Pembelaan dari
tuduhan keji para ekstrimis (ghullath) terhadap Syaikh Muhammad Rasyid
Ridha.
(Ringkasan dari makalah tulisan tiga Asatidzah
Salafiyah al-Fudhola’ : Ust. Yazid Abdul Qodir Jawwas, Ust. Abdurrahman
at-Tamimi dan Ust. Mubarak Bamu’allim yang disusun pada 15 Ramadhan 1419/ 3
Januari 1999)
Ja’far berkata : “Walaupun semenjak masuknya Islam ke Indonesia
sampai datangnya penjajah eropa, pernah terjadi upaya untuk menyeru ummat Islam
agar kembali ke agamanya yang benar, seperti yang pernah dilakukan Imam Bonjol
di Sumatera yang sebelumnya didahului Tuanku Nan Renceh. Tetapi berbagai upaya
tersebut kemudian dikaburkan oleh pemikiran-pemikiran bid’ah kaum rasionalis
yang disebarkan dan diajarkan oleh tokoh new Mu’tazilah di Mesir yang bernama
Muhammad Abduh dan segenap pengikutnya melalui majalah al-Manar dan buku-buku
yang ditulis mereka sampai ke Indonesia. Sehingga perjuangan Imam Bonjol
sepeninggal beliau dan orang-orang yang sepahamdengan beliau tercampurkan
dengan bid’ah-bid’ah pemikiran Mu’tazilah tersebut.” (Salafy XXVIII/1419/1998/hal.5)
Pernyataan serupa pernah dilontarkan oleh Ust. Zainul Arifin di
Masjid Manarul Ilmi ITS, ketika mentahdzir Al-Irsyad dan du’at salafiyyah
lainnya, yang bisa jadi lebih baik dari beliau, dan ketika beliau secara
membabi-buta membela Ja’far Umar Thalib tatkala Ja’far ini bermajelis dengan
kaum kuffar, zanadiqoh dan mubtadi’ dalam Forum Nasional yang membahas
Terorisme, beberapa tahun lalu ketika laskar jihad belum dibubarkan, dimana
siaran Televisi dan Media Massa menunjukkan Ja’far duduk disamping ahlul bid’ah
terbesar, Nurcholis Madjid. Tampak sekali kefanatikan mereka terhadap Imam
mereka walaupun sekarang mereka –katanya- baro’ dengan Ja’far Umar Thalib.
Sekarang murid-muridnya yang juhala’ dan muta’ashshibin, yang memiliki karakter
yang sama dengan Ja’far, dan membekas dengan kuat, menyebarkan fitnah dan
tuduhan yang tak kalah kejinya, mereka bersemangat sekali menyebarkan
tuduhan-tuduhan secara sporadis ke internet dan membuat milis-milis gelap untuk
menyebarkan celaan dan makiannya yang selaras dengan kedengkian dan semangat
kejahiliyahan mereka…
Mereka menuduh Syaikh Muhammad Rasyid Ridha adalah aqlaniy
mu’tazily, namun di sini lain mereka mengatakan bahwa Imam Bonjol adalah Wahabi
Salafi, maka kami katakan pada mereka :
- Ya Jufat!!! Buktikan kepada ummat bayan yang
jelas dan pasti bahwa Tuanku Nan Renceh dan Imam Bonjol adalah salafi
wahabi sebagaimana Syaikh Rasyid Ridha telah membuktikan kesalafiyahannya
melalui Majalah al-Manar sebagaimana telah disaksikan oleh para Ulama’
- Ya Jufat!!! Pernahkah antum ini melihat
apalagi membaca majalah tersebut, dan tahukah anda berapa jilidkah majalah
tersebut, lantas anda tuduh beliau dengan tuduhan keji, aqlaniy
mu’tazili…!!!
- Pernyataan batil dan tanpa ilmu kalian ini
menumbuhkan syubuhat dan su’udhan serta baro’ kaum muslimin terhadap ulama
mereka seperti Syaikh Rasyid Ridha –Rahimahullah-. Adapun beberapa ijtihad
dan pemikiran beliau yang keliru, maka sesungguhnya semua itu telah
dingatkan oleh para Ulama seperti Albani dan yang lainnya. Dengan tetap
memohon kepada Allah semoga Allah mengampuni beliau karena jasanya yang
besar dalam menyebarkan da’wah salafiyah.
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka
(Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami
dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman;
Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."
Berikut ini persaksian beberapa ulama terhadap
Syaikh Muhammad Rasyid Ridha, semoga dapat mengambil pelajaran dan menjaga
lisannya kaum jufat dari kedengkian dan kejahatan jiwanya…
1. Kitab Hayatul
Albany (Perikehidupan Albani, pengaruhnya dan pujian ulama terhadapnya)
oleh Muhammad Ibrahim asy-Syaibani hal. 400-401.
Berkata al-Imam al-Albany –Rahimahullah- : “Sayyid Muhammad Rasyid
Ridha rahimahullah mempunyai jasa yang besar terhadap dunia Islam secara umum
dan khususnya kepada salafiyun. Semuanya ini kembali kepada eksistensinya sebagai
seorang da’I yang langka yang telah menyebarkan Manhaj Salaf di seluruh penjuru
dunia melalui majalahnya al-Manar. Dan sungguh beliau telah berjuang di dalam
menjalankan tugas ini dengan perjuangan yang sepatutnya dan selayaknya
disyukuri dan semoga balasan pahala baginya terlah tertimbun di sisi Rab-nya.
Selain sebagai seorang da’I yang mengajak kepada ittiba’ Manhaj Salaf baik
Aqidah, Fikrah maupun Akhlaq, beliaupun memiliki perhatian yang patut disyukuri
terhadap hadits-hadits shohih dan dha’if. Hal ini merupakan suatu yang tak
tertutup/tersembunyi bagi seorang muslim yang memiliki sedikit pengetahuan
tentang Islam, bahwasanya hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alahihi wa
sallam adalah satu pengetahuan tentang Islam, bahwasanya hadits-hadist Rasulullah
Shallallahu ‘alahihi wa sallam adalah satu-satunya jalan untuk memahami
kitabullah dengan pemahaman yang benar. Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang tidak
mungkin dapat difahami kecuali dengan penjelasan dari Sunnah Nabawiyah.”
Kemudian beliau berkata, “Sayyid Muhammad Rasyid Ridha Rahimahullah
memiliki perhatian yang besar terhadap Ilmu Hadits, hal ini dilakukan sebatas
kemampuan beliau secara ilmiah, sosial dan politik. Maka dengan banyaknya
sanad-sanad hadits lemah yang diingatkan oleh beliau melalui majalahnya
al-Manar yang merupakan benih yang baik, menjadikan kaum Muslimin mengarahkan
perhatian mereka kepada hadits-hadits Rasulullah. Dan manakala pengakuan suatu
keutamaan/jasa oleh ahlul fadhl terhadap mereka yang memiliki jasa/keutamaan
merupakan suatu haq, maka pada kesempatan yang baik ini saya pun menulis
kalimat ini agar dapat dibaca dan diketahui oleh siapa saja yang sampai
kepadanya tulisan ini bahwasanya –berkat karunia Allah- aku (Albany), beserta
apa yang aku berada di dalamnya mulai dari berittijah (menuju) kepada pemahaman
salafiyyah hingga memisahkan hadits-hadits shohih dan dha’if, semuanya itu…
jasa dan keutamaannya yang pertama, kembali kepada Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
rahimahullah melalui beberapa edisinya majalah al-Manar yang aku mengenalnya
pada awal aku mulai kegiatanku di dalam menuntut ilmu.”
2. Kitab ‘Dakwah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan pengaruhnya
terhadap gerakan Islam modern’ karya Syaikh Sholahudin Maqbul Ahmad, yang
dibaca kembali oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhaly hal. 59-63, sebagai
berikut :
“Majalah al-Manar dan Peranannya
di dalam Menyebarkan Pemahaman Salafiyyah”
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah, pendiri majalah al-Manar
tahun 1315H belajar tentang kebebasan berpendapat dan berfikir dari al-Afghani
dan Muhammad Abduh, hal ini mendorong beliau untuk mempelajari kitab-kitab
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah serta
tokoh-tokoh pendukung mereka seperti Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Sementara waktu itu, membaca buku-buku tersebut dilarang di lingkungan beliau.
Kebetulan sekali tulisan-tulisan mereka sesuai dengan keinginan beliau yang
luhur untuk mengajak ummat agar kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alahihi wa sallam. Maka mulailah beliau mengarah kepada pemahaman
salaf di dalam beraqidah dan beramal, dan membebaskan diri beliau dari
penyimpangan-penyimpangan Syaikhnya Muhammad Abduh.
Beliau (Syaikh Rasyid Ridha) berkata, “Bahwasanya setelah aku bebas
berbuat sepeninggal beliau (Muhammad Abduh), akupun menyelisihi manhajnya
(rahimahullah) dengan memperluas dari hadits-hadits shahih apa-apa yang ada
kaitannya dengan suatu ayat baik dalam penafsirannya atau pengambilan hukum
darinya.” (Tafsir al-Manar I/16 Muqoddimah).
Al-Allamah Muhammad Kurdi Ali berkata : “beliau (Rasyid Ridha)
mendirikan majalah al-Manar dan menjadikan temanya yang pertama ‘reformasi
islam’, beliau meninggalkan sufisme dan kembali ke manhaj salaf, dalam
memainkan peranan ini, beliau termasuk orang yang banyak mengambil ilmu dari
kitab-kitab salaf dan menukil dari mereka serta berjalan di atas petunjuk
melalui pendapat-pendapat mereka seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan
muridnya Ibnul Qoyim al-Jauziyah, maka tersebarlah majalah al-Manar di seantero
dunia Islam, diantara mereka ada yang pro dan kontra dan yang paling banyak
kontranya adalah para syaikh dari al-Azhar. Sebagaimana beliaupun menulis dalam
masalah politik. Dan karena terdorong oleh keikhlasan dan ghirah terhadap
kemaslahatan jama’ah kaum muslimin, beliau dengan terang-terangan mengingkari
dengan keras para ulama’ amatiran dan para mubtadi’.”
3. Syaikh Ahmad bin Hajar al-Buthami dalam kitabnya “Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab” berkata :
“Benar-benar dakwah yang diberkahi ini (da’wah tauhid yang diemban
Syaikh Muhammad Abdul Wahhab) telah tersebar di Hadramaut dan Jawa dengan
perantara Syaikh Rasyid Ridha dan didirikannya Jum’iyyah Al-Irsyad di sana yang
mengajak kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, memberantas bid’ah dan
khurafat, selaras dengan manda’ Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.”
4. DR. Abdurrahman al-Furyawa’i berkata : “Dengan menelaah
tulisan-tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyim, Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab dan hubungannya dengan ulama salafiyyah di Nejed, Hijjaz dan
India, telah memperngaruhi kepribadiannya dan mendorong semangat beliau untuk
berdakwah kepada pemahaman salaf. Membela da’wah salafiyah dan para
imam-imamnya serta memberantas I’tiqod bid’iyah, syirk dan tashowuf.
Sebagaimana hal ini tampak dengan jelas melalui tulisan-tulisan beliau dalam
mendukung gerakan Wahabiyah, membela negeri tauhid (Saudi Arabia) dan
penguasanya Raja Abdul Aziz Alu Su’ud serta menyebarkan kitab “Menjaga manusia
dari godaan Syaikh Dahlan” yang ditulis oleh al-Allamah Muhamamd basyir
as-Sahwani yang diberi kata pengantar dan ta’liq oleh beliau.
5. DR. Muhammad bin Abdullah Alu Salman berkata : “Kemudian muncul
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha tahun 1345H. yang hijrah dari Syam ke Mesir pada
tahun 1315H, beliau dianggap sebagai sebuah kepribadian salafi, beliau adalah
salah satu murid al-Afghani dan Muhammad Abduh. Dan adalah benar beliau sebagai
penopang dan da’i terbesar bagi gerakan salafiyyah di Mesir khususnya dan di
negeri-negeri Arab pada umumnya. Beliau telah menyusun banyak kitab sebagai penunjang
da’wah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, mendirikan majalah al-Manar di Mesir
pada tahun 1315H yang terus terbit sampai wafatnya tahun 1354/1935M. Demikan
pula percetakan al-Manar di Mesir telah banyak mencetak tulisan-tulisan ualam
penyebar da’wah salafiyyah dari Nejd. Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dengan
kegiatan salafinya telah mencapai keberhasilan besar di Mesir dan dunia Islam
lainnya, sehingga bermunculan banyak pengikut yang menopang da’wah salafiyyah
berbarengan dengan munculnya organisasi-organisasi yang berwala’ dan mengikuti
da’wah salafiyyah seperti Jum’iyyah Ansharus Sunnah di Kairo Mesir, tahun 1345H
yang didirikan oleh al-Allamah Syaikh Muhamad Hamid al-Faqihi, seorang murid
syaikh Muhammad Rasyid Ridha.”
6. Syaikh Muhammad al-Maghrawi berkata, “Syaikh Muhammad Rasyid
Ridha benar-benar telah menampakkan Madzhab salaf yang baik, terlihat dari
apa-apa yang beliau kumpulkan dalam tafsirnya al-Manar, beliau menetapkan
madzhab salafus sholih di dalam mayoritas ayat sifat dan membelanya. Walaupun
terkadang beliau terjerumus ke dalam ta’wil dalam beberapa ayat, namun beliau
tetap dianggap sebagai orang yang lebih banyak mendapatkan shibghoh (celupan) salafiyah. Pujian beliau terhadap Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah, Muhammad Abdul Wahhab dan pengikut manhaj mereka berdua di dalam
dakwah dan aqidah seperti Jamaludin al-Qoshimi, semuanya itu menunjukkan
kekaguman beliau terhadap madzhab salaf,”
7. Dari Kitab ‘Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab as-Salafiyah
wa atsaruha fil ‘alamil Islami’ (Aqidah Syaikh Muhammad Abdul Wahhab salafiyah
dan dampaknya bagi dunia Islam) oleh Syaikh Sholih bin Abdullah al’Abud, hal.
683
“..Sehingga Allah Ta’ala memberikan kesempatan untuk kembali kepada
Aqidah Salafus Shalih melalui raja Abdul Aziz bin Abdirrahman al-Faishol. Pada
saat itu, kami mendapatkan percetakan al-Manar di Mesir serta pemiliknya Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha, menerima kebaikan dan mempunyai kontak kerjasama dengan
raja Abdul Aziz di dalam menyebarkluaskan tulisan-tulisan dan atsar-atsar ulama
da’wah yang dipimpin oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Sebagai contoh
adalah kitab Majmu’ah Rasa`il dan Masa`il an-Najdiyyah (4 jilid besar) dan
kitab-kitab para salafu sholih di bidang fiqh, tafsir dan hadits yang mencapai
jumlah besar, dimana beliau (Imam Muhammad bin Abdul Wahhab) mempunyai pengaruh
sangat besar dalam menyatukan kaum muslimin dan menyebarkan al-Haq yang telah
hilang melaui tulisan-tulisan salafiyyah tersebut. Sementara Syaikh Muhammad
Rasyid Ridha berkhidmah dengan memberi komentar (ta’liq) dan mengawasi
percetakan/penerbitannya. Beliau juga memiliki sifat-sifat terpuji,
tulisan-tulisan yang munshif (adil) dan penjelasan-penjelasan tentang kebenaran
al-Haq dalam majalahnya yang besar al-Manar, yang terbit selama bertahun tahun,
dan beliau menyebarkan semua itu sebagai suatu pembelaan yang mulia terhadap
da’wah salafus sholih, dan tidaklah beliau terdorong untuk membelanya kecuali
lantaran terpengaruh oleh Aqidah Salafus Shalih dan pandangan beliau akan
kebangkitan muslimin jika terbangun dari kelalaian mereka, agar kembali kepada
agam mereka dengan berpegang kepada aqidah yang selamat ini. Dan diantara
tulisan-tulisan beliau, saya menemukan beberapa makalah yang telah diterbitkan
dalam majalah al-Manar dan surat kabar al-Ahram. Makalah-makalah tersebut
dikumpulkan dan diterbitkan dengan judul al-Wahabiyun
wal Hijjaz diterbitkan pertama kali pada 1344H. dan sekarang menjadi sebuah
kitab dengan memakai judul tersebut dan ditambahkan beberapa pembahasan yang
menerangkan dengan jelas hakikat aqidah salafiyyah sebagiamana tulisan beliau, Syahadatul Tarikh lil Wahabiyin.”
Ingatlah, wahai para jufat, sesungguhnya darah ulama’ itu adalah
haram sebagaimana dijelaskan Syaikh al-Abbad dan al-Fauzan dalam risalah
sebelumnya.
“Kelak mereka akan mengetahui
siapakah yang sebenarnya amat pendusta lagi sombong” (al-Qomar : 26)
“Tidak diragukan
lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa
yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong.” (an-Nahl : 23)
“(Yaitu)
orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada
mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi
orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang
sombong dan sewenang-wenang.” (al-Mu’min : 35)
“Maka tatkala
mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami
katakan kepadanya: "Jadilah kamu kera yang hina” (al-A’raf : 166)
Bantahan
terhadap Ja’far dan pengekornya tentang
tuduhan keji mereka terhadap Syaikh Ahmad Surkati.
(Ringkasan dari makalah tulisan tiga Asatidzah Salafiyah
al-Fudhola’ : Ust. Yazid Abdul Qodir Jawwas, Ust. Abdurrahman at-Tamimi dan
Ust. Mubarak Bamu’allim yang disusun pada 3 Jumadil Ula 1420/ 15 Agustus 1999)
Setelah para jufat sok alim itu
menuduh Syaikh Sayyid Rasyid Ridha tanpa haq, lisan mereka tidak luput pula
memakan daging Syaikh Ahmad Surkati –rahimahullah-, sesungguhnya mereka gemar
sekali memakan daging para ulama dan mereka merasa nikmat dengannya,
atsar-atsar Ja’far masih melekat kuat dalam sanubari mereka, mereka baro’
terhadap Ja’far namun jiwa mereka masih satu dalam kesombongan dan gemar
mencela para ulama tanpa bayan… karakter Haddadiyun benar-benar menancap kuat
pada karakter mereka…
Berikut ini adalah penjelasan
beberapa masyaikh terhadap Syaikh Ahmad as-Surkati –rahimahullahu-
Sabtu, 24 Juli 1999 Pukul 13.00
Bertempat di Kantor al-Akh
Cholid Bawazer, Jl Jakarta Surabaya
Dengan disaksikan oleh al-Akh Muhammad
Aboud Bawazer dan al-Akh Cholid Aboud Bawazer, Ust. Abu Auf Abdurrahman
at-Tamimi menelpon al-Allamah Ali bin Hasan bin Abdil Hamid al-Halaby
al-Atsary. Setelah mengucapkan kalimat tarhib sebagaimana biasanya, beliau
bertanya kepada Syaikh Ali perihal kesehatan Imam Allamah Albani, dan Syaikh
Ali mengabarkan bahwa beliau dalam keadaan sakit hari-hari ini (semoga Allah
menyembuhkan beliau). Kemudian Ust. Abu ‘Auf bertanya tentang kehadiran Syaikh
Ali ke Indonesia, kapan bisa hadir? Lalu Syaikh menjawab beliau insya Allah
akan hadir pada akhir Agustus 1999 biidznillah.
Lalu, Ust. Abu Auf bertanya tentang
kitab Syaikh al-Allamah Ahmad bin Muhammad as-Surkati yang sebelumnya beliau
mengirimkan surat beserta buku-buku karangan Syaikh, seperti :
-
Majalah adz-Dzakhirah Islamiyyah
-
Kitab al-Masa`il ats-Tsalats
-
Shuratul Jawab
-
Muhadharat Islamiyyah I (30 halaman)
-
Sejarah hidup asy-Syaikh Abdul Aziz ar-Rasyid (beliau adalah Alim
Salafy utusan Raja Abdul Aziz pada Juli 1931 untuk menyebarkan dakwah di
Indonesia, dan beliau adalah murid Imam Mahmud Syukri al-Alusi dan temannya
Syaikh Muhammad Bahjat al-Baithar, gurunya Imam Albany) dan hubungan beliau
dengan Syaikh Ahmad Surkati dan Al-Irsyad yang ditulis DR. Ya’qub al-Hijji.
Ust Abu Auf bertanya apakah Syaikh telah
menerima buku tersebut? Beliau menjawab iya. Kemudian Ust Abu Auf bertanya
kembali : “Bagaimana pendapat antum terhadap buku-buku tersebut dan penulisnya
wahai Syaikh?”, Syaikh menjawab, “Lihat ya Abdarrahman, ana tidak hanya
mengatakan bahwa orang ini (yakni Syaikh Surkati) adalah seorang salafi, bahkan
beliau adalah Syaikhus salafy.” Kemudian Ust. Abu Auf bertanya kembali, “Apakah
begitu wahai Syaikh?”, beliau hafidhahullah menjawab, “Na’am, adapun jika ada
kesalahan-kesalahan beliau, hal ini bisa dima’afkan karena beliau hidup di
zaman lampau yang tidak sama dengan zaman kita sekarang ini.” Ust. Abu Auf
berkata, “Semoga Allah membalas anda dengan suatu kebaikan atas perhatian ini”,
syaikh menjawab, “Ini adalah suatu kewajiban ya Abdarrahman!”
Risalah ini telah disebarkan pada
tanggal 25 Juli 1999 dalam rangka membantah Ja’far Umar Thalib yang menuduh
Syaikh Surkati sebagai seorang mu’tazili aqlani. Dalam risalah ini juga
disertakan pernyataan Ust Abu Auf sebagai berikut, “bertaubatlah kepada Allah
wahai Ja’far, ini adalah nasehat saya untuk kau, dan jika kau tidak percaya
akan perkataan saya ini, silahkan hubungi Syaikh Ali Hasan agar kau mempercayai
kejujuran omongan saya ini, no telpon dan faks beliau : 00196253654645 dan
00196253997670.” Beliau menyatakan selanjutnya, “Karena biasanya seorang
pendusta membuat dia menyangka orang lain berdusta seperti dia.”
Semoga engkau juga dapat mengambil
pelajaran wahai jufat jahil merasa sok alim…!!!
Selasa, 20 Juli 1999
Bertempat di
kantor Lajnah Dakwah Pesantren Nurul Hakim Lombok
Al-Ustadz Abdurrahman bertanya kepada
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-’Aqil (Penulis buku Manhaj dan Aqidah Imam
Syafi’iy yang diterbitkan oleh Pustaka Imam Syafi’I) ketika berkunjung ke Lombok
yang disaksikan oleh :
- DR. Syaikh Ubaid
bin Abdillah as-Suhaimi (dekan Fakultas Ushuludin dan Dakwah Jamiah
Islamiyah Madinah).
- al-Ustadz Yazid
Jawas
- al-Akh Abdurrahman
bin Hizam
- al-Ustadz Mubarak
Bamu’allim
- al-Ustadz Ainur
Rafiq
- al-Ustadz Nur Ihsan
berikut ini pertanyaannya :
Ust Abu Auf : “Wahai Syaikh apakah
engkau telah membaca buku-buku Syaikh Ahmad Surkati?” (sebelumnya buku-buku
Syaikh Surkati telah diberikan kepada beliau)
Syaikh al-‘Aqil : “Sudah, dua kitab
yaitu al-Masa`il ats-Tsalats dan Suratul Jawab”
Ust. Abu Auf : “Bagaimana pendapat
antum??”
Syaikh al’Aqil : “Mumtazz… Mumtazz..!!!”
(dengan lantang).
Kemudian al-Ustadz Abdurrahman bertanya
kepada Syaikh Ubaid tentang perihal Syaikh Rasyid Ridha, dan beliau menjelaskan
bahwa Ja’far menuduhnya mu’tazili kholafi, maka Syaikh DR Ubaid menjawab,
“waina Ja’far wa waina Muhammad Rasyid Ridha?? (dimana Ja’far dan dimana
Muhammad Rasyid Ridha” kemudia beliau tertawa geli, dan melanjutkan ucapannya,
“la ahadun fi zamanihi nasyara aqidah salafiyyah mitsla Muhammad Rasyid Ridha
wa laa ahadun fi zamanihi naqoda ustadzahu (Muhammad Abduh) mitsla Muhammad
Rasyid Ridha” (artinya : Tak ada seorangpun di zamannya yang menyebarkan aqidah
salafiyyah semisal Muhammad rasyid Ridha dan tak ada seorangpun di zamannya
yang mengkritik ustadznya (Muhamad Abduh) semisal Muhammad Rasyid Ridha.)
Sebelumnya juga, Ust Abu ‘Auf bertanya
kepada Syaikh al-‘Aqil tentang Syaikh Rasyid Ridha, beliau menjawab, “Mungkin
dia (Ja’far) hanya membaca jilid awal (majalah al-Manar).” Beliau juga
menginformasikan akan ada risalah magister oleh tholib jami’ah tentang Syaikh
Rasyid Ridha yang akan dimunaqosyahkan tahun depan insya Allah, dan terakhir
beliau berkata, “waina ta’allam Ja’far hadza?” (Dimana gerangan Ja’far ini
belajar?).
Kemudian pada hari Kamis, 22 Juli
bertempat di villa al-Akh Sholih Harhara di Dindang Gile Lombok, Ust. Yazid
Jawas bertanya kembali kepada Syaikh Muhammad Abdul Wahab al-‘Aqil tentang
pendapatnya mengenai buku-buku Syaikh Surkati yang telah selesai dibacanya,
beliau menjawab, “saya telah membaca 2 buku terdahulu dan 40 halaman majalah
adz-Dzakhirah, sejauh itu saya belum menemukan bukti bahwa dia (Syaih Surkati)
seorang mu’tazili.
Risalah ini disebarkan pada tanggal 3
Jumadil Ula 1420/15 Agustus 1999.