JANGAN MELIIHAT BUKU DARI SAMPULNYA

Karya Mahendra Sanjaya

Hi.. perkenalkan, namaku Mahendra Sanjaya. Teman-teman biasa memanggilku Jaya. Aku suka fotografi dan menulis, terutama menulis cerpen. Menulis adalah hobiku sejak duduk di bangku sekolah dasar. Kali ini aku ingin menulis cerita yang berbeda dari yang lain. Aku ingin sekali membuktikan ungkapan "Don't judge the book by the cover". Cara pandang seseorang terhadap sesuatu bukan hanya dari luarnya saja tapi dari dalamnya juga teruatama hati.

Aku penasaran dengan teman kelasku yang bernama Dian. Bukan Dian Sastro Wardhoyo lhoo yaa. Ia sering diejek teman sekelas. Katanya sih wajahnya yang gak cantik, kulitnya item dan paling "iyuuuuh" deh seantero sekolah. Padahal kan cantik itu relatif. Setiap kali aku ingin bicara dengannya, ia malah cuek.

"Ian, nanti latihan Pramukanya jam berapa?", aku mencoba akrab dengannya.

"Jam 4 sore", jawabnya dengan ketus.

"Jawabnya kok gitu sih Ian?"

"Kamu juga sama kan dengan yang lainnya. Hanya ingin mengejek wajah buruk ku. Jangan sok akrab deh. Maaf", sambil melangkah menjauhiku.

"Padahal aku ingin membuktikan sesuatu pada dunia tentang tak penting wajah cantik itu. Yang paling penting adalah kecantikan hatinya", kataku dalam hati.

Entah apa yang membuatku penasaran dengan Dian, kulihat wajah dan matanya menyimpan kebaikan. Beda dengan yang lain. Aku ingin membuat cerpen tentangnya. Sering kulihat kalau Dian diolok-olok cewek-cewek super nakal nan menyebalkan, sok cantik, sok rajin, sok gaullah. Namun kali ini sudah sangat keterlaluan ucapan mereka. Aku beranikan diri mencoba mendekati kerumunan menyebalkan itu.

"Enggak ada kerjaan lain apa? Selain mengejek orang? Ngaca dulu dong sebelum menilai orang lain, belum tentu kalian lebih baik dari orang yang kalian ejek"

"Wah wah... ada pangeran kerajaan nih belain putri buruk rupa". Kata Anita, cewek paling cantik disekolah namun sayang hatinya gak secantik tampangnya. Dian tak sanggup lagi menahan cemoohan yang sudah sangat keterlaluan itu. Ia pun lari meninggalkan kerumunan. Langkahnya meninggalkan sejuta perih. Ingin marah namun tak bisa. Aku tahu itu. Kini hanya terdengar tawa riang cewek-cewek menyebalkan itu. Mulai detik ini aku ingin tahu lebih dalam tentang Dian. Aku ingin mengungkapkan sisi baiknya, agar semua orang tahu cantik dari hati jauh lebih indah dan mempesona. Ku yakin Dian menyimpan sejuta kebaikan dari mataya yang teduh itu.

Keesokan harinya aku memutuskan untuk menjadi pengintai Dian. Hehehee.. sok keren banget ya aku. Sungguh tak mampu ku ingkari mata Dian menyimpan sejuta kebaikan. Entah apa, aku tak tahu. Sebenarnya Dian gak jelek. Dia hanya berkulit sawo matang dan tinggi. Dan senyumnya manis kulihat. Apa hanya tidak berkulit putih bisa dikatakan jelek? Ah.. menurutku tidak.

Dengan gaya sok detektif aku membuntuti Dian. Kulihat ia diseberang. Dan apa yang ia lakukan? Tak kusangka, disaat para pejalan kaki tak bergeming untuk membantu menyeberangkan seorang nenek yang sudah renta, namun ia.. Dian, membantunya. Sesegera mungkin aku menulis dan memotret apa yang dilakukan Dian. Tak ingin ku lewatkan hal ini. Semakin semangat '45 aku membuntuti Dian. Dan ketulusan hati itu muncul lagi. Dian membantu seorang bapak yang terlihat sangat kerepotan membawa barang-barangnya. Dian mengantar bapak itu hingga sampai rumahnya. Pertanyaan dalam benakku, bagaimana ia mau repot-repot melakukan hal ini? Padahal ia sama sekali tak mengenal bapak itu.

Capek banget aku menbuntutinya. Hmmm.. kulihat ketulusan itu datang lagi. Dian menolong anak kecil pemulung yang kelaparan. Tak tanggung-tanggung ada sekitar 7 anak. Wah! Darimana ia bisa membelikan anak-anak itu makanan? Kan selama ini Dian dikenal sebagai anak yang tak mampu. Aku semakin penasaran. Cukup lelah aku mengikutinya, akhirnya aku hentikan langkahku. Dian berhenti berjalan dan menuju sebuah sanggar belajar.

"Apa pula ini? "

Dari jendela kulihatdan kuintip segala penjuru ruangan itu. Banyak anak-anak kecil nan imut duduk manis dikursi warna-warni. Kulihat disana disudut ruangan ada Pak Robby. What?! Pak Robby adalah donatur sekolah ku yang paling banyak sumbangannya. Ia terkenal sebagai orang yang baik dan dermawan. Muncul tanda tanya besar. Apa pula hubungannya dengan Dian?

Tak lama kemudian sosok wanita berkerudung berpakaian rapi datang mengajar anak-anak itu Bahasa Inggris. Siapa dia? OMEGAT!!! Dia Dian! Tapi mengapa kulihat kulitnya putih berseri? Aku tak tahu kenapa aku bisa melihatnya begitu. Dian, hinga detik ini, detik dimana aku tahu sosok Dian yang sebenarnya.

Kegiatan belajar mengajar itu telah usai. Anak-anak nan imut telah berlarian riang meninggalkan sanggar belajar itu. Aku mencoba menghampiri Dian.

"Assalamualaikum.. permisi, apa kamu Dian yang selama ini ku kenal?"

"Kenapa kamu ada disini?" gimana kamu bisa tau tempat ini?", kata Dian heran.

"Aku seharian ini membuntuti mu. Dan aku menulis dan memotret semua kebaikan yang kamu lakukan"

"Tolong hapus foto-foto itu, aku mohon. Aku gak ingin ada temen sekolah yang tahu"

"Baik, aku bakal menghapusnya"

Aku seketika gemetar melihat wajahnya yang cantik dan aku tak sanggup berkata apa-apa lagi. Aku memutuskan untuk pamit pulang.

"Ian, kalo gitu aku mohon pamit pulang ya"

"Iya, hati-hati dijalan ya", sambil senyum manis dibibirnya.

"Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam.."

Aku mulai meninggalkan tempat itu dan melangkahkan kaki. Sekilas aku menengok ke belakang, tak kusangka dia melambaikan tangan padaku. Tampan ataupun cantik itu relatif. Semua pria tampan dan semua wanita cantik apalagi dari hatinya. Hari ini telah nyata ku lihat sendiri pembuktian itu. Don't judge the book by the cover (jangan menilai buku dari sampulnya = jangan menilai seseorang dari luarnya). Bukanlah make up yang tebal, pakaian yang keren dan aksesoris yang 'wow' ataupun kulit putih yang mulus yang membuat seseorang tampan atau cantik. Namun yang membuat seseorang terlihat tampan adalah ketulusan dan kebaikan hati.

Selesei

PROFIL PENULIS

Mahendra Sanjaya

Alamat: Paok Motong, Lombok Timur, NTB

Sekolah: SMA Negeri 1 Masbagik