WWVGO

 English Version


Posted on December 1st,1998

PERANAN HIDROGEOLOGI DALAM PERENCANAAN TATA RUANG DAN PENGEMBANGAN WILAYAH

Oleh : Soetrisno S.

1. Latar Belakang

Ruang wilayah negara Indonesia sebagai wadah atau tempat bagi manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatannya merupakan karunia Tuhan yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia. Sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola, ruang wajib dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang berkualitas.

Ruang daratan sebagai salah satu unsur ruang, beserta sumberdaya alam yang dikandung di dalamnya, memegang peran penting bagi kehidupan karena ruang daratan merupakan ruang tempat berpijak bagi hampir seluruh makhluk yang ada di bumi ini.

Disadari bahwa ketersediaan ruang daratan itu sendiri beserta sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya, tidak tak terbatas.

Seiring dengan pembangunan yang dilaksanakan di semua sektor, maka pembangunan fisik, sebagai bagian dari pengembangan wilayah, berupa gedung, perumahan, jalan, jembatan, dan sarana umum lainnya baik di daerah perkotaan maupun pedesaan terus meningkat.

Pembangunan fisik tersebut yang tentunya membutuhkan ruang daratan, telah memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat, namun di sisi lain juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan fisik. Hal ini dapat dipahami karena pembangunan fisik tersebut terkait langsung dengan lingkungan fisik berupa tanah/batuan di mana bangunan fisik tersebut berpijak, air sebagai sumber penyediaan air bagi manusia yang berdiam dan menggunakan bangunan fisik tersebut, serta udara sebagai penopang kehidupan.

Bila pemanfaatan ruang tidak diatur secara bijaksana, di dalam pengembangan wilayah tersebut, kemungkinan besar akan terjadi pemborosan manfaat dan penurunan kualitas ruang. Oleh karena itu diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang, dan estetika lingkungan.

Dalam hal sumberdaya airtanah, penataan ruang yang bijaksana, dengan mendasarkan atas asas kemanfaatan, keseimbangan, dan kelestarian dari sumberdaya airtanah, tentunya akan mendukung keterlanjutan (sustainability) dari sumberdaya airtanah, yang pada akhirnya akan mewujudkan kelangsungan hidup yang berkualitas.

Dampak negatif yang dijumpai seperti penurunan muka airtanah, pencemaran airtanah, dan amblesan tanah, akan dapat dihindari atau ditekan sekecil mungkin, apabila pembangunan fisik tersebut mempertimbangkan aspek hidrogeologi dalam perencanaannya.

Dengan demikian dalam pelaksanaan pembangunan tersebut dapat dihindari kegiatan-kegiatan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan fisik, dalam hal ini sumberdaya airtanah, ataupun kalau kegiatan tersebut harus dilaksanakan, harus dengan rekayasa tertentu yang mengacu pada kondisi hidrogeologi masing-masing daerah.

Hidrogeologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari keterdapatan, penyebaran, dan pergerakan airtanah dengan tekanan pada hubungannya terhadap kondisi geologi suatu daerah, tentu saja akan dapat berperan di dalam penyusunan tata ruang yang mengacu pada aspek keberadaan sumberdaya airtanah.

Airtanah sebagai salah satu sumberdaya alam yang terkandung dalam ruang daratan, berperan dalam menunjang kehidupan makhluk hidup pada ruang daratan serta aktivitas manusia yang ada di permukaan ruang daratan, karena airtanah merupakan salah satu sumber pasokan bagi penyediaan air untuk berbagai kebutuhan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sumberdaya airtanah di Indonesia sejak puluhan tahun yang lampau telah memberikan sumbangan bagi kehidupan yang berkualitas manusia Indonesia. Namun di sisi lain, pemanfaatan sumberdaya tersebut juga telah menimbulkan dampak yang negatif terhadap sumberdaya itu sendiri maupun lingkungan sekitar, seperti penurunan tinggi tekanan airtanah, penyusupan air laut (sea water intrusion) maupun penurunan permukaan tanah (land subsidence).

Oleh sebab itu dengan mengetahui perilaku sumberdaya airtanah berdasarkan pengetahuan hidrogeologi suatu daerah, penataan ruang daratan dalam rangka pengembangan wilayah akan menjamin tercapainya asas kemanfaatan, keseimbangan dan kelestarian sumberdaya airtanah, sehingga pembudidayaan sumberdaya airtanah masih tetap dapat menunjang kehidupan, namun juga tetap terselenggarannya perlindungan sumberdaya tersebut sehingga dampak negatif yang timbul atas pembudidayaan tersebut dapat ditekan sekecil mungkin.

Tulisan ini bermaksud membahas peranan hidrogeologi dalam menunjang penyusunan tata ruang dan pengembangan wilayah, pembudidayaan dan perlindungan airtanah dalam pengembangan wilayah tersebut, serta kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan peranan tersebut.

Peranan tersebut perlu ditekankan di sini, karena selama ini perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah lebih banyak mempertimbangkan aspek fisik yang ada di permukaan, sehingga tidak jarang ditemui pembangunan fisik menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan fisik, yang jawabannya sebetulnya bersumber di bawah permukaan, termasuk kondisi hidrogeologinya.

Dengan pemahaman peranan hidrogeologi, dalam hal ini potensi sumberdaya airtanah, maka diharapkan bahwa setiap pengambilan keputusan pada setiap tahapan perencanaan, pelaksanaan, hingga pengendalian suatu pengembangan wilayah, aspek keairtanahan selalu dipertimbangkan.

2. Penataan Ruang

Penataan ruang seperti dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992, adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Hasil dari suatu perencanaan tata ruang adalah suatu rencana tata ruang.

Penataan ruang pada hakekatnya perlu dilakukan secara terpadu dan menyeluruh, yakni penataan ruang yang dianalisis dan dirumuskan menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang baik oleh pemerintah maupun masyarakat.

Karena terpadu tentu saja semua aspek yang menyangkut geo-bio-fisik-ekonomi-sosial dari tata ruang perlu ditelaah. Dalam hal telaahan aspek geo-fisik, pada tulisan ini menyangkut sumberdaya airtanah, tentunya peran hidrogeologi hanya merupakan salah satu aspek yang perlu ditelaah dalam kaitan penataan ruang.

Tujuan dari penataan ruang antara lain adalah terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Kawasan lindung adalah kawasan yang diterapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Dengan pemahaman tentang perilaku sumberdaya airtanah lewat pengetahuan hidrogeologi suatu daerah, maka terselenggaranya kawasan lindung dengan salah satu fungsi memberikan perlindungan terhadap sumberdaya airtanah akan dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya.

Di lain pihak pengetahuan hidrogeologi suatu daerah juga akan sangat berperan dalam terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan budidaya yang sesuai, dalam hal ini pengembangan sumberdaya airtanah, karena kawasan budidaya merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.

Jadi kalau dilihat dari salah satu tujuan penataan ruang, peranan hidrogeologi akan memberikan kontribusi yang sangat berarti (significant), yakni bagaimana terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang apakah sebagai kawasan lindung atau kawasan budidaya airtanah.

Rencana tata ruang sebagai hasil dari perencanaan tata ruang dibedakan atas :

  1. Rencana Tata Ruang (RTR) wilayah Nasional
  2. Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I
  3. Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.

Sesuai dengan cakupan wilayahnya, maka setiap rencana tata ruang di atas mempunyai isi yang berbeda-beda.

Mengacu pada salah satu tujuan penataan ruang yakni pengaturan kawasan lindung dan kawasan budidaya di atas, maka RTR Nasional mengatur mengenai penetapan kawasan dan perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan, sementara RTR Propinsi memberikan arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya serta arahan kebijaksanaan tataguna tanah, tataguna air, tataguna udara, dan tataguna sumberdaya alam lainnya. Sedangkan RTR Kabupaten/Kotamadya berisi langsung kepada kegiatan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya itu sendiri serta penatagunaan sumberdaya alam yang ada.

Berdasarkan hal tersebut, maka rencana tata ruang dibedakan menurut tingkat ketelitiannya, karena informasi yang termuat dan skalanya, berbeda. Untuk keperluan nasional, rencana tata ruang disajikan dalam suatu peta wilayah Indonesia dengan tingkat ketelitian minimal berskala 1 : 1.000.000; skala 1 : 250.000 untuk keperluan wilayah Propinsi Daerah Tingkat I; skala 1 : 100.000 untuk keperluan wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, dan skala 1 : 50.000 untuk wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II.

3. Pengembangan Wilayah

Wilayah, menurut ilmu wilayah (regional science) mencakup dua unsur, yakni manusia dan alam. Wilayah yang terbesar yang terdapat di Indonesia adalah seluruh negara, yang terdiri dari bangsa (manusia) dan tanah air (alam), dan yang terkecil adalah rumahtangga yang terdiri dari keluarga (manusia) dan tempat tinggal (bagian dari alam). Secara umum dapat dikatakan, bahwa “bagian-bagian tertentu dari negara kita dapat juga disebut sebagai wilayah, apabila memiliki kedua unsur seperti tersebut di atas” (Sutami, 1980).

Sutami, 1980, selanjutnya menguraikan, pembangunan dalam artian khusus, adalah pembangunan fisik, yang terdiri dari perbaikan (repair), pengembangan (development) dan pemeliharaan (maintenance), yang dilakukan untuk mempersiapkan perangkat yang dibutuhkan bagi pembangunan dalam arti umum, yakni pembangunan politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Menilik dari pengertian di atas, maka pengembangan wilayah (regional development) hanyalah merupakan bagian dari satu pembangunan secara keseluruhan, baik menyangkut pembangunan fisik, politik, ekonomi, sosial, maupun budaya.

Dengan demikian kalau kita kaitkan dengan judul tulisan ini, maka sasarannya adalah lebih ke pengembangan wilayah secara fisik.

Dengan pengertian di atas juga, maka jelas wilayah tidak dapat dipisahkan dari ruang (spatial) yang mencakup alam dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya dan manusia sebagai makhluk hidup yang berdiam dan berkarya di dalam ruang tersebut.

Oleh sebab itu, penataan ruang merupakan hal yang penting agar sumberdaya alam (termasuk airtanah) dan ruang itu sendiri dapat dikelola dan dimanfaatkan dalam pengembangan wilayah untuk peningkatan kualitas hidup manusia yang ada di dalamnya, namun tetap terjaga lingkungannya

4. Peranan Hidrogeologi

Mengacu pada salah satu tujuan penataan ruang, maka menyangkut tata ruang daratan dengan kandungan sumberdaya airtanah di dalamnya, serta arahan pengelolaan penatagunaan sumberdaya tersebut, hidrogeologi memberikan sumbangan yang berarti dalam penyusunan rencana tata ruang baik untuk tingkat nasional, propinsi, maupun kabupaten/kotamadya.

Pengetahuan hidrogeologi suatu wilayah akan memberikan pemahaman tentang sumberdaya airtanah yang paling tidak mencakup empat faktor yakni waktu, ruang/wadah, jumlah, dan mutu dari sumberdaya airtanah itu sendiri.

Dengan pengetahuan tersebut maka dapat dipertimbangkan faktor pendukung dan faktor pembatas dari sumberdaya airtanah tersebut, dalam penyusunan tata ruang dan pengembangan wilayah.

Faktor pendukung menyangkut kemampuan sumberdaya airtanah tersebut dalam mendukung pengembangan wilayah. Faktor pembatas menyangkut keterbatasan sumberdaya airtanah tersebut, yang menjadi pembatas dalam pengembangan wilayah.

  • Waktu dimaksudkan bahwa ketersediaan airtanah dibatasi oleh dimensi waktu yang menyangkut waktu pengaliran dan pembentukan airtanah.

    Airtanah memang salah satu sumberdaya alam yang terbaharui (renewable), namun pada dasarnya dibatasi oleh dimensi waktu yang mempunyai rentang dari bilangan detik sampai milenium, tergantung dari kondisi hidrogeologinya. Hal ini perlu dipahami dalam penyusunan rencana tata ruang, agar fungsi suatu kawasan akan tetap menjamin terbaharuinya airtanah pada kawasan tersebut dalam dimensi waktu yang sesuai.

    Pentarikhan (dating) dan perunutan (tracing) yang dilakukan dengan menggunakan isotop buatan maupun alami, akan dapat menentukan umur dan waktu pengaliran sumberdaya airtanah di suatu cekungan. Perunutan juga dengan zat pewarna (dyeing) dan zat perunut yang lain juga dapat menentukan waktu pengaliran airtanah.

    Dengan pentarikhan dan perunutan ini akan membantu dalam menentukan di mana daerah imbuh (recharge area) maupun daerah luah (discharge area) dari suatu cekungan airtanah.

    Waktu juga mempengaruhi keterdapatan airtanah pada kurun waktu tertentu, terutama pada sumberdaya airtanah bebas (free groundwater). Pada saat musim hujan terjadi penggantian kembali (replenishment), sedang sebaliknya pada musim kemarau. Sementara terhadap airtanah tertekan (confined groundwater), waktu pembentukannya relatif, tergantung dari letak daerah imbuh dan konfigurasi geometri serta parameter akuifernya.

    Sebagai gambaran, di cekungan Bandung kecepatan pengaliran airtanah dari daerah imbuh ke daerah luah berlangsung dalam ordo dekade sampai 700 tahun, sementara waktu tinggal (residence time) airtanah di wadahnya tercatat 940 tahun BP di Bandung Barat dan 10.670 tahun BP di Bandung Timur (Geyh, 1990).

  • Ruang/wadah dimaksudkan sebagai tempat di mana airtanah terdapat. Wadah yang secara hidrogeologi memungkinkan menyimpan dan melepaskan airtanah dalam jumlah berarti, atau sebaliknya akan menentukan keterdapatan airtanah di suatu cekungan.

    Oleh sebab itu pemahaman terhadap konfigurasi, geometri, dan parameter akuifer di suatu cekungan akan sangat membantu menentukan keterdapatan dan besaran sumberdaya airtanah.

    Pengetahuan hidrogeologi tentu saja akan dapat memberikan pemahaman tersebut. Pemetaan hidrogeologi, pendugaan secara geofisik, pengeboran eksplorasi, pemompaan uji akan dapat merekonstruksi konfigurasi dan geometri wadah/ruang sumberdaya airtanah serta menetapkan parameter wadah/ruang tersebut.

    Pemahaman atas ruang/wadah airtanah tersebut akan memberikan pengertian bahwa keterdapatan airtanah tidak tak terbatas, tidak merata di semua tempat, dan dijumpai pada kedalaman yang berbeda-beda dari satu daerah ke daerah yang lain, dan tidak dibatasi oleh batas-batas administrasi pemerintahan.

    Karena keterdapatan airtanah tidak dibatasi oleh batas-batas administrasi pemerintahan, maka dalam penyusunan tata ruang dan pengembangan wilayah yang menyangkut wilayah administrasi pemerintahan yang berbeda, maka hidrogeologi dapat berperan dalam mengintegrasikan berbagai kepentingan yang berbeda dari setiap wilayah administrasi pemerintahan.

    Keterdapatan airtanah di Indonesia, dilihat dari jenis wadah (akuifernya) dapat dibedakan atas 4 (empat) kelompok besar (Gb. 1) :

    • Airtanah pada daerah yang tertutup oleh endapan lepas dan batuan setengah padu
    • Airtanah pada daerah yang tertutup oleh endapan volkanik Kuarter
    • Airtanah pada daerah yang tertutup oleh batuan karbonat
    • Airtanah pada daerah yang tertutup oleh batuan padu (termasuk batuan beku dan malihan)

    Dengan mempertimbangkan faktor pendukung dan keterbatasan dari keterdapatan airtanah tersebut dalam perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah maka pemanfaatan ruang dari aspek airtanah akan efisien dan efektif.

Dengan mengetahui adanya batasan waktu dan ruang/wadah terhadap keterdapatan sumberdaya airtanah, maka

  • Jumlah suatu sumberdaya airtanah di suatu cekungan dapat dihitung dengan berbagai metode.

    Pengetahuan hidrogeologi dapat melakukan kuantifikasi sumberdaya airtanah di suatu cekungan, dan bahkan dapat memberikan prognosis jumlah airtanah pada suatu kurun waktu tertentu dalam berbagai skenario pengambilan, dengan memakai analisis model airtanah.

    Tabel 1 berikut menunjukkan jumlah kandungan airtanah di beberapa cekungan, yang tentunya harus menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan tata ruang dan pengembangan wilayah di masing-masing cekungan tersebut berada.

    Tabel 1. Potensi Airtanah Beberapa Cekungan di Indonesia

    No

    Provinsi

    L o k a s i

    Jumlah kandungan
    (106 m3/thn)

    1.
    2.
    3.
     
     
     
     
     
     
     
    4.
    5.
     
     
     
     
     
    6.
    7.
     
     
     
     
    8.
     
     
     
     
     
    9.
    10.


     
     
    11.
    12.
     
    13.
    14.
     
     
     
     
    15.
     
     
     
     
     
     
     
    16.
     
     

    Sumbar
    Lampung
    Jawa Barat
     
     
     
     
     
     
     
    DKI Jakarta
    Jawa Tengah
     
     
     
     
     
    Yogyakarta
    Jawa Timur
     
     
     
     
    Sulut
     
     
     
     
     
    Sulteng
    Sulsel
     
     
     
     
    Sultra
    B a l i
     
    L o m b o k
    NTT
     
     
     
     
    Maluku
     
     
     
     
     
     
     
    Timor Timur

    Padang
    Tanjungkarang
    Pringsewu
    Pangandaran
    Pameungpeuk
    Malingping
    Labuhan
    Rawadanau
    Cianjur
    Bandung
    Jakarta
    Tegal - Brebes
    Lebaksiu-Pemalang
    Kendal
    Demak
    Ungaran
    Semarang
    Yogyakarta
    Tuban
    Bojonegoro
    Mojokerto
    Madiun-Ponorogo
    Nganjuk-Kediri
    Manado
    Tondano
    Kotamubagu
    Dumoga
    Gorontalo
    Paguyaman
    Marisa
    P o s o
    Pinrang
    Tempe
    Maros
    Barru
    Kendari
    Denpasar
    Singaraja
    Mataram
    Waikabubak
    Waingapu
    Flores-Maumere
    Kupang-Oesao-Pariti
    Naibonat
    P. Seram
      Masohi
      Paoni
      Kufar
    P. Buru
      Abaru
    P. Halmahera
      Weda
    Viqueque
    Los Palos
    Dilli

    2
    5
    14
    7
    4
    2
    14
    4
    16
    108
    42
    26
    27
    8
    9
    4
    11
    32
    6
    14
    19
    167
    198
    18
    19
    14
    15
    19
    15
    9
    41
    19
    22
    13
    3
    10
    100
    6
    34
    10
    14
    2
    7
    -
    -
    1
    6
    4
    -
    1
    -
    1
    2
    4
    -

    Dengan dasar pemahaman bahwa airtanah dibatasi oleh ruang/wadah, maka perubahan atas penggunaan ruang di permukaan dan pengembangan wilayahnya harus tetap menjamin keberadaan ruang/wadah airtanah yang ada di bawah permukaan serta jumlahnya.

  • Mutu. Yang tidak kalah penting adalah batasan mutu airtanah. Pengetahuan hidrogeologi dapat memberikan gambaran mutu sumberdaya airtanah yang tersimpan atau melalui suatu wadah tertentu.

    Dengan analisis hidrokimia airtanah dapat diketahui kecocokan mutu airtanah bagi peruntukan tertentu, seperti air minum, industri, maupun pertanian.

Dari pemahaman batasan-batasan hidrogeologi terhadap keterdapatan airtanah di suatu cekungan, maka pengaturan secara bijaksana apakah sumberdaya airtanah tersebut perlu perlindungan atau dapat dibudidayakan, dapat ditetapkan.

Perlindungan airtanah tidaklah semata-mata ditujukan kepada jumlah dan mutu sumberdaya airtanah itu sendiri tetapi menyangkut juga keterlibatan perencanaan tata ruang dari daerah imbuh (recharge area) dan daerah luah (discharge) airtanah.

Kebutuhan perlindungan airtanah dalam perencanaan tata ruang dirumuskan sebagai berikut (Wagner dan Sukrisno, 1991):

  • Tidak ada kawasan pemukiman baru dan pusat-pusat perdagangan di dalam kawasan lindung airtanah kecuali sistem buangan limbah yang baik tersedia; pengadaan air bersih disarankan dari PDAM.

  • Kawasan industri baru atau perluasan kawasan industri yang ada tidak terletak di dalam kawasan lindung airtanah, kecuali sistem pengolahan limbah telah terpasang, sebaiknya juga tidak pada daerah yang pengambilan airtanahnya terlarang.

  • Tempat buangan sampah sebaiknya tidak berada dalam kawasan lindung airtanah

  • Infrastruktur perhubungan (jalan raya, jalan keretaapi, pelabuhan udara, dll) serta eksploitasi bahan galian untuk bangunan di dalam kawasan lindung airtanah hanya setelah ada penyelidikan rinci.

  • Penggalian dalam kawasan lindung dibatasi atau dilengkapi dengan upaya-upaya pencegahan.

  • Konservasi penggunaan lahan yang ada sekarang ini, sebaiknya juga seluruh daerah berhutan dan pertanian.

Budidaya sumberdaya airtanah pada kakekatnya adalah upaya-upaya manusia dalam memanfaatkan sumberdaya tersebut untuk menunjang kehidupannya melalui pengeboran atau penurapan mataair.

Dengan pemahaman batasan-batasan hidrogeologi di atas, maka upaya-upaya tersebut dapat dilakukan secara lebih berdayaguna dan berhasilguna.

Berapa jumlah airtanah yang boleh diambil, cocok untuk peruntukan apa, serta dampak apa yang akan timbul akan dapat ditetapkan apabila pemahaman atas batasan-batasan hidrogeologi suatu wilayah sudah dimengerti. Analisis model airtanah (flows maupun mass-transport models) akan sangat membantu hal tersebut.

Jadi dengan demikian, pembudidayaan sumberdaya airtanah pada suatu ruang daratan dapat ditetapkan dengan beberapa pra kondisi untuk menunjang keterlanjutan sumberdaya airtanah itu sendiri, yang pada akhirnya arahan, pengolahan, dan penataan ruang daratan yang mengandung sumberdaya airtanah dapat dijalankan.

Batasan-batasan hidrogeologi tersebut untuk keperluan penataan ruang disajikan dalam bentuk peta, tergantung dari tingkat kedalaman informasinya (Tabel 1), maka informasi tersebut dapat mendukung dalam penyusunan RTR nasional, Propinsi, Kabupaten atau Kotamadya.

5. Kendala

Menyimak pada falsafah keterdapatan airtanah dalam suatu kerangka yang lebih luas, yakni daur hidrologi - karena airtanah merupakan salah satu facet dalam daur ini -, serta aspek lain yang berkaitan dalam perencanaan tata ruang, maka penataan ruang dengan pertimbangan aspek hidrogeologi akan ditemui berbagai kendala. Hal ini terutama menyangkut penetapan kawasan lindung.

Kendala-kendala yang kemungkinan besar akan dijumpai adalah :

  1. Kendala administratif

    Belum adanya peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 24 tahun 1992 akan menyulitkan dalam perencanaan tata ruang. Di samping itu pandangan yang kuat atas setiap sektor, juga merupakan kendala tersendiri.

  2. Kendala teknis

    Tingkat kedalaman informasi hidrogeologi atas suatu wilayah, akan mengakibatkan tidak tepatnya penataan ruang. Hal ini menyangkut ketersediaan data hidrogeologi di setiap wilayah Indonesia yang berbeda-beda.

  3. Kendala ekonomis

    Mudah dipahami apabila penataan ruang ditetapkan dari berbagai aspek, tidak hanya aspek hidrogeologi, akan terjadi pertentangan kepentingan.

    Di satu pihak, suatu wilayah perlu dilindungi sumberdaya airtanahnya, namun di lain pihak ditinjau dari aspek lain, daerah tersebut mempunyai nilai ekonomis yang tinggi untuk dikembangkan sebagai kawasan perdagangan dan industri misalnya.

  4. Kendala sosial

    Masih adanya sementara pihak yang rendah kepedulian lingkungannya, sehingga asas keseimbangan dan kelestarian dalam penataan ruang diabaikan.

6. Catatan Penutup

Pengetahuan hidrogeologi terutama terhadap kandungan sumberdaya airtanah pada hakekatnya merupakan faktor yang sangat berharga bagi setiap pembangunan dan pengembangan wilayah. Hal ini disebabkan karena hingga saat ini, tidak satupun pembangunan dan pengembangan wilayah tersebut yang tidak berpijak pada bumi di mana sumber airtanah terkandung. Karenanya keberadaan sumberdaya airtanah memegang peran penting yang sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan dan pengembangan wilayah.

Sumberdaya airtanah dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung untuk pembangunan dan pengembangan wilayah, karena sebagai sumberdaya alam dan wilayah dapat dimanfaatkan, namun juga dapat dipertimbangkan sebagai faktor pembatas karena interaksi pembangunan dengan sumberdaya tersebut dapat mengakibatkan degradasi sumberdaya itu sendiri maupun lingkungan sekitarnya.

Pada prakteknya, saat ini, sangat sedikit pembangunan dan pengembangan wilayah yang mempertimbangkan kondisi hidrogeologi (sumberdaya airtanah) dan sumberdaya airtanah, kalau tidak dikatakan mengabaikan pertimbangan hidrogeologi tersebut. Akibatnya tidak jarang terjadi pembangunan dan pengembangan wilayah yang hasilnya tidak akrab terhadap lingkungan fisik (aspek geo-fisik) airtanah itu sendiri, sehingga menimbulkan dampak negatif berupa degradasi baik mutu maupun jumlahnya, serta kehidupan masyarakat sekitar.

Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penataan ruang kiranya dapat diatasi dengan menyadari keterpaduan antar sektor, peningkatan penyelidikan hidrogeologi, serta penyuluhan akan peningkatan kepedulian lingkungan untuk kehidupan yang lebih berkualitas.

Daftar Acuan

1. Anonymous, 1992, Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 24 Tahun 1992, tentang Penataan Ruang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 No. 115, Sekretariat Negara, Jakarta.

2. Geyh, M.A., 1990, Isotopic Study in the Bandung Basin, Indonesia, Project Report No. 10, Directorate of Environmental Geology, German Environmental Geology Advisory Team for Indonesia, Bandung.

3. Hahn J., 1991, Balancing the Requirements of Land Use and Groundwater Protection in Rural Areas, International Hydrological Programme IHP III Project 10.6, Unesco, Paris.

4. Struckmeier W.F., 1989, Types and Uses of Hydrogeological Maps, Memoires of the International Symposium on Hydrogeological Maps as Tools for Economic and Social Development, International Association of Hydrogeologists, Hannover.

5. Wagner W. and Sukrisno, 1991, Groundwater Quality Protection in the Northern and Eastern Parts of the Bandung Basin, with conclusions for Land Use and Regional Planning, Directorate of Environmental Geology - German Environmental Geology Advisory Team for Indonesia, Bandung.

Hosted by www.Geocities.ws

1