// left:300 maksudnya adalah menunjukan posisi 300 pixel dari kiri -->
DIALOG BERSAMA IKHWANI

DIALOG BERSAMA IKHWANI

Oleh: Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad asy-Syihhi

MUKADIMAH PENULIS

 

Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan kejelekan amalan-amalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak akan ada yang menyesatkannya. Dan barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tidak akan ada yang memberi petunjuk kepadanya.

 

Saya bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah kecuali hanya Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah seorang hamba dan utusan-Nya.

 

"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (Ali Imran: 102)

 

"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (An-Nisa: 1)

 

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar." (Al-Ahzab: 70-71)

 

Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan. Setiap perkara yang diada-adakan adalah bid'ah. Setiap bid'ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan ada di neraka.

 

Kemudian, sebagai pembukaan, saya katakan:

 

Ketahuilah -mudah-mudahan Allah Ta'ala memberikan taufik kepadamu dengan apa yang dicintai-Nya dan diridhai-Nya bahwasanya "dialog" yang ada di hadapanmu adalah dialog yang telah dirancang menurut manhaj Ikhwanul Muslimin dalam memberikan kerancuan kepada Ahlus Sunnah wal Jama'ah tanpa bisa mengetahui apa sebenarnya manhaj kelompok ini dan pemimpin-pemimpinnya.

 

Dialog yang saya tulis ini adalah terbersit dari sayang dan cinta kepadamu dan sebagai manifestasi dari sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dalam hadits shahih:

 

"Agama itu nasehat", maka kami (shahabat) bertanya, "Bagi siapa?" Bersabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, "Bagi Allah, bagi kitab-Nya, Rasul-Nya dan para imam kaum muslimin serta orang-orang awam dari mereka." (HR. Muslim)

 

Barangkali pembicaraan ini akan berat bagimu, tapi itulah al-haq -insya Allah-, oleh karenanya harapanku, agar kamu ikuti terus sampai selesai pembahasan ini kemudian kamu perhatikan: "Dengan siapa kebenaran (al-haq) itu? Maka jika kamu melihat bahwa kebenaran ada pada jamaahmu (Ikhwanul Muslimin) dengan dalilnya, maka janganlah kamu kikir untuk memberikan nasehat dan petunjuk kepada kami.

 

Akan tetapi jika sebaliknya (yakni al-haq tidak ada pada Ikhwanul Muslimin), maka tidak ada jalan bagimu, kecuali menerima al-haq itu dari manapun datangnya.

 

"Tidak patut bagi laki-lagi yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata." (Al-Ahzab: 36)

 

PASAL SATU KONDISI SEBAGIAN PIMPINAN KELOMPOK INI DAN MANHAJ MEREKA

 

Saudaraku, mudah-mudahan Allah Ta'ala menjagamu... Saya ingin bertanya kepadamu satu pertanyaan, tidak hanya satu, bahkan beberapa pertanyaan.

- Apa yang kamu ketahui tentang jamaah (kelompok) yang kamu ada di dalamnya?

- Apa yang kamu ketahui tentang manhaj dari jamaah ini...?

- Dan apa yang kamu mengerti dari sebagian pimpinan dan pendiri jamaah ini...? Seperti Hasan Al-Banna, Tilmisani, dan ... dan ...

- Apakah mereka berada dalam al-haq atau tidak?

 

Jangan kamu tergesa-gesa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan ini... kenapa? Dikarenakan jika kamu mengatakan kepadaku bahwa mereka dalam al-haq, maka akan saya tanyakan kepadamu: Apa dalilnya...? "Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu adalah orang yang benar."

 

Oleh karenanya saya katakan, kemarilah bersamaku untuk melihat dan menelaah: Apakah jamaahmu berada dalam al-haq atau tidak? Dan apa dalilnya...?

 

Maka kita memulai dengan menyebut para pendiri jamaahmu dan pimpinannya agar kita mengetahui manhaj mereka dan sedikit dari perbuatan mereka, akan tetapi... janganlah kamu marah, dan gelisah dulu, juga jangan ta'ashub (fanatik golongan)! Dan janganlah kamu menyangkal, kecuali dengan dalil!

 

Apabila kamu merasa ragu atau diragukan dengan apa yang saya nukil dari sebagian perkataan dan perbuatan mereka... maka tidak ada jalan lain bagimu, kecuali kamu merujuk kembali kepada rujukan-rujukan yang akan saya jelaskan, dan rujukan itu adalah dari hasil karya para pemimpin jamaahmu, bukan dari orang lain.

 

Saudaraku... -Mudah-mudahan Allah Ta'ala menjagamu-, spa yang akan kamu katakan, kalau seandainya ada seseorang yang mengabarkan kepadamu akan dirinya bahwa dia merayakan bid'ahnya perayaan Maulid Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dalam waktu 12 hari, dari awal bulan Rabi'ul Awwal setiap tahun, mengelilingi kampung bersama para pengikutnya, bersuka ria sambil mendendangkan nasyid-nasyid? Maka apakah kamu akan menyetujui dan diam (terhadap kemungkaran itu)? Apakah kamu akan mengikutinya? Dan menjadikannya sebagai pimpinanmu? Tidak ragu dan tidak bimbang lagi: Tidak (jawabnya, pent), jika engkau dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah! Kenapa? Karena apa yang dilakukannya adalah bid'ah sebagaimana telah kamu ketahui! Sekarang tahukah kamu siapa dia? Dialah Hasan Al-Banna pendiri kelompom Ikhwanul Muslimin.

 

Jangan... jangan... jangan marah dulu!

 

Karena dia sendiri yang berkata akan dirinya, bukan saya. Sebagaimana disebutkan dalam bukunya Mudzakkiraat ad-Da'wah wa ad-Da'iyyah halaman 48 dalam judul Contoh yang Baik, ketika beliau mengatakan: "Aku sebutkan bahwasanya sebagian dari kebiasaan kami adalah keluar pada acara Maulid Nabi shalallahu 'alaihi wasallam pada sebuah arak-arakan setelah sebelumnya kumpul. Hal ini berlansung setiap malam dari awal sampai tanggal 12 Rabi'ul Awwal, dimulai dari rumah salah seorang ikhwan. Suatu malam secara kebetulan kami bertemu, dansaat itu giliran pertemuan ada di rumah saudara kami Syaikh Syalaby ar-Rajjaal, maka kami pergi ba'da Isya' sebagaimana biasa, maka kami dapati sebuah rumah yang terang benderang, bersih dan semua serba siap. Kemudian dibaginya minuman kopi dan qirfah (sejenis makanan dari kulit kambing) sebagaimana biasa. Dan kami keluar pada sebuah arak-arakan sambil mendendangkan nasyid-nasyid tertentu dengan penuh suka cita dan bahagia."

 

Perhatikanlah dan renungkanlah... mudah-mudahan Allah merahmatimu.

 

Bahkan saudara dia (yakni Hasan Al-Banna), yaitu Abdurrahman Al-Banna, menguatkan masalah ini sebagaimana di kitabnya Hasan Al-Banna bi Aqlaami talaamidzatihi wa mu'ashirihi yang ditulis oleh Jabir Rizq, dalam judul "Hasan Al-Banna zamiil ash-Shibaa wa Rafiq asy Syabab". Di mana Abdurrahman Al-Banna mengatakan di halaman 71-72: "Maka berjalanlah -yakni Hasan Al-Banna- dalam sebuah arak-arakan, sambil mendendangkan nasyid-nasyid pujian kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam ketika hilal bulan Rabi'ul Awwal telah nampak. Kami berjalan dalam sebuah arak-arakan di sore hari pada setiap malam sampai malam 12 Rabi'ul Awwal sambil mendendangkan kasidah-kasidah pujian kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, dan di antara kasidah terkenal yang kami dendangkan di acara yang penuh berkah ini: "Bershalawat sang Ilah kepada Nur yang telah nampak bagi alam yang melebihi matahari dan bulan." Bait yang mulia didendangkan secara koor, sedangkan aku dan saudaraku (yakni Hasan Al-Banna) mendendangkan bersama bait-bait di bawah ini:

 

"Sang kekasih bersama yang lain telah hadir Mengampuni semua yang telah lewat dan berlalu Sungguh-sungguh beliau memutar khamrnya Hampir-hampir cahayanya menghilangkan pandangan Wahai Sa'ad, ulangilah bagi kami penyebutan kekasih ini. Benar-benar mengacaukan pendengaran kami wahai penyanyi. Sungguh beliau tidak menyusun larangan yang miring pakaiannya Tidak diragukan lagi bahwa kekasih kaum telah hadir."

 

Tahukah kamu siapakah Al-Habib (kekasih) yang mereka maksudkan telah hadir di tengah-tengah mereka? Dan mengampuni dosa-dosa mereka? Tidak lain maksud mereka adalah Nabi shalallahu 'alaihi wasallam! Laa haula wala quwwata illa billah.

 

Wahai saudaraku... demi Allah, kamu mesti sadar dari kelalaianmu... cemburulah kepada syariat dan akidahmu! Karena, bagaimana mungkin kamu ikuti orang yang mendudukkan nabimu memilikimu sifat maghfirah (mengampuni) yang itu adalah hak khusus bagi Allah Ta'ala saja.

 

Mereka beri'tikad bahwa nabi kita dan teladan kita Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam telah menghadiri bid'ah mereka dan mengampuni dosa-dosa mereka. Maha suci Engkau, wahai Rabb kami, ini adalah kedustaan yang besar.

 

Saudaraku... mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepadaku dan kepadamu ke jalan yang lurus.... Apa yang akan kamu katakan, kalau seandainya seseorang bercerita kepadamu bahwa dia bergaul dengan ahli bid'ah dan mengambil bid'ah dari mereka, bahkan terbiasa dengan majlis-majlis bid'ah mereka yang mereka namakan hadhrah (kehadiran) tiap malam... sampai dia berterus-terang kepadamu tentang masalah ini bahwasanya dia telah sangat kenyang dengan fikrahnya (pemikiran) tarikat Al-Hashafiyyah yang bid'ah itu...! Tidak ragu lagi pasti dan pasti kamu akan sangat mengingkarinya... hal ini dikarenakan dia telah berbuat bid'ah dalam ad diin ini.

 

Saya katakan: Tenanglah... jangan marah dulu, dikarenakan Hasan Al-Banna adalah pimpinanmu jamaahmu! Dia berkata di bukunya: Mudzakirat ad-Da'wah wa ad-Da'iyah hal 23: "Dan aku berkawan dengan orang-orang Al-Hashafiyyah di Damanhur, dan aku biasa hadir di masjid At-Taubah setiap malam. Dan di halaman 27 dari kitab ini juga dia berkata: "Aku singgah di kota Damanhur dalam kondisi kenyang dengan fikrah Al-Hashafiyyah, kota Damanhur ini adalah tempat dimakamkannya Syaikh Sayyid Hushain al-Hashafi, Syaikhnya Tarikat Al-Hashafiyyah yang pertama.

 

Sekarang tahan sedikit dengan pertanyaanku... Apa yang akan kamu katakan tentang menganggap entengnya Al-Banna pada khilaf yang terjadi antara Salaf dan Khalaf tentang sifat Allah Ta'ala...? Dan apa yang kamu katakan pula tentang tuduhannya (Al-Banna) kepada Salaf, bahwasanya Salaf itu kadang-kadang menta'wil, kadang-kadang ghuluw (berlebihan) dan kadang-kadang melampaui batas dalam hal ini (yakni dalam memamahi sifat Allah Ta'ala)? Dan apa yang akan kamu katakan tentang adopsi kepada madzhab Tafwidh? Mudah-mudahan Allah menyelematkan aku dan engkau dari penyimpangan dan kesesatan.

 

Inilah yang dia (Al-Banna) jelaskan dalam kitabnya Al-'Aqaid hal 74, tatkala dia mengatakan setelah membeberkan dua jalan, Salaf dan Khalaf: "Dan dua tarekat ini (Salaf dan Khalaf) merupakan sumber khilaf yang besar di antara ulama ahlul kalam dari imam-imam kaum muslimin. Dan masing-masing mendasari madzhabnya dengan hujjah-hujjah dan dalil-dalil, seandainya kamu teliti masalah ini pasti kamu akan mengetahui bahwasanya jarak perselisihan di antara dua jalan ini (Salaf dan Khalaf) tidak berarti sedikitpun (dari perselisihan ini), seandainya masing-masing dari dua kelompok ini meninggalkan sikap memberontak dan melampaui batas, dan bahwasanya pembahasan dalam permasalahan seperti ini tidak membawa hasil pada akhirnya kecuali satu, yaitu tafwidh bagi Allah Ta'ala."

 

Dan perkataannya juga tentang tuduhannya kepada Salaf dengan ta'wil hal 26: "Apabila telah ditetapkan ini, maka sepakatlah antara Salaf dan Khalaf dalam asas ta'wil."

 

Dan perkataannya juga pada hal 77-78: "Dan kesimpulan dari pembahasan ini ialah bahwasanya Salaf dan Khalaf telah bersepakat bahwa yang dikehendaki adalah bukan zhahir yang diketahui di antara manusia, maka inilah ta'wil secara umum. Dan kedua kelompok ini (Salaf dan Khalaf) sepakat pula bahwasanya setiap ta'wil yang berlawanan dengan dasar-dasar syariat adalah tidak diperbolehkan. Maka perselisihan ini terbatas hanya pada menta'wil lafazh-lafazh yang dibolehkan oleh syara', dan ini masalah yang sepele sebagaimana kamu lihat. Dan masalah yang mestinya orang-orang salaf kembali lagi kepadanya. Sementara masalah yang paling penting untuk diarahkan dan diperhatikan oleh kaum muslimin saat ini adalah mengarahkan dan menuju kepada persatuan barisan dan penyatuan kalimat semacam kita."

 

Aku katakan: Nukilan ini sebagaimana kamu lihat -mudah-mudahan Allah menjagamu- tidak ada satu makalah pun (perkataannya Al-Banna), kecuali ada tiga point yang mestinya diperhatikan.

 

PERTAMA: Tuduhannya (Al-Banna) kepada Salaf bahwa mereka kadang-kadang Tafwidh 1), dan kadang-kadang suka menta'wil, dan orang-orang salaf berlepas diri dari tuduhan ini.

KEDUA: Adopsinya dia (Al-Banna) kepada madzhab tafwidh, yang hal ini lebih jelek dari ta'wil.

 

Dan kamu pun tahu bahwa akidah kita Ahlus Sunnah wal Jama'ah, adalah menetapkan apa yang telah Allah Ta'ala tetapkan tentang diri-Nya dalam kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya shalallahu 'alaihi wasallam dari nama-nama dan sifat-sifat Allah, sesuai dengan keagungan-Nya, tanpa merubah (tahrif), tanpa mengosongkannya (ta'thil) dan tanpa mempertanyakannya (takyif), serta tanpa menyerupakannya (tamtsil). Adapun Al-Banna maka dia telah menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam masalah ini dan mengadopsi madzhab At-Tafwidh yang hal ini adalah lebih jelek dari madzhab ta'thil.

 

Maka berdasarkan apa yang telah dilakukan oleh Al-Banna dalam memahami asma-asma Allah dan sifat-sifat-Nya: "...seharusnya bagi kita untuk diam dari sifat ini dan menyerahkan maknanya kepada Allah Ta'ala. Oleh karena itu, jika Allah Ta'ala menyifati diri-Nya bahwasanya Allah Ta'ala itu Maha Mendengar, maka wajib bagi kita untuk diam dari makna sifat ini, dengan menyerahkannya kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala."

 

Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah satu kesesatan -kita berlindung kepada Allah darinya- hal ini dikarenakan Allah Ta'ala telah berbicara kepada hamba-hamba-Nya dengan apa yang mereka mengerti dari asal makna sebagaimana telah tetap demikian dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Adapun dari segi hakekat dan kenyataannya yang telah ditunjukkan dengan makna (arti) tersebut, maka itu termasuk dari apa-apa yang Allah Ta'ala simpan dalam ilmu-Nya yang berkaitan dengan Dzat dan sifat-sifat-Nya.

 

Oleh karenanya, maka apabila Allah Ta'ala telah menetapkan bagi diri-Nya bahwasanya Allah memiliki sifat mendengar, maka sifat "mendengar" adalah maklum dari segi asal makna kata tersebut, yakni mengetahui suara, akan tetapi hakekatnya (makna tersebut) dari segi mendengarnya Allah Ta'ala, tidak bisa diketahui. Dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin hafizhahullah telah menjelaskannya dalam Syarh Aqidah Safariniyyah (Ad-Durah al-Madhiyyah li Aqidah al-Firqah al-Mardhiyah).

 

Di mana beliau mengatakan ketika mengomentari perkataan pengarang buku itu: "Dan setiap apa yang datang dari ayat atau berita yang shahih dari orang yang tsiqah dari hadits-hadits, maka kami membiarkannya sebagaimana telah datang, maka dengarlah dan ketahuilah."

 

Maka beliau (Syaikh Ibnu Utsaimin) hafizhahullah berkata: "Ini adalah satu kaidah yang disebutkan oleh pengarang buku ini, bahwasanya semua datang dalam Al-Qur'an atau apa yang telah shahih dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, maka sesungguhnya kita membiarkannya sebagaimana adanya, dan seperti inilah yang telah diriwayatkan dari as-salaf yang mereka berkata dalam mengimani ayat-ayat sifat (yakni sifat-sifat Allah Ta'ala) dan hadits-haditsnya: 'Biarkanlah sebagaimana datangnya tanpa mempertanyakan (hakekatnya)'. Maka wajib bagi kita untuk membiarkannya sebagaimana adanya."

 

Akan tetapi apakah kita memberlakukannya secara lafazh, artinya kita memberlakukan lafazhnya saja (tanpa makna, pent) atau memberlakukan lafazh dan maknanya sekaligus? Jawabannya adalah yang kedua: "Adapun yang pertama, maka ini adalah madzhab yang batil yang disebut sebagai madzhab ahli tafwidh atau mufawidhah, sebagaimana perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: "Termasuk sejelek-jelek perkataan ahli bid'ah dan ilhad (yakni madzhab tafwidh). Dikarenakan mereka dengan madzhab ini telah berbuat kesalahan yang besar. Di mana mereka menjadikan (menuduh) kaum muslimin bodoh dengan makna dari ayat-ayat dan hadits-hadits tentang sifat-sifat (Allah). Ini adalah satu bahaya besar, jika kita beribadah dengan lafazh-lafazh hukum syar'i seperti shalat, wudhu, zakat dan haji, maka bagaimana kita tidak beribadah dengan ayat-ayat sifat sehingga kita paham dengan makna-maknanya?

 

Yang penting kita membiarkannya, sebagaimana datangnya dan sudah menjadi satu kejelasan bawa lafazh-lafazh itu datang dengan membwa makna, maka

wajib untuk menetapkan lafazh ini dan menetapkan makna yang dikehendaki dari lafazh itu." (sampai di sini perkataan Ibnu Taimiyah).

 

KETIGA: Adopsinya dia (Hasan Al-Banna) kepada madzhab taqrib (pendekatan) di antara kelompok-kelompok sesat dan ahli al-haq. Dan ini nampak dari perkataannya di kitabnya Al-'Aqaid hal. 78: "dan hal yang paling penting untuk diarahkan perhatian kaum muslimin sekarang ini adalah 'menyatukan barisan dan menyatukan kalimah semampu kita, ke sanalah jalan yang kita tempuh'."

 

Dan ini adalah "alasan" dalam kaidah mereka yang terkenal: "Kita bekerja sama dengan apa yang kita sepakati, dan saling memberikan udzur (toleransi) dengan apa yang kita berbeda dalam masalah itu." Oleh karenanya kita dapati dalam jamaah ini yang kamu ada di dalamnya, bahwasanya masuk ke dalam jamaah ini seroang salafi 2), Asy'ari, Sufi dan orang-orang yang semodel itu, bahkan orang Nashrani sekalipun. 3)

Bukan...bukan...bukan saya yang berbicara demikian, akan tetapi yang berbicara adalah Dr. Hasan Hathut, seroang Doktor dari generasi Ikhwanul Muslimin tahun 50-an di mana dia berkata di buku Hasan Al-Banna bi aqlaami talamidzatihi wa mu'ashirihi di bawah judul Tuhmah at-Ta'ashub (Tuduhan Fanatik) hal 188-189: "Ketika menyebut fitnahnya orang-orang Qibty (Mesir) maka banyak dari mereka yang berusaha untuk menempelkan terhadap orang ini 4) dan dakwahnya dengan tuduhan ta'ashub (fanatik) melawan orang Nashrani atau memecah-belah di antara umat. Dan Allah Ta'ala serta orang-orang yang hadir dari orang-orang yang benar menjadi saksi bahwa sedikitnya itulah yang benar... dan orang ini (yakni Hasan al-Banna) bukanlah dai yang mengajak kepada kebencian dan perpecahan. Dan dia dulu memberikan penjelasan bahwa dakwah untuk menegakkan syariat Islam tidak mungkin hanya untuk orang-orang Qibti (Mesir), dikarenakan syariat Islam ini akan ditegakkan kepada kita dan kepada mereka (yakni orang-orang Nashrani) secara sama rata. Dan dakwah ini tidaklah menuntut secara mutlak akan kenasraniannya seorang Nashrani, akan tetapi syariat ini adalah kumpulan undang-undang yang tidak didapatkan penggantinya pada agama Nashrani. Dan hukum-hukumnya tidak akan terbantah. Dan hal ini seandainya ada di kitab Injil undang-undang ini, pasti orang-orang Nashrani akan bergegas mengambil undang-undang kitab Injil, dan tidak didapatkan pada Islam kepura-puraan pada masalah ini. Selagi pendapat orang banyak tidak dinafikan (dilenyapkan) bersama agama yang minoritas, maka tidaklah ada orang yang zhalim dan yang dizhalimi." (sampai di sini perkataannya).

 

Kemudian selanjutnya penulis itu sendiri menyatakan, "Dan dakwah orang ini (yakni Hasan al-Banna) telah berkumandang dan dibenarkan oleh orang-orang yang paham dari kalangan kaum muslimin dan orang-orang Mesir 5), dan cukup saya sebutkan orang-orang yang menuduh bahwa orang ini (yakni Hasan al-Banna), adalah musuh orang-orang Nashrani, bahwasanya ustadz Louis Faanus dari pembesar orang-orang Qibti (Mesir) -dan dia sudah mati- dia dahulu adalah orang yang aktif hadir pelajaran hari Selasa yang disampaikan oleh Hasan al-Banna, dan hubungan antara dua orang ini adalah sangat erat sekali. Dan ketika Hasan al-Banna dicalonkan pada pemilu untuk jadi anggota parlemen, wakilnya yang memegang kendali di salah satu panitia pemilu adalah seorang Qibti (yakni Nashrani, subhanallah).

 

Di dalam buku Dikrayaat La Mudzakaraat, yang dikarang oleh Tilmisani, pada halaman 263-264 mengatakan, "Dan pada tahun empat puluhan -seingat saya Sayyid al-Qummy, dia bermadzhab Syi'ah- menjadi tamu bagi orang-orang Ikhwanul Muslimin di markas pusat, dan pada saat itu al-Imam as-Syahid (yakni Hasan Al-Banna) bekerja secara sungguh-sungguh dalam rangka pendekatan di antara madzhab-madzhab yang ada." (sampai di sini perkataannya).

 

Dan Tilmisani juga berkata dengan menukil perkataan Al-Banna di kitab yang sama, halaman 264, "Syi'ah itu memiliki golongan-golongan (sekte-sekte) yang menyerupai pendekatan di antara madzhab yang empat dari kalangan ahli sunnah, ... dan di sana ada perkataan 6) yang mungkin untuk dilenyapkan, seperti nikah mut'ah dan jumlah istri bagi seorang muslim, dan ini hanya dianut oleh sebagian firqah mereka dan permasalahan-permasalahan seperti ini yang tidak pantas untuk dijadikan sebab pemutusan hubungan di antara Ahli Sunnah dan Syi'ah.

 

Wahai saudaraku -mudah-mudahan Allah Ta'ala merahmatimu-.

 

Inilah jalan dan madzhab yang ditemput Al-Banna dalam rangka 'pendektan di antara firqah-firqah', yang orang-orang Salafus Shlaih dan Ahlis Sunnah wal- Jama'ah menghukuminya sebagai satu kesatuan.

 

Maka demi Allah, tidaklah jalan ini yang -telah ditempuh Hasan Al-Banna- bisa membangkitkan ghirah (kecemburuan) di hatimu dan akidahmu yang shahih dan benar?

 

Dan tidakkah nukilan-nukilan yang telah saya jelaskan kepadamu tentang keadaan tokoh dan pimpinan jamaah ini dan manhajnya, cukup untuk sebagai alasan kamu berpisah dari jamaah ini dan manhajnya (yang sesat)? Hal ini tidak diragukan lagi... akan tetapi jika engkau dari kalangan Ahlus Sunnah wal-Jama'ah.

 

Saudaraku -mudah-mudahan Allah menunjukkan dan membimbingmu ke jalan yang benar-...

 

Bukankah engkau dari Ahli Sunnah wal Jama'ah? Kamu tentu akan menjawab, "Ya...", kalau begitu saya akan bertanya kepadamu. Apa yang akan kamu kerjakan seandainya kamu berada di salah satu kuburan, dan kamu lihat kaum muslimin ber-istighatsah 7) dengan kubur-kubur sebagian dari para wali dan orang-orang shalih? Apakah kamu akan mengingkari mereka dalam masalah ini? Tidak ragu lagi pasti kamu akan menjawab, "Ya." Kenapa? Dikarenakan perbuatan mereka ini adalah satu kesyirikan yang besar sebagaimana tidak tersamar lagi bagimu. Kemudian masalah ini tidak bisa diremehkan dan tidak didiamkan begitu saja.

 

Akan tetapi aku katakan, "Tenang dan pelan-pelanlah -mudah-mudahan Allah menjagamu-, dikarenakan jika itu kamu kerjakan, berarti kamu telah dicela dan dianggap jelek (dan kotor) oleh pimpinanmu dan ketua jamaahmu yang ketiga, Umar Tilmisani, di mana dia mengikrarkan dalam bukunya Syahiid al-Mihrab halamn 197, katanya, "Maka tidak perlu -kalau demikian- kepada sikap keras di dalam mengingkari orang-orang yang beri'tikad akan adanya karamah bagi para wali 8) dan merendahkan diri kepada mereka di kubur-kubur mereka yang nampak, dan berdoa di kubur-kubur itu ketika terkena musibah."

 

Sekarang kita bersama teladanmu dan salah seorang pimpinanmu!

 

Apa yang akan kamu katakan jika ada orang yang kamu percaya kepadanya, kemudian dia bercerita tentang seorang Zaid. Dan dia berkata kepadamu, bahwa Zaid ini dari kalangan dai besar yang memiliki ketakwaan dan wara' (sikap hati-hati) dan dia termasuk dari kalangan orang-orang yang mengikuti Nabimu shalallahu 'alaihi wasallam dan seterusnya kemudian setelah kamu mendengar cerita itu, tiba-tiba kamu dikejutkan dengan Zaid yang telah dipuji-puji ini, kamu dapatkan dia sedang mendengarkan musik, bahkan mendatangkan sejumlah penari-penari perempuan Perancis dan dia (Zaid itu) ikut menari dan berdansa dengan mereka di salah satu bar!

 

Bahkan apa yang akan kamu katakan seandainya kamu tahu, bahwa dia saking getolnya dan perhatiannya kepada film sinema, dia shalat Zhuhur dan Ashar dengan dijama' dan diqashar (diringkas) pada hari Jum'at, dia lakukan demikian karena takut akan luput darinya film sinema ini!

 

Bukankah kamu akan membencinya karena Allah? Dan bukankah kamu akan mengingkarinya? Tidak ragu lagi kamu akan mengatakan, "Ya." Tahukah kamu siapa orang ini? Aku katakan, tenang... tenanglah wahai saudaraku. Sesungguhnya orang itu adalah pimpinan jamaahmu yang ketiga yakni Umar Tilmisani. Jangan gelisah dan jangan kamu berdusta!

 

Bukanlah saya yang mengada-ada terhadapnya, akan tetapi dia sendiri yang berbicara tentang dirinya. Oleh karenanya, saya katakan: Ikuti saya dan perhatikan apa yang saya nukilkan dari bukunya Dzikrayaat la Mudzakkiraat di mana dia berkata pada halaman 10, ketika menceritakan sejarah masa mudanya, "Aku belajar dansa ala Perancis di aulanya Imaduddin, dan sekali belajar tarian membayar 3 junaih 9), maka aku pelajari Dinset Foks Troot, Syar Liston dan Tanjo, juga aku belajar bermain gitar.

 

Di sini, saya katakan, jangan tergesa-gesa dulu dengan apa yang telah jelas bagimu... yakni bahwa tarian yang dia pelajari dulu, adalah waktu masa mudanya kemudian dia bertaubat darinya. Maka kalau seandainya demikian jangan dia (Tilmisani) itu diingkari, dikarenakan kita semua adalah punya kesalahan. Dalam hadits dikatakan:

 

"Semua anak Adam adalah bersalah, dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang mau bertaubat." 10)

 

Akan tetapi orang ini (Tilmisani) menguatkan dan meyakinkan perbuatannya, seolah-oleh dia menyangka bahwa dia dari kalangan Samaahatul Islam - mudah-mudahan Allah mengasihi dan mengampuninya-.

 

Bahkan dia menuduh bahwa orang yang mengingkarinya adalah termasuk orang-orang yang keras (Mutasyaddidiin), seperti dia katakan dalam mukadimah kitabnya, Dzikrayaat la Mudzakkirat halaman 3-4, "Dan kehidupanku, ada yang tidak disenangi oleh orang-orang yang 'berhaluan keras' dari kalangan Ikhwan (sendiri) atau yang lainnya, seperti tarian (ala) Perancis dan musik serta kesenangan untuk frontal dalam kehidupanku yang jauh dari ikatan keteguhan dan komitmen, yang hal ini tidak pernah diperintahkan oleh agama apapun, apalagi agama Islam yang Nabi kita shalallahu 'alaihi wasallam menyifatinya secara makna, "Bahwa agama ini longgar (samhah) tidak seorang pun yang keras terhadapnya kecuali dia akan terkalahkan."

 

Dan perkataannya pada halaman 100 dari buku yang sama dalam judul Keajaiban di penjara Qanaa', "Dan terjadilah satu peristiwa antara kau dengan dia 11) tentang Ummu Kultsum 12), yang dia berkeinginan untuk menyenangkanku, maka dia pun tahu kalau salah satu dari lagu-lagunya Ummu Kultsum yang memikat perhatianku dan aku senang untuk mendengarkannya. Dan aku pun beranjak ke tempat tidurku di rumah sakit penjara, ketika itu dia ada di situ juga (rumah sakit). Ketika aku sedang terlelap tidur, seakan-akan aku mendengar lagu ini dari Ummu Kultsum, maka aku pun pelan-pelan mencari kejelasan asal suara itu. Tiba-tiba aku melihat radio transistor ada di dekat pipi sampingku, dan Ummu Kultsum sedang mendendangkan lagu ini."

 

Dan perkataannya juga pada halaman 16 dalam judul 'Shalaitu fi as-Sinema' dari buku ini juga, "Bahwasanya ketika aku bekerja sebagai pembela (di dalam pengadilan), aku singgah pada hari Jum'ah untuk nonton film-film di gedung film, segera aku bergegas mengambil kesempatan untuk istirahat al-Intrakaat untuk menunaikan shalat Zhuhur dan Ashar dengan dijama' dan diqashar di salah satu pojok gedung film di mana saat itu aku berada."

 

Maka sekarang wahai saudaraku....

 

Bukankah sudah saatnya kamu bangkit dan bangun dari tidurmu?

 

Demi Allah! Sesungguhnya saya sangat heran kepada orang yang telah mengetahui apa yang aku tunjukkan, kemudian dia tetap dalam sikapnya (yang batil) dengan penuh kesombongan dan ta'ashub (fanatik).

 

Footnote:

1) ketika dia (al-Banna) berkata tentang madzhab salaf dalam mengimani sifat-sifat Allah Ta'ala hal 75: "Aku telah mengetahui bahwa madzhab orang salaf pada ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah Ta'ala, mereka menyikapi ayat-ayat dan hadits-hadits itu sebagaimana adanya dan mereka diam dari menafsirinya* atau menta'wilnya." Pada hal 66 dia berkata: "Adapun orang-orang salaf -mudah-mudahan Allah meridhai mereka- mereka mengatakan: "Kami beriman dengan ayat-ayat dan hadits-hadits ini sebagaimana adanya, dan kami membiarkan penjelasan maksudnya Allah Ta'ala." Maka menetapkan adanya tangan, maka bersemayam (istiwa'), sifat tertawa, sifat heran... dan sebagainya, yang semua itu dengan makna-makna yang kita tidak mengetahuinya." (Kitab 'Aqa'id). Aku katakan: Yang nampak olehku -wallahu a'lam- bahwa Al-Banna rahimahullah belum jelas baginya madzhab as-salaf dalam masalah ini. Hal ini terlihat jelas pada perkataannya tentang orang-orang salaf dalam mengimani sifat- sifat Allah Ta'ala, bahwa mereka dia dari menafsirinya. Dan perkataannya juga, bahwa semua itu yakni "menyikapi sifat-sifat Allah dengan makna-makna yang kita tidak mengetahuinya", tidak ragu lagi bahwa ini adalah tafwidh. Dan salaf rahimahullah berlepas diri dari tuduhan ini sebagaimana kamu ketahui, bahwa mereka menafsiri sifat-sifat Allah dari sisi makna tidak dari sisi hakikat dan keberadaannya.

* Sementara imam Sufyab Ibnu Uyainah berkata: "Semua apa yang Allah Ta'ala telah menyifati diri-Nya dalam kitab-Nya maka tafsirnya adalah membacanya dan diam." (Lihat Aqidatus Salaf Ashabul Hadits, hal. 70). Pent.

2) Dari kalangan ahli sunnah, setelah mendapat kerancuan dan syubhat dari kelompok ini.

3) Yaitu ketika salah seorang Nashrani menjadi wakil al-Banna pada salah satu kepanitiaan pemilihan umum, dan akan dijelaskan dari nukilan-nukilan berikut.

4) Yakni Hasan al-Banna dan dakwahnya.

5) yakni orang-orang Nashrani.

6) Yakni di antara Ahlus Sunnah dan Syi'ah.

7) Minta pertolongan untuk dilepaskan dari kesulitan (rsd)

8) Dan kami alhamdulillah dari akidah kami adalah menetapkan adanya karamah para wali, dan kamu sependapat dengan dia dalam sisi ini, adapun sisi yang kedua dari omongannya maka itu adalah perkataan yang sangat batil. Wal'iyadzubillah.

9) Mata Uang Mesir

10) Lihat Shahihul Jami' no. 4515

11) Salah seorang penghuni penjara

12) Seorang artis Mesir terkenal

 

PASAL DUA AL-HIZBIYYAH DAN KEJELEKAN-KEJELEKAN TANZHIM YANG BERSIFAT RAHASIA

 

Saudaraku... mudah-mudahan Allah Ta'ala memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada apa yang Allah sukai dan Allah ridhai.

 

Sebenarnya aku menilai sikap hizbiyyah yang sempit dan hidup di jamaahmu, adalah termasuk dari sebab yang paling asasi dan telah menjadikan umat ini dalam firqah-firqah serta kelompok-kelompok.

 

Barangkali kamu akan keheranan dengan hal ini.... Akan tetapi aku katakan: Kemarilah bersamaku untuk melihat sejauh mana kebenaran penilaianku. Sebelum saya mulai, saya ingin bertanya kepadamu dengan satu pertanyaan.

 

Apakah kamu masuk dalam tanzhim rahasia yang ada di jamaahmu? Jika jawabnya, "Ya...", maka perhatikanlah.... Apa yang kamu rasakan dari muamalah mereka terhadapmu sebelum dan sesudah kamu masuk dalam tanzhim ini? Bukankah di dalamnya ada perbedaan-perbedaan besar? Tidakkah kamu bertanya-tanya mengapa berbeda seperti ini? Akan aku katakan kepadamu mengapa demikian....

 

Dikarenakan loyalitas dan muamalah mereka dengan manusia berasaskan tanzhim ini, ...maka barangsiapa yang berada dalam tanzhim ini, dialah kawan akrabnya, dialah orang yang patuh, ... dialah saudara..., dan dialah syaikh 1), ... dialah... dialah.... Dan barangsiapa yang belum menjadi anggota dan masuk dalam tanzhim mereka ini, tapi dia membela pemikiran mereka ini, maka dia adalah penolong... dialah yang membantu... dialah yang bisa diajak kerjasama. Orang biasa... orang yang baik....

 

Adapun orang yang tidak masuk dalam tanzhim mereka, akan tetapi dia mengikuti dalili dari kitab dan sunnah dengan pemahaman salaful ummah, dari shahabat Nabi kita Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat..., maka dia adalah orang yang suka mengkafirkan (mukaffir), dialah orang yang suka membid'ahkan..., dia orang pemerintahan dn dia adalah utusan dari badan keamanan (intelijen)..., dialah orang yang bodoh dengan waqi' (fakta), dialah orang yang suka memecah belah... dialah... dialah... dan seterusnya.

 

Oleh karenanya aku katakan: Sebaiknya kamu tahu wahai saudaraku, mudah-mudahan Allah menyelamatkanmu.... Bahwa perbedaan yang mencolok antara jamaahmu dan jamaah ahli haq dalam masalah ini... bahwasanya dilihat, loyalitas mereka adalah untuk Allah dan Rasul-Nya shalallahu 'alaihi wasallam serta orang-orang yang beriman.

 

Adapun jamaahmu 2) maka loyalitasnya adalah untuk Allah dan Rasul-Nya shalallahu 'alaihi wasallam serta untuk orang yang masuk dalam tanzhim kelompok Ikhwanul Muslimin. Barangkali kata-kata terakhir ini terasa amat berat di hatimu, akan tetapi itulah kenyataan yang tidak ada keraguannya.

 

Di sini saya katakan kepadamu.... Seandainya kamu bepergian ke salah satu negeri... kemudian di perjalanan ketemu dengan tiga orang, seorang dari mereka dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, Salafi, ath-Thaifah al-Manshurah (golongan yang ditolong), al-Firqah an-Najiyah (golongan yang selamat), seorang lagi dari Jamaatut Tabligh dan yang lainnya dari Ikhwanul Muslimin... maka kamu duduk dengan mereka dan terjadi perbincangan di antara kalian dan saling mempersilahkan sebagian kalian dengan sebagian yang lain, dan kamu mulai memperkenalkan dirimu kepada mereka, kemudian masing-masing mereka pun memperkenalkan dirinya.

 

Maka berkata seorang dari mereka: Saya Fulan bin Fulan seorang ikhwani, kemudian yang kedua pun mengatakan saya Fulan bin Fulan seorang salafi, yakni orang yang mengikuti kitab dan sunnah atas pemahaman salaful ummah, maka sekarang sikap apa yang akan kamu tampakkan dari mereka ini?

 

Saya katakan kepadamu: Pasti kamu merasa bahagia dan sangat condong kepada orang yang pertama kamu mendengar bahwa dia adalah seorang ikhwani, kemudian kamu akan merasa berat hati, dan menjaga jarak serta berbagai basa-basi akan muncul olehmu, ketika kamu mendengar bahwa dia adalah seorang tablighi.

 

Adapun ketika kamu mendengar nama yang ketiga bahwa dia seorang salafi, maka akan nampak raut muka yang masam di wajahmu dan perubahan yang cepat (salah tingkah) dalam muamalah terhadapnya. Maka inikah wala' (loyalitas) untuk orang-orang beriman ataukah untuk jamaah Ikhwanul Muslimin? Tidak ragu lagi, loyalitas ini adalah untuk jamaah Ikhwanul Muslimin.

 

Adapun borok-borok tanzhim rahasia, maka Allah-lah tempat dimintai pertolongan. Hal ini karena tanzhim inilah yang telah membawa kita kepada bencana, dan tanzhim inilah yang telah membuat jurang yang menganga di antara Hukkaam (penguasa negara) dan para dai serta orang-orang yang berbuat islah (perbaikan) dengan apa yang telah memberi kesempatan kepada orang yang menyimpang dari kalangan sekuler dan yang lainnya, agar mereka bisa lebih mendekatkan diri kepada kelompok yang punya kedudukan untuk mereka bisa mencapai maksud dan tujuan mereka.

 

Bahkan tanzhim inilah yang telah menjadikan semua pemerintahan mengarahkan pandangan mereka kepada shahwah al-Islamiyyah (kebangkitan Islam) dengan pandangan takut dan waspada akan terjadi satu bentuk perubahan. Hal ini jelas sekali, tidak ada kerancuan dan tidak ada debu yang menghalangi (menutupi).

 

Maka wahai saudaraku...

 

Apa perlunya kita kepada "kerahasian" (sirriyah) di negeri-negeri Islam, lebih-lebih di negara-negara Teluk? Kecuali hanya sekedar kebutuhan orang-orang Ikhwan yang mereka sangat takut untuk menampakkannya?

 

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah dalam kitabnya Az-Zuhd halaman 353 dari Umar bin Abdul Aziz, katanya:

 

"Jika kamu lihat satu kaum yang mereka saling mengadakan 'pembicaraan rahasia' dalam agama mereka, tanpa menceritakannya kepada orang banyak, maka ketahuilah bahwa mereka berada dalam satu dasar kesesatan."

 

Oleh karenanya saya katakan: "Sesungguhnya akidah kami; salafiyyin (Ahlus Sunnah wal Jama'ah), ath-Thaifah al-Manshurah (golongan yang ditolong), al-Firqah an-Najiyah (golongan yang selamat) terhadap Hukkam (penguasa negara) kami kaum muslimin, bahwa kita tidak boleh keluar dari (ketaatan) mereka, walaupun pada mereka terdapat kezhaliman, kepalsuan, kefasikan dan kesenjangan, selagi mereka tidak mengumumkan secara jelas di depan orang banyak bahwa mereka tidak

 

menghendaki dan tidak menyukai syariat Allah Ta'ala, dan mereka kafir kepada Allah dengan kekafiran yang nampak jelas oleh kita dengan petunjuk dari Allah Ta'ala dan dalil dari ktiab dan sunnah. Maka kalau seandainya mereka berbuat demikian, bolehlah untuk keluar dari ketaatan terhadap mereka dengan syarat yang kedua, yakni kita memiliki kemampuan dan kekuasaan untuk menggulingkan mereka, tanpa mengakibatkan kerusakan yang lebih parah dari yang pertama.

 

Kalau tidak demikian, kami Ahlus Sunnah wal Jama'ah bekerja sama dengan pemerintah Islam dengan doa dan nasehat kepada mereka dengan cara hikmah, penuh bijaksana dan nasehat yang baik, tidak dengan revolusi dan kebrutalan. Dan kita taat kepada mereka dalam suka ataupun duka, kecuali dalam kemaksiatan, maka tidak ada ketaatan kepada mereka. Maka kami pun memberi peringatan kepada orang yang keluar dari ketaatan terhadap mereka dari kalangan kaum muslimin...!

 

Dan kami namakan mereka (orang-orang yang keluar dari ketaatan pemerintah Islam) orang-orang yang membangkang, dan kami hukumi mereka sebagaimana layaknya orang yang membangkang. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ubadah bin ash-Shamit radhiallahu 'anhu:

 

Rasulullah mengajak kami, maka kami pun membaiatnya, dan beliau ambil dari kami adalah, agar kami membaiatnya ats dasar mendengar dan taat dalam suka maupun duka, dalam keadaan susah ataupun mudah dan dalam keadaan yang tidak kita sukai atau kita inginkan serta supaya kita tidak merampas kekuasaan dari ahlinya kemudian beliah bersabda: "Kecuali kalian melihat kekafiran yang sangat jelas oleh kalian dengan petunjuk dari Allah Ta'ala." [HR. Muslim -lihat Syarh Muslim oleh Imam Nawawi, ddi Kitabul Imarah, bab Wujubu ath-Tha'ah al-Umara fi Ghairi Ma'shiyah wa Tahrimuha fi al-Ma'shiyah]

 

Saudaraku... mudah-mudahan Allah menjagamu. Barangkali di sini ada satu pertanyaan yang muncul, yakni selama jamaah ini demikian kondisinya, manakah jalan yang benar...?

 

Sesungguhnya jalan yang benar adalah jalan yang pernah ditempuh oleh Nabi kita Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya yang mulia serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik yakni "Manhaj Shalafus Shalih" radhiallahu 'anhum ajma'in. Hal ini berdasarkan hadits Abi Najih al-'Irbadh bin Sariyyah berkata:

 

Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam telah memberikan nasehat kepada kami dengan satu nasehat yang dengannya bergetar hati-hati dan berlinanglah air mata, maka kami katakan, "Ya Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan, maka berikanlah wasiat kepada kami." Maka beliau pun bersabda, "Aku wasiatkan kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allah Azza wa Jalla, mendengar dan taat, walaupun kalian diperintah oleh seorang hamba (budak), maka sesungguhnya barangsiapa yang hidup dari kalian, pasti akan mendapatkan perselisihan yang banyak. Oleh karenanya, wajib bagi kalian untuk memegang sunnahku serta sunnah para khalifar ar-rasyidah yang mendapat petunjuk, gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan hati-hatilah dari perkara-perkara yang baru maka sesungguhnya setiap bid'ah adalah sesat." [Disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Arba'in Nawawiyyah dan berkata: Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan Hadits Hasan]

 

Dan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam telah menjelaskan bahwa perselisihan (ikhtilaf) akan terjadi, tapi beliau tidak membiarkan kita (dalam perselisihan) dengan tanpa bayyinah (penjelasan). Bahkan beliau telah memberikan kepada kita jalan keluar dari perselisihan ini dengan sabdanya: Wajib bagi kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafa ar-rasyidin yang mendapat petunjuk, yakni wajib bagi kalian untuk mengikuti jalanku dan jalan yang telah ditempuh olehkhulafa ar-rasyidin, bukan jalannya Al-Banna dan bukan pula jalan yang lain.

 

Footnote:

1) selintas pandang, ketika aku berada di tanzhim mreka ini, sebagian dari mereka memanggilku dengan "Syaikh" dan saat itu aku larang panggilan ini, karena saya tahu bahwa saya masih menempuh jalanku di awal mencari ilmu dan aku bukan ahlinya dalam hal ini... dan tatkala aku menyelisihhi mereka dan aku tinggalkan tanzhim mereka, lenyaplah kalimat ini dan diganti dengan katan-kata yang lain seperti tukang mengkafirkan, tukang membid'ahkan dan tukang memfasikkan orang dan diutus dari badan keamanan..., maka betapa mengherankan basa-basi dan hizbiyyah ini. Subhanallah.

2) Kami katakan: Adapun jamaahmu, loyalitas mereka adalah terbatas hanya pada orang-orang yang masuk di bawah panji-panji mereka, karena seandainya loyalitas mereka karena Allah dan Rasul-Nya dengan benar, pasti hal ini diberikan kepada kaum muslimin semuanya. Allahu a'lam.

 

PASAL TIGA PERKATAAN AHLI ILMU TENTANG IKHWANUL MUSLIMIN

 

Saudaraku... mudah-mudahan Allah menjagamu.

Apakah kamu mendengar perkataan ahli ilmu tentang jamaah yang kamu berada di dalamnya?

 

Telah ditanya al-Muhadits Syaikh Muqbil al-Waadi'i seorang alim dari negeri Yaman, "Apakah jamaah Ikhwanul Muslimin, Tablighi dan Quthbiyyin (orang-orang yang mengikuti pemikirannya Sayyid Quthub) termasuk Ahlus Sunnah wal Jama'ah atau bukan?"

 

Maka beliau pun menjawab: "Adapun jamaah Ikhwan, jamaah Tabligh dan al-Quthbiyyin, maka lebih baik untuk dihukumi kepada manhaj mereka. Dan manhaj (prinsip dan cara berfikir) mereka bukan termasuk Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Adapun individu (masing-masing jamaah), maka kalian pun tahu bahwa sebagian orang terkecoh, menyangka seseorang sebagai salafi 1) dan mendatangkan dia dalam rangka membela agama Allah Ta'ala, dan berjalan dengan mereka, karena mereka campur aduk.

 

Individu-individu ini campur baur tidak bisa dihukumi atas mereka dengan satu hukum yang umum akan tetapi manhaj-manhaj mereka, bukanlah dari manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah." [Kaset Al-As-ilah as-Saniyyah li 'Allamah al-Bilaad al-Yamaniyyah]

 

1) Saya katakan: Inilah kebanyakan yang terjadi di kalangan anak muda -mudah-mudahan Allah memberi petunjuk mmereka- di mana mereka bertemu dalam tanzhim Ikhwan tanpa mereka tahu dan memperhatikan manhaj ini, seandainya mereka tahu apa yang ada dalam tanzhim ini dari penyimpangan-penyimpangan kepada Ahlus Sunnah wal Jama'ah pasti mereka akan berlepas diri dan waspada darinya. Oleh karenanya yang saya harapkan kepada kawula muda yang terorganisasi dalam kelompok ini, supaya jangan mengajak kepada kelompok ini tanpa mereka mengetahui manhajnya dan supaya mereka tidak merasa cukup dengan mendengar pujian-pujian atas pendiri-pendiri jamaah ini dan manhajnya dari kalangan pimpinan-pimpinannya, bahkan mestinya mereka mencari dan membongkar buku-buku al-Banna, Tilmisani dan Sayyid Sa'id Hawa serta yang lainnya, agar al-haq ini nampak oleh mereka dengan jelas tanpa kerancuan dan debu yang menutupinya.

 

Al-Muhaddits as-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah pernah ditanya juga tentang apa hukum banyaknya jumlah jamaah-jamaah dan kelompok-kelompok Islam, sementara masing-masing berbeda dalam manhajnya, cara-cara dakwahnya dan akidahnya serta dasar-dasar yang tegak di atas jamaah-jamaah ini, terlebih dikatakan bahwa jamaah yang haq adalah satu sebagaimana yang disebutkan dalam hadits?

 

Maka beliau pun menjawab: "Ringkas kata dalam masalah ini kitakan, "Tidak tersamar bagi setiap muslim yang tahu akan kitab dan sunnah dan apa-apa yang ada pada salaf ash-shalih radhiallahu 'anhum bahwasanya:

1. Pengelompokan (tahazzub) dan perkumpulan (takatul) dalam jamaah-jamaah yang berlainan pola berfikirnya.

2. Manhaj-manhaj (prinsip) dan cara-cara (model-model mereka)

 

Tidak ada sedikipun yang berasal dari Islam, bahwa semua itu adalah dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Ta'ala dalam banyak ayat-ayatNya di dalam Al-Qur'an al-Karim. Di antaranya:

"Dan janganlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (Ar-Ruum: 32)

 

Dan firman-Nya yang lain: "Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu." (Hud: 118-119)

 

Dan Allah Ta'ala mengecualikan dari perselisihan ini satu golongan yang dikasihi, di mana Allah berfirman: ("Kecuali orang-orang yang diberi rahmah oleh Tuhanmu.")

 

Maka tidak ada keraguan dan kebimbangan, bahwasanya jamaah manapun yang menginginkan dengan perhatian yang maksimal dan ikhlas karena Allah Ta'ala untuk bisa termasuk dari umat yang dikasihi ini yang dikecualikan dari perselisihan yang pasti terjadi, tidak ada cara untuk sampai kepada jalan itu dan untuk merealisasikannya secara amaliah dalam masyarakat Islam, kecuali dengan kembali kepada Kitab dan Sunnah dan apa-apa yang telah ditempuh oleh salaf ash-shalih radhiallahu 'anhum ajma'in.

 

Dan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam telah menjelaskan manhaj dan jalan yang selamat, tidak hanya satu hadits yang shahih saja dari Nabi shalallahu 'alaihi wasallam, di mana beliau pada suatu hari membuat satu garis lurus di atas tanah, dan membuat garis-garis di sekitar garis lurus itu, kemudian beliau membaca firman Allah Ta'ala:

"Dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya." (Al-An'am: 153)

 

Kemudian beliau menunjuk dengan ujung jarinya di atas garis yang lurus, seraya bersabda, "Dan masing-masing golongan dari dua kelompok ini ada setan yang mengajak manusia kepadanya." Tidak ragu lagi bahwa jalan-jalan yang pendek inilah yang menjadi perumpamaan adanya kelompok-kelompok dan jamaah-jamaah yang banyak sekali. (Sampai di sini perkataan beliau).

 

Demikian pula Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin hafizhahullah ditanya: Apakah ada nash-nash dari kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya shalallahu 'alaihi wasallam yang menjelaskan tentang dibolehkannya ta'addud al-Jama'at (banyaknya jumlah jamaah) dan jamaah Ikhwan?

 

Maka beliau pun menjawab: "Saya katakan, tidak ada dalam kitab dan juga di sunnah hal-hal yang membolehkan banyaknya jumlah jamaah dan kelompok-kelompok, bahkan dalam kitab dan sunnah mencela masalah ini. Firman Allah Ta'ala:

"Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung-jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat." (Al-An'am: 159)

 

"Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (Ar-Ruum: 32)

 

Tidak ragu lagi bahwa kelompok-kelompok ini menyelisihi apa yang diperintahkan oleh Allah, bahkan Allah membatasinya dengan firman-Nya: "Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku." (Al-Mu'minun: 52)

 

Dan perkataan sebagian dari mereka yang mengatakan bahwa "tidak mungkin dakwah ini menjadi kuat kecuali jika berdiri di bahwa satu kelompok."

 

Kami katakan: Ini tidak benar, bahkan dakwah ini akan semakin kuat selama manusianya berlindung di bawah Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya shalallahu 'alaihi wasallam dengan ittiba' (mengikuti) kepada atsar-atsar (perilaku/jejak langkah) Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dan khulafa ar-rasyidin."

 

Sebagaimana telah bangkit sebagian ahli ilmu dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang mereka memiliki bashirah (wawasan) tentang manhaj jamaah ini (yakni Ikhwanul Muslimin) dengan memberi peringatan kepada manusia dari (bahayanya) jamaah ini, lebih-lebih al-Muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Syaikh Shalih al-Fauzan -anggota ikatan ulama-ulama besar Saudi Arabia- dan Syaikh Rabi' bin Hadi al-Madkhali 2) serta yang lainnya masih banyak lagi....

 

Disini saya katakan kepadamu, sekaligus saya beri peringatan atas suatu permasalahan: Bukankah kamu lihat bahwa yang mengkritik jamaah ini dan men-tahdzir (memberi peringatan) dari jamaah in pada masa sekarang, mereka adalah dari kalangan ulama-ulama besar dan para pencari ilmu (thalabatul ilmi), berbeda dengan orang-orang yang hanya sekedar memuji kepada jamaah ini.

 

Tidakkah hal ini sedikit membekas pada jiwamu? Katakanlah: Ya, dan tengoklah kembali jiwamu!

 

2) Dan orang yang paling luas pandangan tentang asapnya (kejelekannya) jamaah-jamaah ini pada masa kini adalah Syaikh Rabi' al-Madkhali hafizhahullah, telah berkata demikian Syaikh Muqbil al-Wadi'i kaset Al-As-ilah as-Saniyyah li 'Allamah al-Bilaad al-Yamaniyyah

 

PASAL EMPAT SYUBHAT DAN TUDUHAN YANG DILONTARKAN OLEH ORANG-ORANG IKHWAN

 

Saudaraku... mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepadamu.

 

Sesungguhnya, masalah jamaahmu ini adalah sangat unik dan aneh, hal ini dilihat dari cara muamalah di antara anggotanya. Mereka mengerahkan kesungguhan yang tidak gampang untuk membuat syubhat dan kedustaan, yang terlampau susah untuk membuat syubhat dan kedustaan, yang terlampau susah untuk mencari jalan keluarnya. Kemudian syubhat dan kedustaan tersebut mereka lontarkan kepada orang-orang yang terikat dengan mereka... supaya tetap tinggal dengan mereka dan dikuasai oleh mereka dan oleh otak-otak mereka, kemudian sesudahnya mereka akan tetap bersama kelompok ini dan loyalitas mereka tetap kepada kelompok ini...!

 

Barangkali masalah ini sangat aneh menurut pandanganmu. Tidak... bukan berarti saya mengada-ada kedustaan atas mereka, akan tetapi dikarenakan kurang atau tidak adanya perhatian kepada masalah ini, juga karena kamu tidak mendengar dari sisi-sisi yang lain.

 

Aku sodorkan kepadamu sebagiannya....

 

SYUBHAT PERTAMA

---------------

Mereka membedakan antara salafiyyah yang ada di medan Islam dengan Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Yaitu mereka membagikan pembahasan di dalam masalah ini dengan judul "Mufradaat as-Salafiyyah al-Jadidah" (Keganjilan-keganjilan Salafiyyah Gaya Baru) dan saya adalah termasuk orang-orang yang menerima bagian pembahasan ini tatkala saya berada di dalam tanzhim (organisasi) mereka. Dan sungguh mereka membuat kebingungan yang mencegangkan. Hal itu mereka lakukan agar bisa memberi kerancuan kepada orang yang bergabung dengan kelompok mereka dan membuat suatu tameng di dalam diri mereka yang memisahkan antara mereka dengan Ahlus Sunnah wal Jama'ah (salafiyyah). Mereka menyangka di dalam pembahasan yang dibagi-bagi ini bahwa salafiyyah yang ada sekarang ini tidaklah mempunyai perhatian kecuali hanyalah takfir (mengkafirkan), tabdi' (membid'ahkan), tafsiq (memfasiqkan) dan tadlil (menyesat-nyesatkan) dan bahwa mereka adalah alat pada suatu badan keamanan.... Tongkat-tongkat yang ada di bawah ketiak-ketiak peraturan yang timpang. Mereka adalah penakut untuk mengkritik para penguasa dan peraturan-peraturan yang ada, padahal semua hal tersebut pantas untuk mendapat kritik. Dan mereka juga penakut untuk terlibat lansung dengan masalah-masalah yang terjadi serba bisa menimbulkan kemurkaan bagi hakim (penguasa) dan peraturan.

 

Dan sesungguhnya mereka adalah lemah di dalam masalah adab bergaul bersama kaum muslimin, karena mereka didominasi oleh sifat kasar dan kaku. Mereka lemah di dalam masalah-masalah i'tikad (keyakinan) yang lurus dan selamat. Dan mereka juga lemah di dalam ilmu tentang realitas umat dan apa-apa yang menimpa mereka. Mereka pun mempunyai hukum-hukum yang serampangan, di antaranya perkataan:

Bahwa sesungguhnya Abu Hanifah adalah seorang Jahmiy, Murjiy dan seorang ahli bid'ah (mubtadi') yang sesat. Merupakan kesialan bagi Islam danahlinya. Tidak terlahir di dalam Islam orang yang lebih sial/malang melebihi dia. Hal itu disaksikan oleh lebih dari dua puluh orang alim dari para ulama salaf, sehingga dia pantas untuk diberi nama Abu Jiifah (bapaknya bangkai).

Ibnu Taimiyyah: Tidak bisa diambil darinya hukum-hukum al-Wala' dan al-Bara'.

Ibnul Qayyim: Pada dirinya terdapat tashawwuf dan kebid'ahan.

An-Nawawi: Seorang Jahmi dan Asy'ari, bukan dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Al-'Izz bin Abdussalam: seorang Jahmi dan Asy'ari, pada dirinya terdapat karakter (watak) Khawarij.

Adz-Dzahabi: Lunak di dalam hukum-hukumnya dan mutasahil (bersikap remeh/gampangan) terhadap ahli bid'ah dan juga dia adalah seorang kuburi.

Ibnu al-Jauzi: Seorang Jahmi tulen.

Muhammad bin Abdul Wahhab: Bukanlah seorang salafi di dalam masalah hadits, fiqh, dan sebagian masalah-masalah i'tikad.

Sayyid Quthb: Seorang Jahmi dan Hululi (yang berfaham wihdatul Wujud).

Hasan al-Banna: Seorang mufawwidh, sufi dan loyal terhadap Yahudi dan Nashrani.

At-Tilmitsani: Tukang tari dan seorang penabuh kecapi. Juga seorang yang menghalalkan dan membolehkan apa-apa yang diharamkan Allah.

Ibnu Jibrin: Tidak ada ilmunya.

Ibnu Bazz: Lemah ilmunya terhadap hadits, meragukan di dalam berfatwa, diam terhadap ahli bid'ah dan tertipu dengannya.

Ibnu Utsaimin: Permainan di tangan Sururiyyin.

Ibnu Qu'ud: Seorang yang berfaham Khawarij dan loyal terhadap jamaah-jamaah sesat.

Jihad di Bosnia, bukanlah jihad fi sabilillah.

Pertempuran di Kashmir, Filipina dan Palestina, bukan jihad... dan seterusnya.

 

Mereka juga mempunyai akhlak-akhlak dan perangai-perangai tertentu, di antaranya: Saling mengisolir di antara mereka, saling membenci, memaki dan mencela. Sangat kaku terhadap manusia. Menuduh dengan rusaknya akidah, semata-mata karena seseorang dituduh mempunyai buku-buku yang mereka tuduh dengan kebid'ahan.... Pendustaan secara terang-terangan terhadap rivalnya.... Membantu orang-orang zhalim dan fasik untuk menindas saudara-saudara mereka kaum muslimin dari para ulama dan dai.

Hal itu dengan cara menulis pernyataan-pernyataan, menyebarkan tuduhan dan menganjurkan para penguasa untuk melawan mereka.

 

Dan tuduhan-tuduhan dusta serta lacut lainnya yang tidak mungkin diucapkan oleh orang yang takut kepada Allah dan hari akhir terhadap saudaranya yang muslim. Semoga Allah melindungi kami dan suadara dari ketergelinciran dan kesesatan. 1)

1) barangsiapa yang ingin untuk membaca pembahasan tersebut, layangkanlah surat kepada saya dengan alamat yang akan saya jelaskan pada akhir tulisan, insya Allah.

 

Saudaraku, semoga Allah memberi petunjuk kepada saya dan anda terhadap jalan kebenaran.

 

Tahukah anda, kenapa kedustaan besar yang mereka rekayasa di dalam pembahasan ini? Tidak lain adalah agar bisa memberikan kerancuan terhadap anda, sehingga anda benci terhadap salafiyyah Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan anda tetap berpegang dengan jamaah, kesesatan dan kegelapan mereka, serta menjadi penyeru kepada manhaj mereka, sembari menyangka bahwa itu adalah manhaj yang benar.

 

Dan dari sanalah, anda tidak akan melihat nur (cahaya) selamanya, kecuali jika Allah memperbaiki anda dengan rahmat-Nya.

 

Karena itulah, berikut ini akan saya jelaskan kedustaan mereka terhadap Salafiyah:

 

PERTAMA: Bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan antara Ahlus Sunnah wal Jama'ah, ath-Thaifah al-Manshurah dan salafiyyah. Hal itu karena manhaj mereka adalah Kitab dan Sunnah yang shahih, serta apa yang salaful ummah ridwanallahi 'alaihim ada di atasnya. Berbeda dengan jamaahmu, maka mereka di atas manhaj Kitab dan Sunnah dan apa yang generasi akhir umat ini berada di atasnya berupa bentuk-bentuk pemikiran dan pergerakan. Demikian mereka menyangka. Masalah itu telah jelas bagimu tatkala saya menampilkan manhaj para pemimpinmu pada waktu yang telah lewat.

 

KEDUA: Kata-kata pembahas- Semoga Allah memberi petunjuk kepadanya- bahwa salafiyyah mengkafir-kafirkan dan menyesat-nyesatkan serta berbuat ini dan itu seperti yang telah saya jelaskan, tidak lain hanyalah kedustaan dan rekaan. Hal itu dilakukan adalah untuk melarikan saudara-saudara pemula dan para pemuda dari dakwah yang benar ini.

 

KETIGA: Perbedaan dia (semoga Allah membalasnya dengan apa-apa yang menjadi haknya) antara salafiyyah sekarang dengan ulama-ulama istimewa terdahulu seperti: Abu Hanifah, Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab dan lain-lain serta persangkaan dia bahwa salafiyyah sekarang mencela dan menganggap sesat mereka seperti di dalam pembahasan, tidak lain hanyalah menunjukkan atas kejelekan isi hati penulis dan hizbiyyah yang pahit dan menyesatkan sampai batas sejauh ini. Dan itu dilakukan untuk mengacaukan dakwah salafiyyah. Karena itulah saya berkata agar diketahui oleh semuanya bahwa pimpinan salafiyyah, Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan ath-Thaifah al-Manshurah adalah satu, yaitu Nabiyyul Huda Muhammad 'alaihi shalatu wassalam. Dan mereka (salafiyyin) menempuh jalan beliau shalallahu 'alaihi wasallam yang ditempuh oleh Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan para shahabat semua serta pengikut mereka dengan baik seperti: Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi'i, Ahmad bin Hanbal, Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Muhammad bin Ibrahim, Abdurrahman bin Sa'di. Dan di antara orang-orang zaman sekarang adalah seperti Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin, Al-Albani dan banyak lagi lainnya -semoga Allah memberi ridha kepada mereka semua-. Dan mereka (Ahlus Sunnah wal Jama'ah) berkeyakinan bahwa mereka tidak maksum kecuali Nabi shalallahu 'alaihi wasallam. Maka jika terjadi ketergelinciran pada salah seorang dari mereka, ditinggalkan ketergelincirannya, karena mereka tidak maksum. Dan mereka di dalam perkara tersebut berada di antara satu atau dua pahala seperti di dalam sunnah yang shahih dari Nabi shalallahu 'alaihi wasallam tentang hukum mujtahid. Jika benar dia mendapat dua pahala dan jika salah dia mendapat satu pahala. Hal itu terjadi karena madzhab mereka adalah dalil yang shahih serta meneliti jejak langkah Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya yang mulia. Berbeda dengan al-Banna, at-Tilmisani, Sa'id Hawa dan lainnya, sebagaimana tidak samar lagi bagi setiap orang yang mempunyai bashirah (ilmu) tentang keadaan mereka rahimahullaha ajma'in.

 

KEEMPAT: Perlu anda ketahui bahwa ulama salafiyyah sekarang yang mereka itu adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, mereka adalah: Ibnu Baz, Al-Albani, Ibnu Utsaimin, Ibnu Qu'ud, Shalih aalu asy-Syaikh, al-Fauzan, Rabi' al-Madkhali, Ibnu Ghashun dan lainnya 2). Dan sesungguhnya tidak ada perbedaan di antara mereka dengan salafiyyah, sebagaimana anggapan penulis -semoga Allah memberi petunjuk kepadanya-. Tetapi dia membedakan di dalam masalah tersebut agar bisa menyampaikan fikrah yang dia inginkan kepada para pemuda, yaitu bahwa manhaj yang para ulama besar sekarang seperti Ibnu Baz, al-Albani, Ibnu Utsaimin dan lainnya. Dan sungguh buah pemikiran tersebut telah nampak ketika seorang pemuda Ikhwani yang terancukan pikirannya dan seorang yang membawa akidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah menjadi tidak suka dan benci terhadap setiap orang yang menamakan diri dengan salafiyyah, walaa haula walaa quwwata illa billah. 2) Hal ini tidaklah berarti bahwa salafiyyah adalah monopoli seseorang, seperti yang dianggap oleh sebagian orang.

 

SYUBHAT KEDUA

-------------

Perkataan mereka bahwa salafiyyah (Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan ath-Thaifah al-Manshurah) menentang amal jama'i (kerja sama) dan tanzhim (organisasi).

 

Samahatusy-Syaikh Muqbil al-Wadi'i seorang muhaddits negeri Yaman telah ditanya: Apakah benar wahai Syaikh bahwa anda tidak melihat perlunya tanzhim pada semua urusan dakwah?

 

Maka beliau hafizhahullah menjawab setelah menetapkan adanya tanzhim di dalam Sirah (biografi) Rasul shalallahu 'alaihi wasallam, seraya berkata: "Yang kami ingkari adalah tanzhim yang menyelisihi Kitab dan Sunnah. Inilah yang kami ingkari. Dan kami katakan: Sungguh seseorang hidup sendirian itu lebih baik daripada masuk ke dalam tanzhim thaghut yang menyelisihi Kitab dan Sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam... ya, dan ini adalah perkara yang disebarkan bahwa Ahlus Sunnah menentang tanzhim dan bahwa mereka menentang amal jama'i (kerja sama). Saya katakan: Yang menentang amal jama'i atau yang mengingkari tanzhim bukanlah seorang sunni, karena Allah 'azza wa jalla berfirman di dalam kitab-Nya yang mulia:

 

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong di dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (al-Maidah: 2)

 

Dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang mukmin dengan seorang mukmin lainnya adalah seperti bangunan, saling menguatkan sebagian atas sebagian yang lainnya." [Diriwayatkan oleh al-Bukhari (X/450 - Fathul Bari) dan Muslim (2585), pent.]

 

Dan beliau shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perumpamaan kaum mukminin di dalam saling mencintai, mengasihi dan menyayangi di antara mereka adalah seperti tubuh. Jika mengeluh salah satu anggota dari tubuh tersebut, akan merasakan seluruh jasad baik dengan demam atau tidak bisa tidur. [Bukhari (X/347 - Fathul Bari) dan Muslim (2586), pent.]

 

Al-Amal al-Jama'i (kerja sama) yang menyelisihi Kitab dan Sunnah contohnya adalah yang al-Ikhwan al-Muflisun (orang-orang yang bangkrut) 3) berada di atasnya.

 

3) Syaikh hafizhahullah memaksudkan al-Ikhwan al-Muslimin. Al-Muflisun artinya adalah orang-orang yang bangkrut. (pent.)

 

SYUBHAT KETIGA:

--------------

Perkataan mereka adalah salafiyyah adalah salah satu jamaah dari jamaah-jamaah tanzhim, walaupun menentang tanzhim dan termasuk jamaah-jamaah hizbiyyah, walaupun menolak tahazzub (pengelompokan). 4)

 

4) Artinya tanzhim yang mereka berada di atasnya, dan hizbiyyah yang mereka terkungkung di dalamnya.

 

Di sini saya katakan, sudah jelas kedustaan ini bertentangan dengan syubhat kedua.

 

Tetapi ini adalah kebiasaan ahli batil, para pendusta dan para pendengki dari kalangan hizbiyyin. Mereka mempertentangkan diri mereka dengan pribadi mereka sendiri dengan bersandar kepada kedustaan dan rekayasa. Karena mereka tidak mampu untuk membantah dengan bantahan yang ilmiah dan benar terhadap ahlul haq tentang apa yang mereka jelaskan dari kemungkaran-kemungkaran dan bid'ah-bid'ah yang terdapat pada hizb-hizb ini.

 

Sama sekali mereka tidak akan mampu melakukan hal tersebut!

 

Orang yang memperhatikan sirah Rasul shalallahu 'alaihi wasallam mendapatkan dan memperoleh hal tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang kafir 5) -semoga Allah membinasakan mereka- terhadap Nabi shalallahu 'alaihi wasallam. Terkadang mereka mengatakan bahwa beliau adalah seorang penyair, dan syi'ir tidak mungkin mampu kecuali orang yang mempunyai akal yang istimewa.... Dan pada kesempatan lain mereka mengatakan bahwa beliau gila..., maka lihatlah pertentangan tersebut!

 

5) Tentu dengan adanya perbedaan antara orang-orang kafir dan orang Ikhwan, maka mereka (Ikhwan) adalah orang-orang muslim.

 

Tujuan mereka dari kedustaan ini jelas sekali tidak ada kesamaan di atasnya, mereka ingin menggambarkan kepada orang-orang yang tergabung di dalam jamaah mereka bahwa salafiyyah adalah hizb seperti hizb-hib yang lain. Keadaan salafiyyah seperti keadaan mereka. Masing-masing menyempurnakan sebagian atas sebagian yang lain seperti yang mereka sangka. Ini adalah kedustaan dan rekayasa. Hal ini dilihat dr beberapa segi:

 

PERTAMA: Bahwa salafiyyah tidak mempunyai pendiri dan pemimpin selain Nabi shalallahu 'alaihi wasallam. Berbeda dengan Ikhwanul Muslimin, pemimpin dan pendiri manhaj mereka adalah Hasan al-Banna rahimahullah dan orang yang sesudahnya.

 

KEDUA: Bahwa salafiyyah tempat kembalinya (rujukan) mereka adalah Al-Kitab, Sunnah dan apa yang salaful ummah ada di atasnya. Berbeda dengan mereka, tempat kembali mereka adalah Kitab, Sunnah dan pandangan pemikiran serta gerakan yang disangka oleh mereka.

 

KETIGA: Bahwa salafiyyah, loyalitas adalah kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin. Berbeda dengan Ikhwan, maka loyalitas mereka diberikan kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang tergabung di dalam Ikhwanul Muslimin.

 

SYUBHAT KEEMPAT:

----------------

Perkataan dan lontaran mereka pada akal-akal para anggota (al-Ikhwan) bahwa diskui dan dialog ilmiah dengan tenang untuk menjelaskan kebenaran kepada firqah-firqah ini dan lainnya tentang beberapa masalah adalah merupakan perdebatan yang tidak bermanfaat dan wajib untuk ditinggalkan.

 

Mereka menginginkan dengan lontaran tersebut untuk menjaga orang yang tergabung di dalam hizb mereka. Karena mereka tahu bahwa semata-mata dengan perginya orang tersebut saja untuk berdiskusi dan dialog dengan seorang salafi (Ahlus Sunnah wal Jama'ah), hasilnya adalah dia kaan meninggalkan hizb yang dia tergabung di dalamnya... jika dia termasuk orang yang bertakwa kepada Allah. Karena dia akan terbakar hangus dengan dalil-dalil yang tetap (tsabit) dari Kitab dan Sunnah dan apa-apa yang salaful ummah ada di atasnya.

 

SALAFIYYAH YANG TIDAK KITA INGINKAN

 

Di sana ada orang-orang yang menisbatkan diri kepada salafiyyah (Ahlus Sunnah wal Jama'ah) telah tertimpa oleh beberapa malapetaka:

 

PERTAMA: Ta'ashub mereka kepada Zaid (Fulan, pent) dari ulama..., maka mereka tidak mau untuk berpaling dan menentang orang tersebut (bagaimanapun keadaannya, pent). Kalau Zaid tidak berkata bahwa ini haram, maka hal itupun tidak haram. Atau tidak mengatakan hal ini halal, maka perkara itupun tidak halal. Atau tidak mengatakan ini sunnah, maka amalan itupun tidak sunnah, dan seterusnya.

 

Sungguh saya telah bertemu dengan salah seorang dari mereka. Dia bertanya kepada saya tentang suatu masalah di dalam shalat. Maka saya menukilkan untuknya apa yang disabdakan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, dan yang dirajihkan oleh ahlul ilmi tentang masalah tersebut.... Maka dia mengatakan: Apakah Fulan telah berbicara tentang masalah ini? Saya jawab: Tidak tahu... Maka dia pun diam dan melemparkan apa yang saya jelaskan kepadanya ke arah tembok.

 

Maka ini adalah salafiyah dan ashabiyyah yang tidak kita sukai. Hal itu dikarenakan Ahlus Sunnah terikat dengan syariat, tidak dengan orang-orang.

 

KEDUA: Kesibukan sebagian orang yang menisbatkan dirinya kepada salafiyyah di dalam mengkritik firqah-firqah dan menukil berita-berita serta cerita-cerita, tanpa bertujuan untuk menuntut ilmu. Maka ini adalah ketergelinciran yang berbahaya dan selayaknya setiap muslim untuk waspada dari hal tersebut. Lebih-lebi seorang salafi, maka wajib baginya untuk sibuk dengan ilmu yang benar, beramal dengan ilmu tersebut dan berdakwah kepadanya disertai dengan memberikan peringatan dari bid'ah-bid'ah dan kesesatan-kesesatan firqah-firqah ini dengan tanpa melalaikan/apriori (ifrath) dan tidak pula berlebihan (tafrith).

 

SARAN DAN NASEHAT

 

* Ikutilah dalil dari Kitab dan Sunnah yang shahih serta pahamilah keduanya dengan pemahaman pendahulumu yang shalih, maka sesungguhnya hal itu akan memberikan kecukupan bagimu sebagaimana pula memberi kecukupan kepada mereka.

* Kalau di negeri yang engkau diami ada salafiyyun, maka pergilah engkau kepada mereka dan berdialoglah bersama mereka dengan tenang dan perlahan agar mereka menjelaskan manhaj-manhaj hizbmu berupa penyimpangan terhadap manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

* Tinggalkanlah hizb yang kamu bergabung di dalamnya. Dan carilah kumpulan pemuda dan tolong-menolonglah bersama mereka di atas kebenaran dan takwa berupa menuntut ilmu, beramal dengannya, berdakwah kepadanya dan yang semisalnya tanpa disertai rasa tahazzub (pengelompokkan) dan ta'ashshub (fanatik) yang tercela.

* Ketahuilah bahwa tujuanmu pada kehidupan ini adalah untuk beribadah kepada Allah saja berdasarkan ilmu, kemudian menyelamatkan orang lain, bukan sebaliknya.

* Ketahuilah bahwa hakikat dakwah kepada Allah adalah:

- Ilmu yang benar, dan ini adalah dengan Kitab dan Sunnah yang shahih serta dengan pemahaman as-salaf ash-shalih

- Beramal dengan ilmu tersebut tanpa adanya ifrath (melalaikan) dan tafrith (berlebihan/ghuluw)

- Berdakwah kepadanya, dan itu dengan cara hikmah dan nasehat yang baik dan mengingatkan orang yang menyelisihinya. Contoh: Engkau tahu bahwa tuma'ninah (tenang) adalah salah satu rukun dari rukun-rukun shalat. Maka engkau mengamalkannya, kemudian mengajak orang lain kepadanya dengan cara yang baik dan memperingatkan dia jika menyelisihinya.

* Ketahuilah bahwa Salafiyyah (Ahlus Sunnah wal Jama'ah) adalah manhaj (metode), bukan orang/kepribadian. Dan bahwa cara menisbatkan diri kepadanya tidaklah dengan cara duduk di secara rahasia atau dengan pembagian kelompok peserta, tetapi dengan cara engkau mengambil manhaj yang lurus ini dan membelanya.

* Hati-hatilah untuk menyebarkan setiap apa yang engkau dengar dari berita-berita dan perkataan-perkataan tanpa meneliti dan tatsabbut (meratifikasikan berita tersebut), karena pendusta banyak di zaman ini.

* Selagi engkau membawa aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, maka janganlah engkau membela kecuali aqidah tersebut dan orang yang membawanya.

 

(Diketik ulang dari buku "Dialog bersama Ikhwani", Yayasan Al-Madinah, Solo)

 

Hosted by www.Geocities.ws

Hosted by www.Geocities.ws

1