa mereka mensucikan Allah Subhanahu wa Ta'ala
dari jism dan tahayyuz sedangkan Syaikh Abdullah ad-Duwaisy
(penulis buku al-mauriduzh Zhilal fii Tanbiih ’ala Akhtha`izh Zhilal
yang telah diterjemahkan oleh Darul Qolam) sebagai pengikut madzhabnya Ibnu
Taimiyah dan Ibnul Qoyyim yang menetapkan sifat jisimun dan tahayyuz
(hal. 19-20). Bahkan yang konyol, Hasan Ali Saqqof berpendapat bahwa Allah
Subhanahu wa Ta'ala tidak disifati di luar alam semesta dan juga tidak di
dalamnya (hal. 58).
Syaikh yang mulia, Prof. DR. Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr hafizhahumullahu
menulis bantahan ilmiah terhadap kesesatan dan kedunguan Hasan Ali as-Saqqof
ini di dalam kitab yang berjudul : Al-Qoulus Sadiid fii Raddi ’ala man
ankara Taqsiimit Tauhiid yang telah diterjemahkan oleh Najla Press dengan
judul ”Membantah Pengingkaran Tauhid” (Tambahan : Setelah ana cek dengan kitab asli, ternyata buku terjemahan ini memiliki beberapa kekeliruan penterjemahan, sehingga ada beberapa perkataan yang ana ralat, belum lagi adanya pemotongan-pemotongan naskah yang bisa dikategorikan sebagai pengkhianatan ilmiah, oleh karena itu ana bro' dengan kesalahan-kesalahan tesebut, sebagaimana telah ana sampaikan di milis as-sunnah), bacalah karena sungguh besar manfaatnya
dan anda akan mengetahui hakikat kebodohan as-Saqqof ini. Syaikh Abdurrazaq
berkata sebagai kesimpulan beliau setelah membaca buku as-Saqqof yang berjudul at-Tandiid
ini sebagai berikut :
1. Dia adalah seorang yang jahmiyah tulen, yang berpemahaman bahwa Allah tidak
disifati dengan berada di alam maupun di luarnya dan dia juga menisbatkan pendapat ini secara dusta dan batil kepada Ahli Sunnah.
2. as-Saqqof
ini keluar dari kategori seorang cenedekiawan/pemikir dan dari kaidah ilmiah.
3. as-Saqqof
ini orang yang banyak kebohongannya dan sering melakukan tadlis dan talbis.
4. Perkataannya
jelek dan busuk, sering menfitnah Ahlus Sunnah, yang bisa ditemukan pada
kitabnya pada halaman 6, 12, 17, 19 dan seterusnya.
5. Ia
termasuk Ahlul Bid’ah yang gemar menuduh Ahlus Sunnah sebagai Mujassamah.
6. Gemar
memuji Ahlul Bid’ah, apalagi gurunya yang bernama Muhammad Zahid al-Kautsari,
seorang penghulu Jahmiyah tulen zaman ini. Hal ini bisa dilihat pada halaman
38, 39, 11 dan 27. Saya berkata : akan datang sekilas penjelasan tentang
hakikat Zahid al-Kautsari al-Jahmi ini, yang dipuja-puja oleh pembebeknya,
termasuk Hizbut Tahrir. Usut punya usut, ternyata mereka semua satu aqidah
yaitu jahmiyah dan mereka bersepakat di dalam memerangi aqidah salafiyah dan
ulamanya.
7. Meremehkan
dan melecehkan hadits-hadits shahih. Ana katakan : Bahkan as-Saqqof ini dangkal
dan bodoh pemahaman haditsnya, sebagaimana akan kita bongkar kebodohannya di
dalam ilmu hadits sebentar lagi. Tidak heran Hizbut Tahrir yang notabene
ulamanya, tokohnya apalagi simpatisannya yang memang jahil terhadap ilmu hadits
mudah terkecoh dengan kepiawaian as-Saqqof ini di dalam berdusta.
Ketahuilah, bahwa Jahmiyah ini adalah firqoh tersesat diantara
firqoh-firqoh yang ada. Bahkan beberapa ulama salaf tidak memasukkan Jahmiyyah
sebagai 72 kelompok yang diancam siksa neraka, karena mereka menganggap bahwa
Jahmiyah telah kafir keluar dari Islam. Dikarenakan Jahmiyah adalah kelompok
yang meniadakan sifat-sifat bagi Allah, dan mereka adalah atheis-nya ummat ini.
Para ulama Salaf dan Kholaf bangkit membantah pemahaman sesat Jahmiyah ini.
Syaikhul Islam membongkar kedok kesesatan mereka dengan menulis kitab Bayaanu
Talbiis al-Jahmiyyah : Naqdlu Ta'sis al-Jahmiyyah, Imam Ibnu Darimi
menulis kitab ar-Raddu ’alal Jahmiyyah, Imam Ahmad dan Imam Ibnu
Khuzaimah juga menulis bantahan dengan judul yang sama, yaitu ar-Raddu ’alal
Jahmiyyah, al-Allamah Ibnul Qoyyim, Syaikhul Islam kedua, menulis Ijtima’
al-Juyusy al-Islaamiy yang mengupas habis kesesatan Jahmiyah, demikian pula
Imam adz-Dzahabi dalam al-’Uluw al-Aliy al-Ghoffar dan ikhtisharnya
yaitu Mukhtashor al-’Uluw. Dan masih banyak lagi ulama-ulama ahlus
sunnah yang membongkar kesesatan faham jahmiyah ini, yang sekarang sedang
dijajakan dan dibela mati-matian oleh as-Saqqof dan didukung oleh pembebeknya
dari kalangan shufiyun dan Hizbut Tahrir.
MEMBONGKAR KEBODOHAN AS-SAQQOF DALAM ILMU HADITS DARI KITAB GELAPNYA
”TANAQUDLAAT ALBANY”
Diantara pujian Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap hamba-hamba-Nya yang
jujur dan ittiba’ terhadap sunnah rasul-Nya adalah dimenangkannya mereka atas
sekelompok kaum pengumbar fitnah dan kebatilan. Perputaran sejarah telah
membuktikan bahwa Ahlu Bid’ah senantiasa terkalahkan, tertumpas dan binasa,
walaupun kalimat-kalimat mereka dihiasi dengan keindahan yang menipu atau
walaupun kalimat-kalimat mereka menyebar luas dan seolah-olah memiliki
argumentasi yang kuat, namun pada hakikatnya kalimat-kalimat mereka rapuh dan
lemah, lebih rapuh dari sarang laba-laba.
Ahlus sunnah beserta segenap penyerunya, senantiasa menumpas dan memerangi
kebid’ahan mereka. Diantara senjata utama Ahlul Bid’ah dan Ahwa’ adalah
pengkhianatan ilmiah, kedustaan dan talbis antara haq dan bathil.
Seorang penuntut ilmu dan peneliti hadits yang adil, pastilah akan mengetahui
bahwa apa yang dimuntahkan oleh as-Saqqof di dalam Tanaqudlaat-nya tidak
lebih daripada cermin kedengkian, kebodohan, kedustaan dan pengkhianatan ilmiah.
Syaikh Abdul Basith bin Yusuf al-Gharib dalam at-Tanbiihatul Maliihah
berkata: “semua hadits-hadits yg dikemukakan as-saqqof dalam kitabnya at-tanaqudlaat
telah aku telusuri semua, dimana ia menyangka bahwa hadits-hadits yang
dikemukakan oleh Syaikh al-Albany adalah bentuk pertentangan antara satu
dengan lainnya, padahal sebenarnya bukanlah pertentangan, tetapi lebih
merupakan ralat atau koreksi atau ruju’, dan ini sesuatu yang dapat
difahami oleh para penuntut ilmu. Jika kita membaca suatu hukum atau ketetapan
Syaikh al-Albany terhadap suatu hadits dalam sebuah kitab, kemudian kita
mendapati Syaikh al-Albany menyalahi hukum tersebut di dalam kitab lain, maka
itu artinya beliau meralat atau ruju’ dalam hal ini, dan ini sering
terjadi di kalangan para ulama salaf sebelumnya...”
Syaikh Abdul Basith menelusuri kitab-kitab Syaikh Al-Albany dan mencatat
koreksi atau ruju’ beliau dan beliau bagi dalam lima bagian, yaitu :
1. Hadits-hadits
yang syaikh al-Albany sendiri menegaskan ruju’ beliau.
2. Hadits-hadits
yang tertera secara tidak sengaja atau karena lupa, bukan pada tempat yang
seharusnya.
3. Ketiga,
Hadits-hadits yang beliau ruju’ darinya berdasarkan pengetahuan mana
yang lebih dulu (al-Mutaqoddim) dari yang belakangan (al-Muta`akhir)
dari kitab-kitab beliau.
4. Hadits-hadits
yang belaiu ruju’ dari yang derajadnya hasan kepada shahih dan yang
shahih kepada yang hasan.
5. Penjelasan
beberapa hadits yang beliau diamkan dalam al-Misykah kemudian beliau
jelaskan hukumnya.
Syaikh Ali Hasan al-Halaby al-Atsary berkata dalam al-Anwaarul Kaasyifah
membantah kebodohan as-Saqqof :
”Ketahuilah, bahwasanya para muhaddits memiliki ucapan-ucapan tentang jarh
wa ta'dil terhadap perawi yang berubah-ubah, pendapat tentang tashhih
(penshahihah) dan tadl’if (pendhaifan) hadits yang berbeda-beda
sebagaimana para fuqoha’ memiliki ucapan dan hukum yang bermacam-macam...
· Berapa banyak dari permasalahan fikih yang imam Syafi’i memiliki dua
perkataan atau pendapat di dalamnya?!!
· Berapa banyak dari hukum syar’i yang Imam Ahmad memiliki pendapat lebih
dari satu di dalamnya?!!
Lantas, apakah mereka dikatakan Tanaaqudl (Kontradiktif)?!!
· Berapa banyak hadits yang ditetapkan keshahihannya oleh Imam adz-Dzahabi di
dalam talkhish-nya terhadap Mustadrak al-Hakim namun
didha’ifkan olehnya di dalam al-Mizan atau Muhadzdzab Sunan
al-Baihaqi atau selainnya?!!
· Berapa banyak hadits yang diletakkan oleh Ibnul Jauzi di dalam al-Maudlu’aat
namun beliau letakkan pula di dalam al-Ilal al-Mutanaahiyah.
· Berapa banyak perawi yang ditsiqohkan oleh Ibnu Hibban namun belaiu
letakkan di dalam al-Majruhin.
· Berapa banyak perawi yang diperselisihkan oleh al-Hafizh di dalam Taqribut
Tahdzib atau Fathul Bari` atau di at-Talkhishul Habiir.
Lantas, apakah mereka ini anda katakan tanaaqudl (kontradiktif)?!!
Padahal, sesungguhnya hal ini adalah karena ijtihad yang berubah.
Al-Allamah al-Luknawi berkata di dalam Raf’ut Takmil (hal. 113) :
”Banyak anda jumpai perselisihan Ibnu Ma’in dan selain beliau dari para imam
ahli naqd (kritikus hadits) terhadap seorang perawi yang mana hal ini
dikarenakan berubahnya ijtihad...”
Syaikh Ali Hasan kembali berkata : ”Ketahuilah bahwa banyak hadits-hadits
yang diperselisihkan oleh para ulama –diantaranya Syaikhul Albany- termasuk
hadits hasan yang masih sulit membatasi kaidah di dalamnya, karena perlunya
kedalaman di dalam meneliti dan banyaknya perbincangan dari pengkritik perawi
di dalamnya...
Al-Imam al-Hafizh Syamsuddin adz-Dzahabi rahimahullahu berkata di dalam al-Muuqizhoh
(hal. 28-29) : ”...Tidaklah cukup bagi hadits hasan suatu kaidah yang dapat
memasukkan seluruh hadits hasan ke dalamnya, aku benar-benar pesimis terhadap
hal ini, karena berapa banyak hadits yang para hafizh berubah-ubah penilaiannya
di dalamnya, entah tentang hasannya, dlaifnya maupun shahihnya! Bahkan seorang
hafizh dapat berubah ijtihadnya tentang sebuah hadits, suatu hari ia menyatakan
shahih namun di hari lain menyatakan hasan dan hari lainnya lagi seringkali
menyatakan dha’if!!!”
Lantas, dimanakah ucapan yang tinggi ini di hadapan as-Safsaf (gelar yang
diberikan Syaikh Ali kepada as-Saqqof)?!!
Imam al-Albany berkata di dalam Irwa’ul Ghalil (IV/363) :
”Sesungguhnya hadits hasan lighoirihi dan hasan lidzaatihi
termasuk ilmu hadits yang paling rumit dan sulit, karena keduanya akan
senantiasa berputar di sekitar perselisihan ulama tentang perawinya diantara
yang mentsiqohkan dan mendhaifkan. Maka tidaklah dapat mengkompromikan diantara
ucapan-ucapan tsb atau mentarjih pendapat yang paling kuat dari pendapat
lainnya, kecuali orang-orang yang mumpuni keilmuannya tentang ushul dan kaidah
ilmu hadits, mengetahui secara kuat tentang ilmu Jarh wa Ta'dil dan terbiasa
dengannya semenjak waktu yang lama, mengambil faidah dari buku-buku takhrij dan
kritikan para kritikus hadits, juga mengetahui kritikus yang mutasyaddid
(keras) dan yang mutasaahil (lemah) serta yang pertengahan. Sehingga
dengan demikian tidak terjatuh kepada Ifrath dan tafrith. Dan
perkara ini adalah perkara yang sulit dan sangat sedikit sekali orang yang
mampu memetik buahnya. Sehingga tidaklah salah jika ilmu ini menjadi asing di
tengah-tengah ulama, dan Allahlah yang mengkhususkan keutamaannya terhadap
siapa yang dikehendaki-Nya.”
Saya berkata : Inilah diantara kebodohan-kebodohan as-Saqqof al-Jahmi,
sehingga ia bagaikan orang yang meludah ke atas jatuh ke wajahnya sendiri. Ia
tidak faham tentang kaidah taraju’ di dalam ilmu hadits dan ia anggap
hal ini sebagai tanaaqudl.
Syaikh Ali berkata kembali : ”Ketahuilah, bahwa perkataan seorang alim
tentang sanad suatu hadits : ’ini sanadnya dha’if’, tidaklah menafikan
ucapannya terhadap hadits tersebut di tempat lain : ’sanadnya shahih’... karena
terkadang suatu sanad yang dha’if dapat dishahihkan atau dihasankan dengan
adanya jalan-jalan periwayatan lain dan syawaahid serta mutaabi’
(penyerta) lainnya. (Lihat Ulumul Hadits hal. 35 karya Ibnu Sholaah dan an-Nukat
(I/473) karya al-Hafizh Ibnu Hajar), apakah kaidah ini dikatakan tanaaqudl wahai
as-Saqqof?!!
Berikut ini adalah lemparan kepada as-Saqqof dan pendukungnya...
· Hadits : ”Barangsiapa memakai celak, maka hendaknya ia mengganjilkannya.
Siapa yang memakainya maka ia mendatangkan kebaikan dan siapa yang tidak maka
tidak ada dosa baginya...”
Al-Hafizh melemahkannya karena ’illat
majhulnya al-Hushain bin al-Jubrani di dalam at-Talkhisul Habiir
(I/102,103), namun beliau menghasankannya di dalam Fathul Baari` (I/206).
· Hadits tentang turunnya firman Allah : fiihi rijaalun yuhibbuwna an
yatathohharuw terhadap Ahli Quba’.
Al-Hafizh mendha’ifkan sanadnya di dalam at-Talhiishul
Habiir (I/113) namun beliau shahihkan di dalam Fathul Bari` (VII/195)
dan di dalam ad-Diroyah (I/97).
· Hadits : ”Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah...”
Al-Hafizh mendha’ifkannya di dalam Bulughul
Maram (no. 11) namun beliau shahihkan di dalam at-Talkhiisul Habiir (I/261).
· Hadits : ”Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat terhadap barisan
shaf pertama”.
Imam
Nawawi menshahihkannya di dalam al-Majmu’ (IV/301) namun beliau
menghasankannya di dalam Riyadlus Shaalihin (no. 1090).
· Hadits : ”Ingatlah penghancur kelezatan yaitu kematian”.
Al-Hafizh
Ibnu Hajar al-Asqolani menghasankannya di dalam Takhriijil Adzkaar
sebagaimana di dalam at-Taujiihaatur Robbaaniyyah (IV/50) namun beliau
mensepakati Ibnu Hibban, Hakim, Ibnu Thahir dan Ibnu Sakkan atas keshahihannya
di dalam at-Talkhiishul Habiir (II/101).
·
Idris
bin Yasin al-Audi. Al-Hafizh mentsiqohkannya di dalam at-Taqriib namun mendhaifkannya
di dalam al-Fath (II/115).
· Nauf bin Fadloolah. Al-Hafizh menilainya di dalam at-Taqrib sebagai mastuur
namun menghukuminya sebagai shaduq di dalam al-Fath (VIII/413).
·
Abdurrahman
bin Abdil Aziz al-Ausi. Al-Hafizh menilainya di dalam at-Taqriib sebagai
perawi yang shaduq qad yukhthi’ (terkadang salah), namun beliau
mendhaifkannya di dalam al-Fath (III/210).
·
Al-Hafizh
Ibnu Hajar menshahihkan di dalam an-Nukat ’ala Ibni ash-Sholaah (I/355-356)
hadits yg diriwayatkan dari Muhammad bin ‘Ajlaan namun di dalam Amaalii
al-Adzkaar (I/110) beliau menjelaskan bahwa haditsnya tidaklah terangkat
dari derajat hasan.
·
Al-Hafizh
Ibnu Hajar menukil di dalam at-Talkhishul Habiir (IV/176) dari Nawawi di
dalam ar-Roudloh tentang perkataannya mengenai hadits : “Tidak ada
nadzar di dalam perkara kemaksiatan”, beliau berkata : “hadits dha’if menurut
kesepakatan para muhadditsin”. Namun al-Hafizh membantah sendiri dengan
ucapannya : “Hadits ini telah dishahihkan oleh ath-Thohawi dan Abu ‘Ali bin
as-Sakkan, lantas dimanakah kesepakatan itu?!!”
·
Imam
Nawawi berkata di dalam al-Majmu’ (II/42) mengenai hadits memegang
kemaluan : ”Tidaklah kemaluanmu itu hanyalah bagian dari tubuhmu!”, beliau mengomentari
: “Sesungguhnya hadits ini dha’if menurut kesepakatan huffazh”,
sedangkan hadits tersebut dishahihkan oleh Ibnu Hibban, Ibnu Hazm,
ath-Thabrani, Ibnu at-Turkumani dan selain mereka. Demikian pula ucapan Ibnu
Abdul Hadi di dalam al-Muharrar (hal. 19) : ”telah salah orang yang
meriwayatkan kesepakatan akan kedha’ifannya.”
Dan masih banyak lagi contoh-contoh semacam ini bertebaran.
Saya katakan : Apakah mereka semua ini adalah orang-orang yang tanaaqudl?!!
Jika melihat dari kaidah yang digunakan oleh as-Saqqof, maka mereka semua ini
–para imam muhadditsin- dikatakan sebagai mutaanaqidlin (orang-orang
yang kontradiktif)!!! Dan di sinilah letak kebodohan as-Saqqof yang lemah dan
dangkal pemahamannya terhadap kaidah dan prinsip ilmu hadits. Fa’tabiru ya
ulil albaab!!!
MEMBONGKAR KEDUSTAAN, TALBIS DAN TADLIS AS-SAQQOF SERTA PENGKHIANATANNYA
DARI KITAB GELAPNYA ”TANAQUDLAAT ALBANY”
Sesungguhnya, kitab Tanaqudlaat Albany yg ditulis oleh si pendengki
ini penuh dengan fitnah, kedustaan, tadlis, talbis dan pengkhianatan
ilmiah. Ia sepertinya telah termakan bujuk rayu iblis dengan menjajakan kaidah
sesatnya yang berbunyi al-Ghooyah tubarrirul wasiilah (Tujuan
membenarkan segala cara), sebagaimana kaidah yang juga dipegang oleh Hizbut
Tahrir yang menghalalkan segala cara untuk memenuhi tujuan. Ternyata as-Saqqof
dan Hizbut Tahrir ini bagaikan pinang dibelah dua, sama-sama pahitnya dan
hitamnya. Oleh karena itu tidak heran, jika Nuh Hamim Keller sang
pembela kebid’ahan didukung oleh simpatisan Hizbut Tahrir seperti Muhammad
Lazuardi al-Jawi bersepakat di dalam kegelapan as-Saqqof di dalam memerangi
Ahlu Sunnah. Karena demikianlah karakteristik Ahlul Bid’ah, mereka
menenggelamkan kepalanya ke dalam tanah namun ekornya siap menyengat siapa saja
yang mendekat, bagaikan kalajengking!
Berikut ini pengkhianatan, talbis dan tadlis as-Saqqof sang pendusta…
1. As-Saqqof
berkata dalam kitabnya at-Tanaaqudlaat, hal. 97. Hadits : ”Tabayun –dalam
lafazh lain Ta`anni (sikap kehati-hatian)- adalah dari Allah dan al-’Ajalah
(tergesa-gesa) datangnya dari Syaithan. Maka bertabayunlah…”
Tuduhan : As-Saqqof berkata : ”Hadits ini
didhaifkan oleh Syaikh Albani dalam Dha’if al-Jami’ wa Ziyaadatuhu
(III/45 no. 2503), dimana lafazh : ”Tabayun dari Allah” dishahihkan oleh beliau
di dalam Silsilah al-Ahaadits As-Shahiihah (IV/404, dengan nomor 1795).”
Cek : Ketika melihat kembali kitab Syaikh
Albani Dha’if al-Jami’, beliau mengisyaratkan kedhaifannya dan
menisbatkan riwayatnya kepada Ibnu Abi Dunya dalam kitab Dzammul Ghadlab
serta al-Khairathi dalam kitab Makarimul Akhlaq yang diriwayatkan dari
al-Hasan secara mursal. (lihat Dha’if al-Jami’ : 2504). Ketika melihat Silsilah
ash-Shahihah (IV/404), di dalamnya terdapat perkataan Syaikh Albani, yaitu
: ”at-Ta`anni datangnya dari Allah dan tergesa-gesa datangnya dari
Syaithan”. Lafazh hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam al-Musnad
(III/1054) dan al-Baihaqi dalam As-Sunan al-Kubra (X/104) dari jalur
al-Laits, dari Yazid bin Abi Habib, dari Sa’ad bin Sinan, dari Anas bin Malik ra,
bahwa Rasulullah saw bersabda… (sama seperti redaksi hadits tadi).
Kesimpulan : As-Saqqof telah bersikap
tidak fair dan tidak menampakkan yang sebenarnya dengan menganggap bahwa
hadits di atas adalah satu, padahal yang disebutkan dalam Dha’if al-Jami’ dan
Silsilah ash-Shahihah adalah dua hadits yang berbeda. Jadi as-Saqqof
secara sembrono telah mengatakan dalam kitabnya at-Tanaqudlaat : ”-dan
dalam lafazh lain at-Ta'anni-”. Maka kami pertanyakan : dimanakah kejujuran
dan keadilanmu wahai as-Saqqof? Dimana pula letak tanaqudl
(kontradiktif) kedua hadits di atas???
2. As-Saqqof berkata di dalam kitabnya at-Tanaqudlaat (no. 99),
hadits : “Tidak boleh (menerima) dalam Islam kesaksian seorang lelaki yang
pengkhianat begitu pula seorang wanita pengkhianat, orang yang dikenakan
hukuman jilid dan yang dengki terhadap saudaranya.”
Tuduhan : as-Saqqof berkata : ”Hadits ini
disebutkan oleh al-Albani di dalam Shahih Ibnu Majah (II/44 no. 1916),
yang dianggap bertentangan karena beliau mendhaifkannya. Oleh karena itu beliau
menyebutkannya dalam kumpulan hadits-hadits dhaif pada kitab Dha’if al-Jami’
wa Ziyadatuhu (VI/62, no. 6212).
Cek : Ketika melihat ke dalam buku Shahih
Sunan Ibnu Majah (no. 1930) dan al-Ma’arif, disebutkan bahwa Syaikh
Albani berkata : ”Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ’anhuma, beliau mengatakan
bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Tidak boleh
(menerima) dalam Islam kesaksian seorang lelaki yang pengkhianat begitu pula
seorang wanita pengkhianat, orang yang dikenakan hukuman jilid dan yang dengki
terhadap saudaranya.” Sementara hadits yang ada di dalam Dha’if al-Jami’
(no. 6199) dengan lafazh : ” “Tidak boleh (menerima) dalam Islam kesaksian
seorang lelaki yang pengkhianat begitu pula seorang wanita pengkhianat, orang
yang dikenakan hukuman jilid dan yang dengki terhadap saudaranya, yang pernah
melakukan sumpah palsu, yang mengikut kepada anggota keluarga mereka, yang
dicurigai sebagai hamba sahayanya atau sanak kerabatnya.” hadits ini dia
sandarkan sebagai riwayat Tirmidzi.
Kesimpulan : As-Saqqof telah
menyembunyikan hakikat sebenarnya. Ia menduga bahwa kedua hadits ini sama,
padahal berbeda, walaupun sebagian lafazhnya sama. Yang pertama adalah riwayat
Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu 'anhu yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah
tanpa ada penambahan, dan yang kedua adalah riwayat Aisyah yang dikeluarkan
at-Tirmidzi. Maka kami pertanyakan : Wahai Saqqof, manakah kejujuran dan
keadilanmu serta sifat amanahmu???
3. As-Saqqof berkata di dalam at-Tanaqudlaat (no. 92) hadits : “Jika
salah seorang dari kalian mengerjakan suatu amalan, maka sempurnakanlah…”
Tuduhan : as-Saqqof berkata : ”hadits ini
dishahihkan oleh al-Albani sehingga beliau memasukkan dalam Shahih al-Jami’ (II/144
no. 1876) dengan lafazh : ”Sesungguhnya Allah mencintai jika salah seorang dari
kalian mengerjakan suatu amalan dan ia menyempurnakannya.” Lalu ia
menyelisihinya dan memutuskan hadits ini sangat dhaif di dalam Dla’if
al-Jami’ (I/207 no 698).
Cek : Ketika melihat ke dalam ash-Shahihul
Jami’ (no. 1888) kami mendapati hadits tersebut dengan lafazh : ”
Sesungguhnya Allah mencintai jika salah seorang dari kalian mengerjakan suatu
amalan dan ia menyempurnakannya”. Hadits ini beliau sandarkan sebagai riwayat
al-Baihaqi dalam Syua’bul Iman dari Aisyah radhiallahu 'anha, sedangkan
hadits dalam Dla’iful Jami’ wa Ziyaadatuhu berbunyi : ”Jika salah
seorang dari kalian mengerjakan suatu pekerjaan, maka sempurnakanlah karena
sesungguhnya hal itu termasuk menghibur yang dikerjakan sendiri.” Hadits ini
beliau sandarkan sebagai riwayat Ibnu Sa’ad dari Atha’ secara mursal dan
menetapkannya sebagai hadits yang sangat dhaif.
Kesimpulan : Sunguh as-Saqqof telah menduga
bahwa dia hadits ini sama padahal keduanya berbeda baik periwayatannya maupun
tempat keduanya disebutkan. Lantas dimanakah sikap amanah dan penghargaan
terhadap ilmu wahai as-Saqqof???
4. Pada halaman 39, as-Saqqof memaparkan hadits Abdullah bin ’Amru :
”Jum’at wajib bagi yang mendengarkan seruan (adzan)”. As-Saqqof mengklaim bahwa
syaikh al-Albani menghasankannya di dalam al-Irwa’ dan mendhaifkan
sanadnya di dalam al-Misykaah.
Komentar : Kedua tidak kontradiktif, dimana
beliau juga mendhaifkan sanadnya di al-Irwa’, namun beliau
mengisyaratkan akan adanya syawahid yang menguatkannya, kemudian beliau
berkata di akhir sanadnya : ”maka hadits ini dengan adanya syawahid menjadi
hasan insya Allah.” Dimanakah akalmu wahai orang-orang yang berfikir??
5. Pada halaman 39-40, as-Saqqof memaparkan hadits Anas : ”Janganlah kalian
bersikap keras terhadap diri kalian niscaya Allah akan bersikap keras terhadap
kalian...”. Kemudian as-Saqqof mendakwakan bahwa Syaikh al-Albani
mendhaifkannya di Takhrijil Misykaah. Sesungguhnya menurut akal si orang
yang kontradiktif ini dan pemahaman orang yang bingung ini, bahwa perkataan
syaikh Albani di dalam Ghoyatul Maraam (hal. 140) merupakan sumber
penghukuman hadits bahwa hadits tersebut dhaif, akan tetapi beliau
mengisyaratkan syahid yang mursal, sehingga beliau jadikan di
akhir penelitian beliau di dalam takhrijnya dengan perkataan : ”Semoga hadits
ini hasan dengan syahidnya yang mursal dari Abi Qilabah, wallahu
a’lam”. Namun setelah itu, beliau mendapatkan jalur hadits ketiga di sebagian
referensi-referensi sunnah, maka beliau menetapkan keshahihannya secara pasti
di dalam Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah (3694). Maka inilah ilmu dan
keadilan itu, dan tinggalkan oleh kalian perancuan dan kedustaan oleh as-Saqqof.
6. Pada hal. 40, ia menukil hadits Aisyah : ”Barangsiapa yang menceritakan
kalian bahwa nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam kencing sambil berdiri maka
janganlah kau benarkan...”. Kemudian si Saqqof ini mendakwakan bahwa Syaikh
Albani mendhaifkan sanadnya di dalam al-Misykah kemudian ia shahihkan di
dalam Silsilah Shahihah-nya, dan mendakwakan bahwa Syaikh al-Albani tanaaqudl
dalam hal ini.
Komentar : Bahwasanya keduanya tidak tanaaqudl
dan ini hanyalah dakwaan dusta dan kebodohan dari as-Saqqof. Syaikh menyatakan
cacat riwayat Tirmidzi di dalam al-Misykah karena dhaifnya Syarik
an-Nakha’i. Namun beliau menemukan mutaaba’ah dan menshahihkannya di Silsilah
Shahihah sembari memberikan komentar bahwa beliau mengakui tentang terlalu
ringkasnya ta'liq (komentar) beliau di dalam al-Misykah setelah
beliau menghimpun mutaba’ah yang akhirnya beliau shahihkan. Namun as-Saqqof
menyembunyikan hal ini dan melakukan kedustaan terhadap umat.
Inilah sebagian hadits yang ia sebutkan dan di sini saya menyebutkannya
hanya sebagai contoh untuk menunjukkan kejahilan, kedustaan, perancuan,
pengkhianatan ilmiah, penyembunyian al-Haq dan kedengkian as-Saqqof kepada
Syaikh al-Albani. Dan bukan artinya apa yang disebutkan di sini berarti telah
disebutkan semua kebohongannya dan kedustaannya, karena jika disebutkan niscaya
risalah akan menjadi sebuah buku tersendiri yang tebal. Bagi yang ingin
mengetahui kedustaan as-Saqqof ini, bisa merujuk ke kitab al-Anwaarul
Kaasyifah karya Syaikh Ali Hasan dan at-Tanbiihatul Maliihah karya
Syaikh Abdul Basith, maka anda akan menemukan kebobrokan as-Saqqof yang
dipenuhi dengan fitnah, kedustaan dan kejahilan ini.
Berikut ini kami ringkaskan kedustaan as-Saqqof terhadap Syaikh al-Albani
yang bisa dirujuk sendiri di dalam kitabnya at-Tanaqudlaat dalam
nomor-nomor haditsnya, yaitu Juz I : no. 46, 68, 69, 81, 93, 105, 108, 117,
131, 141, 142, dan 171. Juz II : 17, 18 dan 19. sedangkan juz III : no. 19.
semuanya yang disebutkan ini adalah ralat atau ruju’ Syaikh al-Albani
yang ia (as-Saqqof) sembunyikan.
Bahkan, syaikh Ali Hasan menghimpun nomor-nomor hadits pada kitab gelapnya
bahwa yang dijadikan patokan oleh as-Saqqof untuk mendakwakan tanaqudl Syaikh
al-Albani adalah kebanyakan dari al-Misykaah dan dikontradiktifkan
dengan kitab Syaikh yang lainnya. Padahal al-Misykaah ini merupakan
ta'liq atas Shahih Ibnu Khuzaimah, yang mana ta'liq ini pada hakikatnya
bukanlah merupakan tahqiq Syaikh al-Albani maupun ta'liq beliau
murni. Muhaqqiq (peneliti) sebenarnya adalah Syaikh al-Fadhil DR.
Muhammad Mustofa al-A’zhami yang meminta kepada syaikh Albani untuk
mengoreksinya dengan koreksi secara umum.
Oleh karena itulah ta'liq beliau begitu ringkas dan sedikit, yang
merupakan penyempurna dari ta'liq sebelumnya yang dilakukan oleh DR.
Muhamad Mustofa al-A’zhami. Oleh karena itulah ketika beliau melakukan
penelitian dan takhrij lebih dalam terhadap suatu hadits dengan
mengumpulkan jalur-jalur periwayatannya atau ditemukannya syawahid dan mutaba’ah,
maka beliau taraju’ dengan mengambil takhrij beliau yang terakhir.
Inilah seharusnya yang diambil... Namun as-Saqqof pura-pura tidak tahu atau
benar-benar tidak tahu, sehingga ia menghimpun hadits-hadits yang menurutnya tanaaqudl
padahal dirinyalah yang tanaaqudl...
Berikut inilah nomor-nomor hadits yang disebutkan oleh as-Saqqof sebagai
suatu bentuk tanaaqudl padahal sebenarnya adalah suatu taraaju’ yang
as-Saqqof menyembunyikan hakikatnya, yaitu : no. 1, 2, 3, 5, 6, 7, 9, 10, 11,
12, 13, 14, 15, 16, 19, 20, 21, 26, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42,
43, 44, 45, 45, 47, 48, 49, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63,
64, 65,66,67, 69, 72, 73, 75, 76, 78, 81, 82, 83, 84, 85, 87, 88, 89, 90, 95,
103, 143, 144, 147, 153, 158, 164, 185, 186, 187, 188, 189, 198, 199, 240, 241,
242, 243, 244, 245, 246, 247, 248, 249, 250.
Yang aneh lagi, supaya terkesan lebih banyak tanaqudlaat yang
dituduhkan oleh dirinya kepada Syaikh al-Albani, maka ia mengulang-ulang hal
yang sama di dalam kitab gelapnya tersebut. Seperti : yang dipaparkannya di hal
7 diulanginya lagi pada hal. 70 dan 161. Yang dipaparkannya pada hal. 9,
diulanginya lagi pada hal. 114, 136 dan 140. Yang dipaparkannya pada hal. 10
diulanginya lagi pada hal. 98. yang dipaparkannya pada hal. 10, diulanginya
lagi pada hal. 11 dan 140. Yang dipaparkannya pada hal. 64 diulanginya lagi
pada hal. 105. Yang dipaparkannya pada hal. 96 diulanginya lagi pada hal. 145.
KETIDAKADILAN AS-SAQQOF DAN KEFANATIKANNYA TERHADAP
GURUNYA MUHAMMAD ZAHID AL-KAUTSARI AL-HANAFI
Diantara tuduhan as-Saqqof al-Haqid (pendengki)
ini terhadap Syaikh al-Albani adalah tadh’if (pendhaifan) yang dilakukan
oleh Albani terhadap hadits Bukhari dan Muslim atau salah satu dari keduanya.
Hal yang serupa juga dilakukan oleh seorang pendengki dari Mesir yang bernama
Mahmud Sa’id Mamduh asy-Syafi’i al-Mishri yang menulis kitab Tanbihul Muslim
ila Ta'addi al-Albani ’ala Shahih Muslim (Peringatan terhadap Muslim
terhadap kelancangan Albani terhadap Shahih Muslim), yang merupakan murid dari
Syaikh Abdullah bin Muhammad ash-Shiddiq al-Ghumari, lawan Albani yang menulis
risalah tipis berjudul Al-Qoul al-Muqni’ fir Raddi ’alal Albani al-Mubtadi’
(Perkataan yang terang di dalam membantah Albani si pelaku bid’ah), ia
saudara dari Syaikh Ahmad bin Muhammad ash-Shidiq al-Ghumari, lawan Albani pula
yang menulis buku berbahaya bagi aqidah muslim yang berjudul Ihya’ul Maqbuur
min Adillati Istihbaabi Bina’il Masjid wal Qobaab ’alal Qubuur
(Menghidupkan pekuburan tentang dalil-dalil disunnahkannya membangun masjid dan
kubah di atas kuburan). Dan yang merupakan guru besar bagi keduanya adalah
Syaikh Muhammad Zahid al-Kautsari al-Hanafi, seorang pembesar dan fanatikus
madzhab Hanafi dan penghulu aqidah asy’ari zaman ini. Dia sangat getol sekali
di dalam menyerang dan menghantam aqidah ahlus sunnah atau salafiyah dan para
ulamanya. Kefanatikan terhadap madzhabnya sangat dikenal sehingga al-Ghumari
sendiri membantah dirinya dalam kitab Bida’u at-Tafasir dan menyatakan
bahwa al-Kautsari ini adalah orang yang fanatik buta dan ghuluw pada Imam
Abu Hanifah.
Al-Kautsari, tidak jauh beda dengan muridnya, as-Saqqof,
sangat membenci Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan murid-muridnya, terutama
Syaikhul Islam kedua Ibnul Qoyyim. Mereka menuduh bahwa Syaikhul Islam adalah mujassim
dan beraqidah tahayyuz, sehingga mereka memerangi aqidah salafiyah yang
mengajarkan kemurnian aqidah. Syaikh Zuhair asy-Syawisy membantah al-Kautsari
di dalam hasyiah (foot note) beliau terhadap kitab Syarh
Ath-Thohawiyah lil Albani. Samahatus Syaikh al-Allamah Mu’allimi al-Yamani
membantah dan membongkar kedok kesesatannya di dalam kitab yang berjudul at-Tanqiil
bima fii Ta'nibil Kautsari minal Abathil.
As-Saqqof
dan al-Mamduh tidak fair. Mereka menghantam Syaikh al-Albany di dalam beberapa
hal pendhaifan beliau terhadap beberapa riwayat Muslim dan Bukhari. Padahal
al-Kautsari jauh lebih ekstrim di dalam menolak hadits Bukhari Muslim, yang
mana al-Kaustari melakukannya didorong oleh fanatik madzhabiyah. Diantara hadits yg ditolak oleh al-Kautsari adalah :
1. Hadits ”Allah menciptakan debu...” yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim yang ditolaknya di dalam kitab gelapnya al-Asma’ wash Shifaat.
(hal. 26,383).
2. Hadits kisah tentang Musa menyebabkan Nabi Shallallahu
'alaihi wa Sallam kembali kepada Allah pada malam Israa’ tentang kewajiban
sholat 50 rakaat, yang muttafaq ’alaihi, namun ditolaknya di dalam al-Asma’
wash Shifaat (hal. 189)
3. Hadits tentang dilihatnya Allah pada hari kiamat yang
Muttafaq ’alaihi, ditolaknya di dalam al-Asma’ wash Shifat (hal. 292).
4. Hadits tentang hari kiamat bumi akan menjadi dataran
putih yang dikeluarkan oleh Bukhari Muslim, ditolaknya dalam al-Asma’ wash
Shifat (hal. 320)
5. Hadits tentang ”dimana Allah” kepada seorang budak sahaya
wanita yang masih anak-anak yang dikeluarkan oleh Muslim, ditolaknya di dalam al-Asma’
wash Shifat (hal. 421)
Dan masih banyak lainnya, dimana al-Kautsari menolaknya
tidak dikembalikan kepada ilmu hadits, namun dia menolaknya karena menyelisihi
madzhabnya yang asy’ariyah dan madzhab hanafiyahnya. Namun, anehnya...
as-Saqqof si pengkhianat ilmiah ini menyembunyikan kebobrokan gurunya, menutup
mata darinya dan mencari kesalahan-kesalahan ulama ahlul atsar dikarenakan
kebenciannya terhadap ahlul atsar, dan kefanatikannya terhadap madzhabnya dan
gurunya yang Jahmiyah.
Al-Albani berkata tentang al-Kautsari di dalam Syarh
Aqidah ath-Thohawiyah, setelah membantah murid al-Kautsari yang bernama
Abdul Fattah Abu Ghuddah, seorang yang didaulat sebagai ahli hadits oeh
Ikhwanul Muslimin yang berakidah sufi dan jahmi (hal. 45) : ”Zahid al-Kautsari
dulunya adalah orang yang berada di atas pengetahuan yang dalam terhadap ilmu
hadits dan para perawinya, namun sungguh disayangkan, ilmunya menjadi hujjah
atasnya (yang melawannya) dan menyedihkan, karena ilmunya tidak menambah
hidayah dan cahaya kebenaran baginya, tidak di dalam masalah furu’ tidak pula
di dalam masalah ushul. Dia adalah seorang Jahmiyah yang menolak sifat-sifat
Allah. Seorang Hanafiyah yang binasa karena kefanatikannya. Dia sangat kasar di
dalam menghantam Ahlul Hadits, baik terdahulu maupun yang belakangan. Dia, di
dalam masalah aqidah, memberi gelar Ahlul Hadits dengan tasybih
(menyerupakan Allah dengan makhluk) dan tajsim (mengatakan Allah punya
jism). Dia gelari mereka (Ahlul Hadits) di dalam muqoddimah Saifus Saqiil-nya
sebagai Hasyawiyah Jahil. Dia mengatakan bahwa Kitabut Tauhid
Ibnu Khuzaimah adalah buku kesyirikan! Dan ia menuduh Imam Ibnu Khuzaimah
sebagai mujassim dan jahil terhadap ushuludin. Di dalam masalah fikih,
ia menuduh Ahlul Hadits itu jumud (kaku) dan pemahamannya pendek, dan
penyandang kitab-kitab. Di dalam masalah hadits, ia mencerca habis hampir 300
perawi yang mayoritasnya adalah perawi yang tsiqoh dan dhabit.
Diantaranya adalah 80 haafizh, dan sejumlah Imam seperti Imam Malik,
asy-Syafi’i dan Ahmad. Ia menjelaskan bahwa ia tidak menganggap Syaikh Ibnu
Hayyan sebagai orang yang tsiqoh, tidak pula al-Khatib al-Baghdadi dan yang
semisalnya. Dia juga menyatakan bahwa Imam Abdullah bin Imam Ahmad bin Hanbal
yang secara sendirian meriwayatkan Musnad (Imam Ahmad) sebagai pendusta.
Dan dia menyatakan bahwa Musnad Imam Ahmad tidak dianggap sebagai kitab Musnad
yang perlu dirujuk sebagai referensi sebagaimana termaktub dalam kitabnya al-Isyfaq
’ala Ahkamit Thalaq (hal. 23)... dia juga menyatakan dhaif hadits-hadits
yang disepakati kesahihannya, walaupun hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
Muslim sekalipun... di sini lain, dia menshahihkan hadits yang mendukung
kefanatikannya terhadap madzhabnya, yang mana setiap orang yang memiliki ilmu
hadits dapat mempersaksikan kelemahannya ataupun kepalsuannya. Seperti hadits :
”Abu Hanifah adalah pelita ummat ini”, dan perkara lainnya yang tidak mungkin
menyebutkan dan memaparkannya semua di sini. Al-Allamah Abdurrahman
al-Mu’allimi al-Yamani membantah dirinya secara baik dan ilmiah di dalam
kitabnya Tali’atut Tankil dan at-Tankil bima fi Ta'nibil Kautsari
minal Abaathil, jadi barangsiapa yang menghendaki kebenaran silakan merujuk
kepadanya dan ia akan mendapatkan hal yang lebih parah ketimbang apa yang telah
disebutkan di sini.”
Al-Ghumari –yang bermadzhab Syafi’i- membantahnya pula di
dalam Bid’atut Tafasir (hal. 180-181) yang menyingkap kebatilan
al-Kautsari : ”Kita sering menjadi terkagum dengan al-Kautsari di dalam ilmu
dan kecermatannya di dalam meneliti sebagaimana kita juga tidak menyukai
kefanatikan yang luar biasa terhadap Hanafiyah, kefanatikan yang melebihi
fanatiknya Zamakhsyari terhadap Mu’tazilah. Sampai-sampai ke suatu
tingkat dimana saudara kami tercinta, al-Hafizh Abul Faidh (Ahmad al-Ghumari,
pent.) biasa menyebut dirinya, ”Majnun Abi Hanifah”. Dan ketika aku
diberi hadiah bukunya yang berjudul Ihqaaqul Haq yang berhubungan dengan
bantahan terhadap risalah Imam al-Haramain yang lebih memilih madzhab Syafi’i,
aku melihatnya dia membuat iftira’ (Mengada-ada/fitnah) terhadap garis
keturunan Imam asy-Syafi’i, dan ia menukil ucapannya as-Saaji tentangnya. Lalu
aku mengajaknya berdiskusi mengenai fitnah ini, dan kukatakan padanya :
”Sesungguhnya bantahanmu terhadap garis keturunan Imam Syafi’i bukanlah
bantahan yang ilmiah sama sekali.” Lantas ia berkata kepadaku : ”seorang
fanatikus madzhabi membantah fanatikus madzhabi”. Ini adalah pernyataannya dan
ia mengakui kefanatikannya. Aku pernah mengunjunginya suatu waktu di rumahnya,
aku dan yang mulia Sayyid Muhammad al-Baqir al-Kattani, dan berlangsung ketika
itu diskusi ilmiah diantara kami. Dan al-Hafizh Ibnu Hajar disebutkan (sebagai
bahan pembicaraan), dan Sayyid Baqir menunjukkan ketakjubannya terhadap daya
ingat Ibnu Hajar dan syarahnya terhadap Shahih al-Bukhari, dan aku mendukungnya
tentang hal tersebut. Lantas ia (al-Kautsari) mengurangi nilai syarah yang
telah disebut di muka tadi. Ia berkata : ”Ibnu Hajar seringkali tergantung di
atas al-Athraaf (berlebih-lebihan) di dalam mengumpulkan (jama’)
jalur-jalur hadits yang berbeda.” Hal ini tentu saja tidak benar!!! Dan ia juga
menyebutkan (cerita) bahwa al-Hafizh Ibnu Hajar sering mengkuti para wanita di
jalan dan ia biasa menggoda mereka. Dan suatu ketika ia mengikuti seorang
wanita yang ia fikir cantik, dan sesampainya wanita itu di rumahnya dan ia
berada di belakang wanita tersebut, dan wanita itu membuka burqa-nya dan
dia melihat seorang wanita hitam yang jelek, lantas dirinya kembali dan
frustrasi!!!
Alasannya yang melatabelakangi celaan ini adalah karena
al-Haafizh seringkali menyerang beberapa ulama hanafiyah di dalam buku
biografinya, sebagai contoh Durarul Kaaminah dan Raf’ul Israar.
Ia (al-Hafizh) berkata, sebagai contoh, mengenai al-Aini al-Hanafi, yang sering
mengambil halaman manuskrip Fathul Bari dari beberapa muridnya dan
menggunakannya di dalam syarahnya. Lantas ketika al-Hafizh mengetahui hal ini,
ia melarang memberikan halaman-halaman tersebut kepada muridnya. Yang lebih
parah dari itu adalah, al-Kautsari menuduh Anas bin Malik radhiallahu 'anhu
dengan pikun dan lemah fikiran, karena beliau meriwayatkan hadits yang
menyelisihi madzhab Abu Hanifah. Yang lebih parah lagi adalah ia mencoba
membuat hadits palsu menjadi shahih, karena hadits tesebut berkaitan erat
dengan Abu Hanifah... saudara kami tercinta telah menulis bantahan terhadapnya
yang berjudul Bayaanu Talbis al-Muftari Muhammad Zahid al-Kautsari
sebagaimana terdapat di dalam Fathul Mulk al-’Ali (hal. 119) yang dinyatakan
”muqoddimah telah selesai dalam satu juz”!!. Yang mana ia mengumpulkan
kesalahan ilmiah dan kontradiktif yang muncul dari fanatiknya terhadap
madzhabiah.”
Inilah hakikat guru as-Saqqof yang dielu-elukannya dan
disebutnya sebagai Imam, al-Allamah, al-Jihbidz dan semacamnya. Memang benar,
bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohon... demikianlah keadaan as-Saqqof, tidak
jauh dari gurunya...!!! semoga Hizbut Tahrir mau mengambil pelajaran dan
bertaubat dari kesalahannya dan mengambil aqidah salafiyah sebagai aqidah
mereka dan meninggalkan tahazzub serta fanatik mereka terhadap partai
mereka.
Bersambung :
Silsilah Bantahan kedua tentang :
- Meluruskan fitnah al-Mudzabdzab dan Lazuardi al-Jawi
- Membongkar kedustaan al-Mudzabdzab dan Lazuardi al-Jawi
- Kesamaan Aqidah HT dengan kelompok sesat yang dinukilnya
- HT menghimpun semua bentuk kesesatan dalam pemikirannya :
Khawarij, Mu’tazilah, Jahmiyah, Asy’ariyah, Maturidiyah, Murji’ah, Muwaffidh,
dan sebagainya.
- Bantahan Albani terhadap beberapa tokoh yang dinukil oleh
al-Mudzabdzab
- Bahaya sumber-sumber rujukan HT di dalam membantah
salafiyin
Abu Salma
al-Atsary
Email
: [email protected] atau [email protected]