JEPANG 500 METER

Cerpen Karya Eva A.S

Aku menciptakan kata mustahil itu sendiri, aku yang tidak percaya keajaiban, aku tetaplah aku, gadis yang tidak memiliki kemampuan apa-apa dan tidak akan pernah menjadi apa-apa. Aku menelan sumpahku sebagai keturunan hebat ibu kita kartini dan ratu kalinyamat, wanita hebat kesohor ditempatku.

Sisi hatiku yang lain tertawa keras-keras mengejekku, aku mulai menyalahkan setiap orang lalu mulai mengutuki diriku sendiri, aku sungguh mengecewakan, kubenamkan wajahku dalam tangis. Aku mengaku-aku punya cita-cita tapi cita-citaku nyatanya tak cukup kuat, aku menyesal!

Aku menendang-nendang kaleng bekas minuman dijalanan, pulang sekolah dengan baju biru putihku yang kini telah berubah dari putih menjadi kekuningan. Kartika berjalan disampingku, memainkan dedaunan yang diambilnya tiap kali ia lewat.

"Bayu ?" tanyaku pada Tika, Tika menoleh ke belakang, aku mengikutinya menoleh, temanku itu berjalan agak menjauh dari kami berdua, tidak biasanya ia begitu, biasanyapun kami akan berjalan berdampingan, tertawa keras-keras dan saling bekerjaran seperti anak kecil.

"Hari ini kita ada jadwal nyari jamur. Kita start dirumahmu Him, nyarinya dari sawah barat" cerocos Tika, aku hanya mengangguk, Tika sengaja mengeraskan suaranya agar Bayu yang berada jauh dibelakangku bisa mendengar.

"Kenapa sih si Bayu ?" tanyaku, Tika mengangkat Bahunya.

"KUDISAN KALI ! BISULAN JUGA !!" teriak Tika, sengaja agar Bayu bisa mendengar, aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku. Kami bertiga berpisah dipersimpangan rumah masing-masing. Aku menatap punggung ketiga sahatku itu, manusia-manusia seperti mereka tidak akan pernah kutemui dimanapun nantinya aku berpijak.

Kami menyusuri pematang sawah sesorean, tepat seperti janji kami bertiga, mencari jamur jerami, kami mengaduk-aduk tumpukan jerami busuk yang menggunung lalu memunguti jamur yang menyembul-nyembul didalamnya. Tak jarang Tika adu mulut dengan Bayu karena lahan jamurnya direbut oleh Bayu, aku ? hanya bisa diam dan mengalah.

Kami terus mencari, terpanggang sinar matahari berlari melompati bukit-bukit sawah, melewati pematang-pematang kecil, lalu berbaring dan berguling-guling diantara tumpukan jerami itu, kulitku berubah menjadi seperti aspal dan rambutku mengkusam, aku tidak perduli.

"Lihat, awan itu seperti wajahnya Bambang, hahahaha" teriak Tika sambil menunjuk ke langit, kumpulan awan bergerak beriringan. Aku mulai merasa gatal-gatal oleh jerami ini.

"Yang mana ?" tanya Bayu

"Itu !" tunjuk Tika lagi, aku silau.

"Bambang, Bambang Triatmojo ?" tanya Bayu lagi.

"Iya, Bambang siapa lagi, teman SD kita Cuma 16 orang, yang namanya Bambang kan Cuma dia" kata Tika.

"Apa kabar ya dia sekarang ?" gumamku

"Sudah jadi penggembala sejati dia" kata Tika, aku tersenyum, nama boleh sama dengan anak mantan presiden Soeharto, tapi nasipnya sam sekali bertolak belakang. Bambang teman yang lulus seangkatanku, tapi kakakku yang 3 tahun lebih tua dariku pernah jadi teman sekelasnya, kakakku keponakan yang jauh-jauh lebih tua dariku juga pernah sekelas dengan Bambang, Bambang selalu tidak naik kelas karena ia tidak juga bisa membaca, kau bertanya kepadaku apakah dia mengalami keterbelakangan mental ? tidak ! dia sehat jasmani rohani, tapi entahlah, guru-gurukupun heran karenanya. Ia akhirnya diluluskan bersama angkatanku setelah mengenyam bangku pendidikan lebih dari 12 tahun. Bagaimanapun, Bambang tetaplah Bambang, temanku yang mengagumkan.

"tempat luar negeri manakah yang kepengen kalian datangi ?" celetuk Tika, angin berhembus, aku merasa sedang berada di negeri awan.

"Aku kepingin kekutub utara, liat aurora" kata Bayu.

"Kutub utara ? di gunung aja kamu masuk angin, mau ke kutub utara" ejek Tika, satu jitakan mendarat dikepala Tika, Tika mengaduh.

"Mimpi boleh kawan ?" ujar Bayu, Tika mencibir.

"Aku kepingin ke Jepang" kataku

"Kenapa Jepang ?itu negara pernah jajah negara kita, kita pernah jadi babunya. Jangan !" protes Tika. Aku mengangkat bahuku, aku bahkan tidak punya alasan.

"Terserah si Hima lah Tik ? bagus itu Him. Nah kamu mau kemana ?" tanya Bayu.

" mau ke Inggris, liat kerajaan-kerajaannya"

"Lah ? Inggris kan juga pernah jajah negara Indonesia ? gimana kamu Tik ?" potong Bayu.

"Masa?" Tika menggaruk-garuk kepalanya.

"Nilai sejarah lu berapa ?" ejek Bayu, giliran Bayu yang mendapat jitakan dari Tika, aku mengelus dadaku melihat mereka berdua. Aku menerawang, arak-arakan awan bergerak melewatiku, kami hanya bisa berangan-angan, aku belum yakin ini cita-cita.

Kami tinggal ditempat para seniman ukir bekerja, Jepara. Dan Kartika temanku itu, sejak awal aku tahu dia gadis yang istimewa, dia terlahir sebagai keturunan seorang ahli ukir sejati, kakek dari kekek kakek buyutnya adalah seorang pencipta seni di kampung belakang gunung, kampungku. Leluhur Tika dipercaya sebagai pencipta ukiran macan kurung yang menjadi Icon kotaku itu. Maka tak mengherankan kalau setiap inchi rantai DNA Tika telah dipenuhi oleh keahlian menciptakan seni, setiap tetes darahnya adalah perjuangan leluhurnya, karena secara turun-temurun, keluarganya akan meneruskan bisnis ukiran 'macan kurung'. Tak heran juga, Tika mahir mengukir meski Ia seorang wanita dan sebaya denganku. Sepulang sekolah aku sering ke tempat Tika Basecamp para pengukir untuk melihatnya meminkan palu untuk mengkruwik, memahat sebuah kayu menjadi ukiran indah.

Sayangnya krisis ekonomi berimbas pada produksi ukir jepara, ketersediaan kayu sebagai bahan bakupun kian sulit, lapangan pekerjaan kian sulit, maka orang-orang termasuk ayahku pergi ke luar daerah,merantau untuk mencari pekerjaan. Menahan kerinduan untuk bertemu keluarganya, bertahan atas semua kesakitan agar keluargaku bisa hidup lebih lama, maka manusia seperti ayahku menjadi manusia yang tangguh. Ayahku selalu percaya bahwa aku akan jadi orang hebat kelak, maka aku punya tuntutan, aku akan jadi orang yang hebat kelak, meski akhirnya aku tak percaya pada diriku sendiri.

"Jangan lepas harapan, akan kulepaskan macan dari kurungan lesunya produksi ukir jepara, lihat saja" kata Tika bersungguh-sungguh, aku suka gaya wanita itu.

"Hari ini kita ada jadwal apa ?" tanyaku pada kedua sahabatku saat kami pulang sekolah seperti biasa. Kami bertiga menyusuri jalan setapak kecil.

"Kita ke kebun kan ada..."

"Kita pulang." Kata Tika memotong kalimat Bayu, aku mengamatinya, sesuatu mengganjal pikirannya, biasanya ia akan bersemangat tentang rencana-rencana. Perasaanku tidak enak sejak tadi.

"Aku hanya ingin cepat pulang" katanya pendek, lalu buru-buru berjalan mendahuluiku dan Bayu, aku mengikutunya, kami saling diam, jarak beberapa meter dari rumah kami, suara bising, ramai ! mirip pasar. Tika mempercepat langkahnya, aku dan Bayu berlari menyusul.

Alangkah kagetnya kami saat tiba didepan rumah Tika, rumahnya ramai, orang-orang mulai berdatangan dengan pakaian muslim, ibu Tika menangis meraung-raung dipeluk oleh adik-adiknya, aku terpaku, Tika tertegun ia berdiri mematung ditempatnyaa, aku mulai mencerna kaeadaan.

"Tik !! Bapakmu Tik !! Bapakmu sudah pergi Tik !!" suara ibu tika meraung-raung, menjerit histeris. Darahku berdesir, Jantungku malas berdetak. Bapak Tika meninggal dunia ?air mataku ambrol, aku menguatkan diriku untuk mendekati Tika yang masih mematung ditempatnya, aku melihatnya, dia kaku, antara sadar dan tidak sadar, aneh, tak kulihat air mata diwajahnya.

Kepergian sang Suhu ukir ternama dikampungku memberikan pukulan tersendiri,aku baru tahu beberapa hari ini kalau ternyata, pahat pusaka yang konon mampu menghasilkan maha karya luar biasa dicuri oleh seseorang, dan ayah tika yang tidak pernah terindikasi menderita penyakit jantung tiba-tiba meninggal karena serangan jantung. Tragis !

Aku dan Bayu menemmui Tika setiap hari setelah kejadian itu, Tika tidak pernah kulihat menangis, tapi justru itu yang kukhawatirkan, tatapannya kosong, ia seperti tidak sedang hidup. Aku dan Bayu sepakat membawanya keluar, membawanya ke sawah, berbaring menatap awan diatas tumpukan jerami

"Awan itu mirip kamu Tik, kecebong !! hahaha" Bayu pembukaan, Tika tak merespon, biasanya jitakan akan mendarat di kepala Bayu.

"Tik.." bisikku " kamu boleh nangis,lanjutkan hidupmu lagi, jangan begini" kataku lagi, Bayu mulai sesenggukan. Aku memeluknya, tiba-tiba Tika membenamkan wajahnya dalam pelukanku, menangis kencang, sesenggukan untuk pertama kalinya. Ini membuatku lega, kami saling berangkulan.

Maka seperti inilah seleksi alam terjadi, masuk SMA untuk pertama kalinya akuberangkat sendirian. Tanpa kedua sahatku. Bayu dan Tika ibarat kontestan dalam ajang pengaduan nasip dan mereka telah tereleminasi, hanya aku sekarang yang bertahan. Memaksakan diriku meneruskan pendidikanku setelahSMP, kematian ayah Tika membuatnya dewasa, ia harus meneruskan perjuangn ayahnya dan menghidupi keluarganya, maka ia gugur.

"Aku tidak melanjutkan tahun-tahun ini Him,mungkin tahun-tahun depan, semangat ya !" ia tersenyum kepadaku, aku setengah tak rela.

"Berjuanglah kawan, maaf aku tidak bisa lanjut, aku anak laki-laki dan punya kewajiban, aku pasti sekolah lagi, tapi tidak sekarang" giliran bayu yang gugur, maka hatikupun makin tertusuk-tusuk, hruskah aku berjuang sendiri ? tanpa kalian aku bisa apa ?

Sejak awal emakku tidak pernah setuju aku sekolah lagi, anak gadis tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, cukup bisa menulis dan menghitung. Mubazir katanya, aku diam. Pembayaran awal emakku resah, aku tahu ibuku juga resah, tapi tekad ayahku besar, maka ia akan berteriak keseluruh penjuru negeri ini bahwa ia sanggup menyekolahkanku, hingga tulang-tukangnya tidak bisa ia gerakkan untuk bekerja lagi. Aku ngilu, aku malu jika harus meminta uang kepadanya, setiap ujian semester aku selalu tak mendapatkan kartu ujian karena masalah administrasi yang tidak pernah selesai. Aku menansgis dalam hatiku, perasaan tidak bersyukur atas hidupku membuatku hancur, pikiranku gelap. Banyak temanku yang dngan mudah mengeluarkan uang ratusan ribu untuk membeli hal-hal yang tidak penting, tapiaku harus berfikir ribuan kali untuk mengeluakan uang ribuan untuk membeli hal yang penting. Akumenciptakan kata mustahil dalam diriku setelah apa yang terjadi pada Bayu dan Tika. Hatiku akan meraung-raung kesakitan jika dihadapkan pada persoalan dan masa depanku yang kelabu. Aku mengubur cita-citaku sedalam yang aku bisa. Jepang itu mustahil ! Jepang itu gurauan ! sisi hatiku yang lain tertawa keras-keras, mengejekku. Aku putus asa !

Aku menemuinya hari ini, ketika sampai dirumahnya, banyak anak-anak disana, bermain, tertawa keras-keras, aku melihatnya, Tika duduk dikursi depan rumahnya tersenyum melihat tingkah anak-anak, aku malu dengannya, dia begitu bersyukur atas hidupnya, ia begitu sangat ikhlas

"Hima !!"pekiknya, aku tersenyum lalu duduk disampingnya, mengikutinya memperhatikan anak-anak tertawa.

"Gimana sekolahmu ?"tanyanya, aku malu menjawab kalau aku kehilangan arah dan motivasi.

"Kaamu kan tahu, emakku ga pernah mendukung sekolahku"

"Ngomong apa kamu ? setiap hari emakmu selalu ngomong ke aku dan orang-orang kalau ia bangga punya anak yang bisa lanjut sekolah, kamu anak kebanggannya him, jangan ngomong gitu ah" satu tamparan keras untukku.

"Tapi emak selalu ungkit-ungkit masalah bayar, duit lagi duit lagi" pembelaan.

"Kamu tidak sepenuhnya memahami karakter emakmu sendiri, dia bilang begitu supaya kamu sadar, perjuangan hidup ga mudah, coba perhatiin,siapa yang bangun pagi-pagi buat nyiapin sarapan buat anaknya biar ga kelaperan disekolahan ? emakmu him. Emakmu sangat berharap padamu him." Dua tamparan keras berturut-turut mengenai hatiku. Aku diam

"Aku dan Bayu bahagia Him, jangan buat kami jadi bebanmu, aku bersyukur, aku juga akan membuat macan lepas dari kurungannya" hatiku menggedor-gedor.

Aku ternyata salah tidak ada yang tidak mungkin didunia ini, maka aku menyesal.

"Hah ? serius pak ?" tanyaku tak percaya

"iya, kita pihak oportunis, dicoba ya" kata kepala sekolahku sambil memberikan beberapa kertas formulir kepadaku. Aku berjalan keluar, aku mengamati formulir itu, beasiswa ke Jepamg ? jantungku berdentum-dentum, perutku mulas-mulas. Aku tidak menyangka akan di berikan kesempatan maha dahsyat seperti ini dalam hidupku, aku fikir jepang tidak akan pernah berdamai denganku. Bukan guraun, aku punya kesempatan sekarang, Jepang dalam genggaman.

Aku menghitung tanggal ujian seleksinya, seminggu lagi. Selama ini 3 tahun bersekolah ini, aku tidak pernah percaya cita-cita yang digembar-gemborkan, aku manusia yang pesimis, aku tidak percaya pada keajaiban, maka aku menjalani hidup penuh dengan kehancuran rasa tidak percaya. Dihadapkan pada rencana tuhan aku gugup, aku akan berusaha, aku tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama.

Seminggu penuh aku belajar mati-matian, siang sore malam hingga siang lagi. Aku didera euforia Jepang berhari-hari, setelah ujian seleksi berakhir perutku tidak berhenti mulas-mulas, aku pun didera penyesalan karena kemampuanku tidak cukup memenuhi, aku menyesal tidak belajar sungguh-sungguh bertahun-tahun lalu. Aku tidak menyangka tuhan akan memberiku rencana indahnya, dan aku sama sekali tidak siap.

Euforiaku berakhir saat pengumuman ,

"sayang sekali kamu tidak lolos" suara itu berdentum-dentum dalam pikiranku. Aku sudah bakal memprediksinya, sulit lolos dengan kemampuanku yang seperti ini, tapi kekecewaanku menjalar cepat, aku ingat ayahku, ibuku dan orang-orang yang kukecewakan. Aku gagal !

"Andai aku tahu kalau tuhan punya rencana seindah ini Tik, aku tidak akn menyioa-nyiakannya" aku menunduk dihadapan Tika, Tika diam membiarkanku mengeluarkan semua keluh kesahku, ketika aku diam, maka kini giliran aku yang mendengarnya.

"ini bagian rencana tuhan Him, dibiarkannya kau gagal, dibiarkannya kau jatuh agar kau bangun lagi, agar dirimu itu sadar dan berusaha, tidak lagi menyia-nyiakan hidupmu lagi ? bukankah kehidupan penuh essens seperti in yang kau harapkan kawan ? coba lagi tahun depan, gampang kan ?" singkat, namun mampu membuat hatiku yang awalnya lembek kini berangsur-angsur mulai kokoh, aku tersenyu, tiba-tiba seseorang menepukku dari belakang, aku menoleh.

"Bayu!!" aku dan Tika memekik bersamaan, sekarang ia sudah berubah menjadi laki-laki yang tinggi. Meskipun senyumnya masih tetap sama saat kami kecil dulu,

"ayo kita ke istana !!" serunya, aku dan Tika berpandangan, lalu tertawa keras-keras, aku berlari menejar Bayu, ke sawah ! kami berlari diantara tumpukan jerami yang menngunung, jatuh berguling-guling diantara pematang sawah, lalu berbaring untuk melihat arak-arakn awan. Aku mengejar cita-citaku dengan sungguh-sumgguh kini, dihadapanku kini berdiri papan rambu yang menunujukkan, bahwa jepang dekat saja 'Jepang 500 meter lagi' aku memburunya. Aku bersyukur mempunyai manusia-manusia hebat di sekitarku, badanku gatal!

PROFIL PENULIS

Eva A.S lahir di Jepara. kunjungi facebooknya /www.facebook.com/evo.momotaro atau eva anis