Sekitar Hajr dan Pemboikotan
Oleh : Redaksi Majalah As-Asholah.
Alih bahasa : Muhammad Elvi Syam, Lc.
Hajr (pemboikotan) termasuk manhaj yang
mendasar dari manhaj ahli Sunnah Wal Jamaah ? pengikut salaf dan ahli hadits ?
untuk membantah orang-orang yang menyelisihi, sebagai sangsi terhadap ahli
bidah, dan menghina kesalahan serta menolak kebingungan mereka.
Tatkala manhaj ini didirikan di atas tonggak
yang kokoh, dan pondasi yang kuat, yaitu Al-wala ( berloyalitas ) di antara
orang-orang mukmin dan Al-baro ( berlepasdiri ) dari orang-orang yang sesat dan
menyimpang ( dari Agama ), maka haruslah meletakkan manhaj ini pada posisinya,
tanpa mencampuradukkan di antara sebab-sebabnya.
Dalam masa-masa terakhir dari kehidupan kaum
muslimin ini tampak di medan amal islami, gambaran yang aneh dan jauh dari
Islam. Gambaran itu adalah tahazzub ( berpartai-partai), bergolong-golongan dan
berkelompok-kelompok kecil. Hal ini menjadikan pemegang manhaj ini ( manhaj
tahazzub) membuat dasar-dasar kaidah yang khusus untuk menjaga struktur dan
keberadaan mereka. Dan untuk mengikat dan memelihara anggota-anggota mereka
dari pemikiran-pemikiran yang masuk ke dalam kelompok mereka.
Anda akan melihat mereka, yang tidak
mengijinkan anggota-anggotanya untuk bermajlis dengan penuntut-penuntut ilmu.
Jika mereka mengijinkan, mereka membatasi anggota-anggotanya dengan
batasan-batasan yang ketat. Apa bila mereka melihat perubahan pada
pemikiran-pemikiran anggota-anggotanya, maka mereka pun melarang
anggota-anggotanya itu untuk kembali datang ke majlis orang-orang yang memberi
teguran tersebut ( penuntut-penuntut ilmu tadi ). Jika anggota-anggotanya
bersikukuh ( bersikeras untuk datang ke majlis tersebut ), maka mereka
mengeluarkan instruksi-instruksi untuk pemutusan hubungan dan hajr (
pemboikotan ).
Dalam makalah ini kami tidak mendiskusikan
masalah hizbiyyah (fanatisme golongan ) dari akar-akarnya, - sebab sudah ada
tulisan-tulisan yang khusus membahasnya- akan tetapi kami ingin melirikkan
pandangan ke sekelompok manusia yang mencampuradukkan antara manhaj yang benar
dengan manhaj yang bersifat terorisme di dalam masalah pemboikotan dan
pemutusan hubungan ini.
Ya? Kami mengatakan terorisme, karena manhaj
ini berdiri di atas teror pemikiran, yang tidak membiarkan sentuhan (kritikan)
sekecil apapun terhadap salah seorang darin tokoh-tokoh yang diagungkan di
kalangan mereka. Apakah sentuhan (kritikan) itu dengan kebenaran yang terang
atau dengan kebatilan yang buruk. Maka dua hal ini tidaklah sama.
Di antara gambaran pemutusan hubungan dengan
cara bathil (tidak sah) ini adalah :
Kalau sebagian orang menulis suatu tulisan
atau buku, yang mana di dalamnya dia mengkritik suatu pemikiran, atau
memperingatkan suatu kesalahan atau membenarkan suatu manhaj, maka hal tersebut
menjadi pembuka pintu pergulatan pemutusan hubungan dari mereka, terhadap orang
yang mengkritik dengan kebenaran ini. Sampai-sampai, miskipun yang mengkritik
itu dari ahli sunnah dan para dainya.
Maka pintu-pintu pun tidak dibukakan
untuknya!
Bahkan perkataan dan kedustaan pun
disebarkan terhadap dirinya!
Bahkan tombak-tombak makar dan tuduhan pun
dilontarkan ke dadanya!
Bahkan buku-buku dan tulisan-tulisannya
dilarang!
Bahkan dia dihalangi dari rekan-rekannya
dari kalangan dai dan penuntut ilmu!
Bahkan manusia pun diperingatkan (ditahzir)
dan dijauhkan dari dirinya!
Hal ini merupakan manhaj yang jauh dari
bersihnya persaudaraan islam dan jernihnya kejujuran kasih sayang syari. Bahkan
itu merupakan pukulan terhadap intisari ukhuwah islamiyah, karena Nabi Muhammad
- sholallahu alaihi wa sallam ? bersabda :
artinya : " Sekuat - kuat tali keimanan
itu adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah ".
Karena, perbuatan tersebut merupakan cinta
terhadap individu-individu dan benci karena pemikiran semata.
Sampai kapankah pilihan ummat ini ? mereka
adalah para dai ? akan tetap menjadi tawanan (dikuasai) loyalitas hizby yang
dibenci !!
Kapankah para dai ini akan keluar dari
jurang yang dalam yang mereka menjatuhkan diri mereka sendiri ke dalamnya ?
Kapankah kaum muslimin akan bebas dari
belenggu pengagungan individu-individu serta pengkultusannya, supaya mereka
bisa terangkat dengan diri mereka sendiri menggapai ketinggian kebenaran dan
petunjuk!
Kami mengira sesungguhnya manhaj pemutusan
hubungan yang baru lagi tercela ini, mengingatkan kita akan gambaran pergulatan
yang lama antara (keluhuran) ahli rayi bersama ahli hadits. Dan mengembalikan
kita ke ring tipu muslihat (kezoliman) orang Asyari terhadap orang Hanabilah
pada masa abad pertengahan.
Semoga Misk
Khitam ( kata penutup dari majalah ) pada kesempatan kali ini merupakan
jalan untuk perbaikan dan kemajuan, demi melangkah ke depan.
( Dari Majalah al-Asholah, edisi perdana 15 Rabiustani 1413 H, team redaksi
adalah : syeikh Salim Ied Hilaali, syeikh Ali Hasan Abdul Hamid, Syeikh
Muhammad Musa Nasr, dan Syeikh Masyhur Hasan)