Kompas Cyber MediaKompas Cyber Media
 
 
KOMPAS Online
 
 
Kompas Cyber Media
Koran Daerah
English  Nederlands 
 
Sabtu, 3 Oktober 1998

Kredibilitas Mahathir Dipertanyakan

Kuala Lumpur, Jumat 

Masih cukup kuatkah cengkeraman tangan kekuasaan Perdana Menteri (PM) Mahathir Mohamad atas Malaysia? Pertanyaan itulah yang muncul setelah terbetik berita bahwa mantan Deputi PM Anwar Ibrahim disiksa selama dalam tahanan polisi. Berita tentang penyiksaan terhadap Anwar Ibrahim itu tak pelak lagi memancing reaksi keras dari para pemimpin dunia, termasuk dari Sekjen PBB Kofi Annan.

 Reaksi keras baik berupa ungkapan keprihatinan, kritikan bahkan kecaman terhadap perlakuan polisi terhadap Anwar yang hingga hari Jumat (2/10) terus bermunculan. Sekjen PBB Kofi Annan, Presiden Filipina Joseph Estrada, Presiden Bank Dunia James Wolfenson, dan Menteri Keuangan AS Robert Rubin menyatakan sangat sedih mendengar berita penyiksaan terhadap Anwar Ibrahim. 

Anwar Ibrahim yang dipecat dari semua jabatannya oleh PM Mahathir, 2 September lalu dan ditahan 18 hari kemudian, muncul di pengadilan awal pekan ini dengan sekitar mata kirinya lebam, biru kehitam-hitaman. Ia mengaku selama sembilan hari di tahanan polisi, dipukuli hingga pingsan, disekap dalam kamar gelap dengan mata tertutup. dan tangan diikat. Anwar diajukan ke pengadilan dengan tuduhan melakukan sodomi dan korupsi.

 Berita tentang penganiayaan Anwar Ibrahim itu mengguncang perasaan rakyat Malaysia. Mungkinkah orang yang sebelumnya masih merupakan tokoh nomor dua di Malaysia dan diyakini akan menjadi pengganti Mahathir diperlakukan seperti itu. Yang lebih menarik lagi adalah Mahathir sendiri mengaku tidak tahu perihal penganiayaan terhadap Anwar sebelum mantan deputinya itu muncul di pengadilan.

 Mahathir, menurut seorang pembantunya seperti dikutip harian International Herald Tribune (1/10), "marah" mendengar penganiayaan terhadap Anwar itu. 

Padahal sejak Anwar dipecat, Mahathir (72) memegang jabatan selain PM juga menteri dalam negeri, dan menteri keuangan. Sebagai menteri dalam negeri, ia semestinya tahu apa yang dilakukan polisi. Karena polisi berada di bawah tanggung jawab kementerian dalam negeri. Thomas Fuller, dalam tulisannya di International Herald Tribune, menyebutkan, Mahathir sebenarnya mengetahui, tetapi ia mengalihkan tanggung jawab kepada polisi.

 Bahkan kemarin, Mahathir mengatakan, Anwar berencana menggulingkan dirinya baik sebagai perdana menteri maupun presiden Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO). "Ia tampaknya sangat baik dengan saya, tetapi ia mempunyai rencana menggulingkan saya. Semula saya tidak percaya orang mengatakan hal itu, tetapi kini saya meyakininya," katanya.

 Langgar tradisi

 Penganiayaan terhadap Anwar Ibrahim selain melahirkan pertanyaan terhadap kredibilitas Mahathir, juga melahirkan sikap baru di antara negara-negara anggota ASEAN. Baru kali ini terjadi, negara-negara anggota ASEAN yang sebelumnya memiliki tradisi tidak saling mencampuri urusan dalam negeri sesama negara anggota, kini ramai-ramai memprihatikan dan mengkritik perlakuan terhadap Anwar Ibrahim.

 Presiden Filipina Joseph Estrada menyatakan kemungkinan tidak akan menghadiri KTT APEC yang akan dilaksanakan di Kuala Lumpur, November mendatang. "Saya mempertimbangkan tidak akan menghadiri KTT karena teman baik saya dijebloskan ke penjara," katanya. Juru bicara Istana Malacanang segera melunakkan pernyataan Estrada itu dengan mengatakan apa yang dikatakan presiden adalah pernyataan "pribadi".

 Koran-koran di Filipina lebih keras. Mereka menyamakan Mahathir dengan diktator Ferdinand Marcos yang "menahan dan menyiksa" lawan-lawan politiknya. 

Presiden BJ Habibie mempertimbangkan kembali kunjungannya ke Malaysia. Menteri Negara Sekretaris Negara (Mensesneg) Akbar Tandjung mengatakan, presiden menunda kunjungannya karena "di dalam negeri tugas-tugas Presiden cukup padat." Apa pun bunyi pernyataan itu, hal tersebut menunjukkan ada perubahan sikap negara-negara ASEAN. Apalagi Tandjung, meski secara pribadi, mengatakan prihatin atas pemukulan terhadap Anwar Ibrahim itu. 

Selama ini, para pemimpin Malaysia, terutama Mahathir, selalu mengatakan bahwa Barat selalu mengecam pemerintahannya yang dianggap sebagai otoritarian. Menanggapi kritikan semacam itu, Mahathir senantiasa mengatakan, mereka tidak memahami Asian values (nilai-nilai Asia) dan tidak memahami tantangan yang dihadapi negara-negara berkembang di Asia Tenggara.

 Akan tetapi, dengan munculnya kritikan dan ungkapan pernyataan keprihatinan terhadap perlakuan buruk dan kasar terhadap Anwar Ibrahim itu dari negara-negara tetangga, menunjukkan bahwa sudah ada perubahan cara pandang di antara negara-negara ASEAN. Negara-negara tetangga tidak dapat lagi menutup mata bahwa cara-cara yang dilakukan terhadap Anwar Ibrahim sudah di luar batas.

 Akankah tidak akan ada perubahan di Malaysia, sementara negara-negara sekitar yakni Indonesia, Thailand, dan Filipina, sudah ada perubahan rezim. Bukan mustahil, perlakuan kasar dan kejam terhadap Anwar Ibrahim dan penangkapan terhadap para pendukungnya, ditambah tekanan dari dunia internasional akan menjadi awal dari perubahan di Malaysia. 

"Mahathir harus menghadapi kenyataan dan menarik pelajaran dari Korea Selatan, Filipina, Thailand, dan Indonesia," komentar peraih Hadiah Nobel Perdamaian Ramos Horta. (AFP/Rtr/ias) 
 
 

 
Kompas Cyber Media
 
KOMPAS Online
 
© C o p y r i g h t   1 9 9 8   Harian Kompas D e s i g n e d  b y  Agrakom
 
Hosted by www.Geocities.ws

1